Pada awalnya pengenalan diskursus tasawuf di Barat, sebagian terselenggara melalui informasi akademis, melalui buku-buku yang ditulis, hasil penelitian lapangan, ataupun terjemahan karya-karya para sufi dari bahasa-bahasa Muslim (yakni bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu dsb), kedalam bahasa Barat (yaitu bahasa Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dsb).
Tarekat Qadiriyah yang didirikan oleh Syaikh ‘Abd al-Qadil al-Jilani (w. 561/1166), hingga saat ini riwayat hidup dan karamahnya terutama yang dimuat dalam manqabah masih dibaca orang untuk mendapatkan barakahnya. Kekhasan tarekat ini masih survive sebagai tarekat pelopor, yaitu pengucapan dzikir jahar bahkan menjadi dasar dari sebagian tarekat yang lahir kemudian, misalnya bagian dari dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN), selain dzikir khafi. Tarekat Qadiriyah telah masuk ke Indonesia pada masa Hamzah Fansuri pada pertengahan abad ke-16 Masehi. Tarekat Qadiriyah menurut Trimingham masih menjadi salah satu tarekat yang terbesar di dunia Islam dengan berjuta-juta pengikutnya di Yaman, Turki, Syria, Mesir, India, Afrika Utara dan Albania.
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan nama ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abd al-Jabbar Abu Hasan al-Syadzili (w.1258). Silsilah keturunannya mempunyai hubungan dengan Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah binti Rasulullah SAW. Tidak diketahui secara persis kapan Tarekat Syadziliyah masuk ke Indonesia dan hingga kini masih ada di Jawa Tengah khususnya di Kudus dan kelihatan banyak juga pengikutnya. Secara khusus mereka juga aktif dalam hal pengembangan ekonomi. Saya dan keluarga kebetulan pernah mengunjungi sebuah pesantren yang kiyainya mempraktekkan dan mengajarkan Syadziliyah di Magelang, Jawa Tengah.
Ciri utama tarekat ini masih diamalkan hingga saat ini dengan variasi hizbnya dan terutama hizb al-bahr yang dikenal cukup memberi pengaruh yang kuat bagi pengamalnya. Tokoh terkenal Syadziliyah lainnya yaitu Taj al-Din Ibn ‘Atha’illah al-Iskandari (w.709/1309) pengarang Al-Hikam dan Miftâh al-Falâh wa Mishbâh al-Arwâh dan tokoh utama lainnya yaitu ‘Abd al-Wahhab al-Sya‘rani pengarang al-Anwâr al-Qudsiyyah fi Ma‘rifat Qawâ‘id al-Shûfiyyah dan kitab al-Minah al-Saniyyah ‘alâ al-Washiyyah al-Matbûliyyah.
Tarekat Naqsyabandiyah dan beberapa cabangnya antara lain Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, bersama dengan Naqsyabandiyah Khalidiyah, termasuk tarekat yang cukup progresif di Indonesia pada akhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh. Kedua cabang tarekat ini berkembang dengan cepat dan di antara khalifahnya ada yang terlibat dengan kegiatan politik lokal. Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah di India, dikenal sebagai pelopornya Syaikh Ahmad Faruqi Sirhindi. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah mempunyai anggota bukan hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tengah, beberapa Negara Timur Tengah seperti Libanon dan Syria, sebagian Afrika Utara dan Afrika Barat, bahkan Eropah dan Amerika Utara.
Pengikutnya di Indonesia, sebagaimana penganut Naqsyabandiyah lainnya mempelajari buku-buku yang dibawa oleh jama’ah haji antara lain Jâmi‘ al-Ushûl fî al-Awliyâ’ wa Anwâ‘ihim wa Awshâfihim wa Ushûl Kulli Tharîq wa Muhimmât al-Murîd wa Syurûth al-Syaikh wa Kalimât al-Shûfiyyah Washthilâhihim wa Anwâ‘ al-Tashawwuf wa Alf Maqâm, ditulis oleh seorang syaikh berkebangsaan Turki, Ahmad bin Mustafa Diya’ al-Din Gumushani al-Naqshbandi al-Khalidi (w. 1311/1893). Beberapa penjelasan dalam Fath al-‘Ârifîn karya Syaikh Ahmad Khatib Sambas ada yang merujuk kepada kitab ini. Juga kitab Jâmi‘ Karâmât al-Awliyâ’, karya Yusuf Nabhani dan kitab-kitab lainnya yang populer di Indonesia termasuk Bahjat al-Saniyya fi Âdâb al-Tharîqah karya Muhammad bin ‘Abdullah al-Khani, Tanwîr al-Qulûb fî Mu‘âmalat ‘Allâm al-Ghuyûb karya Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili (w. 1322/1914), Majmû‘at al-Rasâ’il ‘alâ Ushûl al-Khâlidiyyah karya Sulayman al-Zuhdi, Khazînat al-Asrâr Jalîlat al-Adhkâr tulisan Muhammad Haqqi al-Nazili (w. 1301/1884 di Makkah), dan Kayfiyyat al-Dhikr ‘alâ al-Tharîqa al-Naqshbandiyya karya Muhammad Salih al-Zawawi.
Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah di sisi lain disebarkan di Indonesia oleh dua khalifah dari Muhammad Salih al-Zawawi, yang beliau sendiri adalah seorang khalifah dari Muhammad Mazhar al-Ahmadi (w. 1301/1884 di Madinah): ‘Abd al-‘Azhim al-Manduri dari Madura, Jawa Timur, dan Isma‘il Jabal dari Pontianak, Kalimantan Barat.
Tarekat Naqsyabandiyah (Haqqaniyah) yang berpusat di Cyprus, tempat kelahiran Syaikh Muhammad Nazim al-Haqqani dan khalifah beliau Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani dengan gigih telah berhasil mempunyai banyak cabang di Syria, Amerika Serikat (Michigan, Chicago dan California dan terdapat di 18 tempat lainnya), serta cabang-cabangnya di Kanada (Montreal, Toronto, Vancouver, dsb), Inggris (London dan Birmingham), Perancis, Spanyol (3 tempat), Swedia, Switzerland, Mesir, Jerusalem, Lebanon, Kenya, Jerman, Belanda, Italia, Argentina (4 tempat), Guadeloup, Australia, Pakistan, Sri Lanka, Mauritius dan Afrika Selatan, juga di Indonesia, Malaysia, Jepang (4 tempat), serta Brunei Darussalam. Karya-karya Syaikh Nazim, baik yang berbahasa Turki, Arab atau berbahasa Inggris, sebagian sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya, di seluruh Indonesia telah terdapat cabang-cabangnya, juga telah merambah ke manca negara termasuk Malaysia, Singapura and Brunei Darussalam. Ciri utama tarekat ini dzikir jahar dan dzikir khafi sebagaimana yang menjadi ciri utama kedua tarekat asalnya, telah menjadikan tarekat ini dinamis, lebih-lebih lagi TQN Suryalaya melalui Syaikh Mursyid K.H.A. Shohibulwafa Tajul ‘Arifin (Abah Anom) telah mendisain secara khusus kurikulum bagi rehabilitasi anak penyalahguna obat, bahan narkotika dan kenakalan remaja lainnya. Banyak pengunjung, mulai rakyat biasa hingga pejabat tinggi negara dan sarjana dari dalam negeri dan dari manca negara datang ke Suryalaya, untuk bertemu dengan Pangersa Abah Anom dan juga ada yang melakukan penelitian. TQN Suryalaya juga mempunyai pengikut di Amerika Serikat (Washington D.C.) dan di Inggris (London).
Cabang lainnya dari TQN di Jawa Tengah yaitu di Pondok Pesantren al-Futuhiyyah Mranggen, asuhan K.H. Lutfil Hakim bin Muslih bin ‘Abdurrahman dan di Jawa Timur, Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang yang sekarang diasuh oleh K.H. Dimyati Romly, anak cabangnya yang lain terdapat di Pondok Pesantren al-Fithrah, asuhan K.H. Asrori Usman.
0 Response to "Jenis-Jenis Tarekat"
Post a Comment