Ketika kaum Muslim baru saja kembali dari suatu peperangan yang melelahkan, sebagai kepala negara, Khalifah Umar bin Khatab menyampaikan pidato kenegaraan sebagai laporan kemenangan gemilang yang baru saja diraih oleh pasukannya. Namun, ketika selesai mengucapkan kalimah hamdalah dan salawat, diiringi dengan kata-kata, ''Wahai manusia, dengarkan dan dan taatilah!'' itu tiba-tiba seorang di antara yang hadir langsung berdiri dan menginterupsi, ''Hari ini kami tidak akan mendengar dan menaatimu wahai Ibn Khattab!'' kata orang itu.
Khalifah tertegun dan keheranan, sambil berkata, ''Ada apa?'' Laki-laki itu melanjutkan, ''Anda telah membagi-bagi ganimah [rampasan] kepada kami. Kami masing-masing mendapatkan jatah sehelai kain. Kami lihat Anda hari ini memakai baju baru. Dari mana Anda peroleh jatah kain lainnya?''
Khalifah Umar kemudian menyuruh anaknya menjawab. ''Wahai Abdullah bin Umar, bangun dan jawablah pertanyaannya.'' Abdullah bin Umar kemudian berdiri dan berkata, ''Ya. Aku lihat baju ayahku tidak cukup dengan kain yang dibagikan, lalu bagianku aku berikan kepadanya agar cukup untuk sebuah jubah, karena jubahnya yang ada telalu banyak tambalan.''
Mendengar itu, laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya lalu berkata, ''Sekarang kami akan mendengar dan menaatimu wahai Khalifah. Silakan lanjutkan pidatomu!''
Untuk ukuran zaman sekarang, para pendukung seorang pemimpin pasti tersinggung dan bereaksi keras bila orang berulah sebagaimana laki-laki itu. Apalagi, orang itu bersikap taksopan --dalam anggapan umum saat ini-- di hadapan seorang kepala negara dan berani melontarkan tuduhan atau dugaan yang tidak benar di depan publik. Tindakan itu bahkan bisa dianggap merongrong dan merusak nama baik sang pemimpin. Oleh karena itu, tak jarang para pendukung tokoh itu melakukan segala cara untuk membungkam suara-suara seperti itu demi menyelamatkan pemimpin yang didukungnya.
Bandingkan dengan sikap Khalifah Umar yang tidak tersinggung sedikitpun itu. Beliau menyadari bahwa rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan kritik sesuai dengan janjinya ketika dinobatkan sebagai Khalifah. ''Siapa yang melihat aku tak beres, silakan tegur dan luruskan aku.'' Saat itu seorang laki-laki bangkit dari duduknya dan berkata, ''Ya. Kami akan menegurmu dengan mata pedang kami.'' Umar tidak kaget, terlebih lagi karena ia merasa tidak melakukan sesuatu apa pun seperti yang dituduhkan.
Beliau dengan serius mendengar suara mereka, kemudian segera memberikan jawaban dengan bukti-bukti nyata yang meyakinkan umat. Namun, bukan sebaliknya, Ia malah mengecam dan mengancam. Wallahu a'lam. (Muhammad Abbas Aula)
Khalifah tertegun dan keheranan, sambil berkata, ''Ada apa?'' Laki-laki itu melanjutkan, ''Anda telah membagi-bagi ganimah [rampasan] kepada kami. Kami masing-masing mendapatkan jatah sehelai kain. Kami lihat Anda hari ini memakai baju baru. Dari mana Anda peroleh jatah kain lainnya?''
Khalifah Umar kemudian menyuruh anaknya menjawab. ''Wahai Abdullah bin Umar, bangun dan jawablah pertanyaannya.'' Abdullah bin Umar kemudian berdiri dan berkata, ''Ya. Aku lihat baju ayahku tidak cukup dengan kain yang dibagikan, lalu bagianku aku berikan kepadanya agar cukup untuk sebuah jubah, karena jubahnya yang ada telalu banyak tambalan.''
Mendengar itu, laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya lalu berkata, ''Sekarang kami akan mendengar dan menaatimu wahai Khalifah. Silakan lanjutkan pidatomu!''
Untuk ukuran zaman sekarang, para pendukung seorang pemimpin pasti tersinggung dan bereaksi keras bila orang berulah sebagaimana laki-laki itu. Apalagi, orang itu bersikap taksopan --dalam anggapan umum saat ini-- di hadapan seorang kepala negara dan berani melontarkan tuduhan atau dugaan yang tidak benar di depan publik. Tindakan itu bahkan bisa dianggap merongrong dan merusak nama baik sang pemimpin. Oleh karena itu, tak jarang para pendukung tokoh itu melakukan segala cara untuk membungkam suara-suara seperti itu demi menyelamatkan pemimpin yang didukungnya.
Bandingkan dengan sikap Khalifah Umar yang tidak tersinggung sedikitpun itu. Beliau menyadari bahwa rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan kritik sesuai dengan janjinya ketika dinobatkan sebagai Khalifah. ''Siapa yang melihat aku tak beres, silakan tegur dan luruskan aku.'' Saat itu seorang laki-laki bangkit dari duduknya dan berkata, ''Ya. Kami akan menegurmu dengan mata pedang kami.'' Umar tidak kaget, terlebih lagi karena ia merasa tidak melakukan sesuatu apa pun seperti yang dituduhkan.
Beliau dengan serius mendengar suara mereka, kemudian segera memberikan jawaban dengan bukti-bukti nyata yang meyakinkan umat. Namun, bukan sebaliknya, Ia malah mengecam dan mengancam. Wallahu a'lam. (Muhammad Abbas Aula)
0 Response to "Menjawab Kritik "
Post a Comment