Musibah dalam Tayangan dan Media Masa
Media yang mestinya berfungsi sebagai sumber informasi rupanya telah berubah menjadi penyebar virus. Media menjadi pemberi kontribusi terbesar terhadap gejolak birahi secara massal, tak pandang usia, status sosial maupun tingkat ekonomi. Orang yang ingin mendapatkan ‘sedikit’ manfaat darinya pun akhirnya harus ‘rela’ mentolelir iklan yang saru dan tabu misalnya.
Tidak tanggung-tanggung, 24 jam penuh tayangan TV dapat disaksikan. Tanpa menafikan adanya manfaat yang disuguhkan. Namun yang pasti kapanpun orang ingin melihat yang haram diapun dapat memilih channel-nya. Maka jika banyak generasi pemerkosa, atau banyaknya gadis yang hilang kehormatannya, mestinya para penanggung jawab acara-acara di TV itu turut bertanggung jawab.
Tak kalah noraknya dengan acara-acara di TV, koran dan tabloid-tabloid jalanan berkeliaran lengkap dengan wanita yang menjajakan kehormatannya. Di pinggir jalan, siapapun bisa memelototinya atau jika punya uang bisa membelinya.
Solusi Syar’i
Melihat begitu besarnya pengaruh pandangan mata, sementara setan-setan menebarkan sasaran di setiap sudut dan lokasi yang paling strategis, kesabaran untuk menahan pandangan lebih dituntut. Janganlah kita terlalu percaya diri mengumbar pandangan, atau meremehkan pandangan terhadap obyek yang haram lalu menyangka tak terjadi akibat apa-apa. Karena bertahan untuk tidak melihat yang haram betapapun beratnya, itu masih lebih ringan daripada membendung pengaruh setelah melihatnya. Untuk itulah di antara salaf berkata: ‘ash-shabru ‘ala ghadhil bashar aisar minash shabri ‘ala alamin ba’dahu’, bersabar untuk menahan pandangan lebih mudah dari pada bersabar atas akibat setelah melihatnya.”
Syari’at memberikan solusi dari tindak perzinahan dan pemerkosaan sampai ke akarnya, memotong jalan mulai dari start-nya. Allah berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya..” (an-Nuur: 30)
Dan firman-Nya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya..” (an-Nuur: 31)
Imam Al-Qurthubi menyebutkan di dalam tafsirnya: “(Kedua) ayat tersebut tidak menyebutkan menahan pandangan dari apa dan menjaga kemaluannya dari apa, karena otomatis telah dimaklumi, yakni menjaganya dari yang haram, bukan yang halal.”
Nabi . bersabda:
“Janganlah mengikuti pandangan (pertama) dengan pandangan yang kedua, karena bagimu (keringanan) untuk pandangan pertama, namun tidak untuk pandangan yang kedua.” (HR Ahmad, diriwayatkan juga oleh Muslim dan At-Tirmidzi dengan redaksi yang hampir sama)
Pandangan pertama yang dimaksud adalah pandangan yang tidak disengaja mengarahkannya. Nabi pernah ditanya tentang pandangan tiba-tiba yang tidak disengaja beliau perintahkan untuk memalingkan pandangannya. Termasuk di sini laki-laki memandang wanita yang bukan istri dan bukan pula mahramnya. Karena Nabi pernah memalingkan wajah seorang sahabat yang ketahuan melihat seorang wanita, meskipun wanita tersebut berbusana lengkap. Lantas bagaimana halnya dengan memandang wanita yang telanjang atau nyaris telanjang?
Di samping menahan pandangan, mencegah kemungkaran adalah kewajiban mendesak yang harus segera kita tunaikan dalam urusan ini. Bagaimana kita hendak menahan pandangan sementara kita biarkan setan-setan membuka paksa mata kita dan membanjirinya dengan berjubel pemandangan yang haram?
Nabi bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim)
0 Response to "Turunnya Suatu Musibah "
Post a Comment