الزَّانِي لَا يَنكِحُ
إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا
زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini
melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang
mu`min. (QS. An-Nur :
3)
Lebih lanjut perbedaan pendapat itu
adalah sbb :
1.
Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama
Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa yang
dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang
pernah berzina. Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina
sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?
Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam
hal ini.
§
Dalam
hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz `hurrima` atau diharamkan di dalam ayat
itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).
§
Selain
itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus
yang khusus saat ayat itu diturunkan. Yaitu seorang yang bernama Mirtsad
Al-ghanawi yang menikahi wanita pezina.
§
Mereka
mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan
ayat lainnya yaitu :
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى
مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا
فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha
Mengetahui. (QS. An-Nur
: 32)
Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu
Bakar As-Shiddiq ra dan Umar bin Al-Khattab ra dan fuqaha umumnya. Mereka
membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah
berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.
Pendapat mereka ini dikuatkan dengan
hadits berikut :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW
pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat
untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya
nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR. Tabarany dan Daruquthuny).
Juga dengan hadits berikut ini :
Seseorang bertanya kepada Rasulullah
SAW,`Istriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`.
`Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR. Abu Daud dan An-Nasa`i)
أن النبي صلى الله عليه
و سلم قال : لا توطأ امرأة حتى تضع
Nabi SAW bersabda,"Janganlah
disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al-Hakim).
لا يحل لامرئ مسلم يؤمن
بالله واليوم الآخر أن يسقى ماءه زرع غيره
Nabi SAW bersabda,"Tidak halal bagi
seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan
airnya pada tanaman orang lain.
(HR. Abu Daud dan Tirmizy).
Lebih detail tentang halalnya menikahi
wanita yang pernah melakukan zina sebelumnya, simaklah pendapat para ulama
berikut ini :
a. Pendapat Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila
yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya
boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya,
maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
b. Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad
bin Hanbal
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal
mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang
hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa
'iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus
sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia
masih boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu'
Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi, jus XVI halaman 253.
c. Pendapat Imam Asy-Syafi'i
Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat
beliau adalah bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak
menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab
karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.
d. Undang-undang Perkawinan RI
Dalam Kompilasi Hukum Islam dengan
instruksi presiden RI no. 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, yang
pelaksanaannya diatur sesuai dengan keputusan Menteri Agama RI no. 154 tahun
1991 telah disebutkan hal-hal berikut :
1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dpat
dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang
disebut pada ayat (1) dpat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran
anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang
dikandung lahir.
Untuk lebih jelasnya, silahkan baca buku
: Kompilasi Hukum Islam halaman 92 .
2. Pendapat Yang Mengharamkan
Meski demkikian, memang ada juga
pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Paling tidak tercatat ada Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu
Mas`ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia
diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina
dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang
baik (bukan pezina).
Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan
bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu
juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah zahir
ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3).
Selain itu mereka juga berdalil dengan
hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong
dan tetap menjadikannya sebagai istri.
Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah
SAW bersbda,`Tidak akan masuk surga suami yang dayyuts`. (HR. Abu Daud)
3. Pendapat Pertengahan
Sedangkan pendapat yang pertengahan
adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah
dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka
menikah, maka nikahnya tidak syah.
Namun bila wanita itu sudah berhenti
dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila
mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar`i.
Nampaknya
pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena
seseroang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan
pasangan yang baik.
Lihat Juga Artikel lain dengan meng KLIK di bawah ini :
0 Response to "Hukum Menikahi Wanita Yang Pernah Berzina"
Post a Comment