Sejarah dan Perkembangan Maqasid Syariah

Penelitian tentang maqasid syariah mengalami perkembangan besar pada masa al-Syathibi (w. 790 H/ 1388 M) dengan kitabnya Al-Muwafaqat dan dikukuhkan oleh sejarah sebagai pendiri maqasid syariah. Setelah masa al-Syathibi barulah muncul ibnu Asyur (w. 1325 H/1907 M) dengan karyanya Maqasid al-Syariah al-Islamiyah. 

Kemudian muncul cendekiawan muslim kontemporer yang juga melakukan penelitian tentang maqasid syariah seperti Rasyid Rida (w. 1354 H/1935 M) yang menurut beliau maqasid di dalam Quran meliputi, “reformasi pilar- pilar keimanan, menyosialisasikan Islam sebagai agama fitrah alami, menegakkan peran akal, pengetahuan, hikmah dan logika yang sehat, kebebasan, independensi, reformasi sosial, politik dan ekonomi, serta hak-hak perempuan. 
http://dinulislami.blogspot.com/2015/01/perkembangan-pemikiran-hukum-islam.html

Muhammad al-Gazali (w. 1416 H/1996 M) Beliau memasukkan “keadilan dan kebebasan” ke dalam Maqasid pada tingkat keniscayaannya, Yusuf al-Qaradawi (1345 H/1926M - ...) melakukan survei terhadap Quran dan menarik kesimpulan adanya tujuan-tujuan utama Syariat berikut: “melestarikan akidah yang benar, melestarikan harga diri manusia dan hak-haknya, mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, menjernihkan jiwa manusia, memperbaiki akhlak dan nilai luhur, membangun keluarga yang baik, memperlakukan perempuan secara adil, membangun bangsa Muslim yang kuat, dan mengajak kepada kerjasama antarumat manusia. Taha Jabir al-‘Alwani (1354 H/1935 M - …) mengamati Quran untuk mengidentifikasi tujuan/ maksud yang utama dan dominan padanya. Beliau menarik kesimpulan bahwa maksud-maksud itu adalah Keesaan Allah SWT (al-Tawhid), Kesucian jiwa manusia (Tazkiyah), dan Mengembangkan peradaban manusia di muka bumi (‘Imran)[1].

Pemahaman maqasidsyariah juga dapat menganalisis konflik-konflik Islam dan nasionalisme di India, Maroko, dan Indonesia dengan fokus utama kesatuan-wilayah, konstitusi, bahasa dan agama sebagai akibat dari pembubaran khilafah (1924).[2] 

Demikian juga Maqasid Syariah di Indonesia juga dapat dipahami dalam UUD 1945 yang mengalami perubahan untuk mengakomodasi kalangan minoritas.[3]

Maqasidsyariah juga dapat mejelaskan fiqh minoritas, sebagai solusi dari permasalahan fiqh kontemporer.[4] Dalam bidang ekonomi, Umer Chapra juga membuat penelitian tentang maqasid syariah dalam mengisi pembangunan ekonomi. Beliau menjelaskan bagaimana prinsip menjaga jiwa manusia, memperkaya keimanan, intelek, keturunan dan menjaga harta benda (pembangunan dan ekspansi kekayaan) merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi. 

Pembangunan Ekonomi dengan mengabaikan aspek prasyarat diatas yang (maqasid syariah) dalam rangka merealisasikan visi Islam memang akan membuat dunia Islam meraih pertumbuhan yang lebih tinggi dalam jangka pendek, namun akan sulit menjaga kesinambungannya dalam jangka panjang karena akan meningkatnya ketidakmerataan, disintegrasi keluarga, kenakalan remaja, kriminal, dan ketegangan sosial.[5]


Sumber :
[1]Jasser Auda, 2008, Maqasid al-Syariah, A Beginner Guide, London: IIIT, hlm. 8-9. 
[2]Lebih jelasnya baca Yudian Wahyudi, 2007, Maqasid Syariah dalam Pergumulan Politik, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, hlm. 31. 
[3]lihat Anwar Abbas, 2010, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 
[4]Lihat Ahmad Imam Mawardi, 2010, Fiqh Minoritas; Fiqh al-Aqaliyyat dan Evolusi Maqasid al-Syariah dari Konsep ke Pendekatan, Yogyakarta: LKiS 
[5]Umer Chapra, 2011, Visi Islam dalam Pembangunan Ekonomi menurut Maqasid Syariah, terj: Ikhwan Abidin Basri, Solo: Al-Hambra, hlm. 73-75.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sejarah dan Perkembangan Maqasid Syariah "

Post a Comment