Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari-Muslim dari Anas, Rasulullah SAW bersabda, ''Tidak boleh seseorang mengharap-harapkan kematian karena kesulitan hidup yang dihadapinya. Dan jika tidak tahan menghadapi kesulitan itu, maka hendaknya ia berkata, 'Ya Allah, hidupkan aku jika hidup itu lebih baik bagiku, dan matikan aku jika kematian itu lebih baik bagiku'.''
Sebagaimana telah sama-sama kita sadari bahwa kematian itu adalah sesuatu yang bersifat pasti dan tetap, tidak bisa dimajukan dan tidak pula bisa dimundurkan, walau hanya sesaat. Karena itu orang-orang yang beriman tidak boleh takut menghadapi kematian atau sebaliknya tidak boleh terlalu mengharapkannya, apalagi hanya karena menghadapi kesulitan dan beban hidup. Allah SWT berfirman dalam QS Al A'raaf 34, ''Tiap-tiap umat ada ajalnya. Apabila datang ajal mereka, maka tidak dapat mengundurkannya walaupun sesaat, dan tidak dapat pula memajukannya.''
Banyak yang berkeyakinan bahwa kesulitan hidup yang berat harus diakhiri dengan kematian, karena kematian dianggap akan mampu mengakhiri penderitaan itu. Padahal, kematian bisa jadi merupakan awal dari kesulitan yang sesungguhnya, karena setiap manusia harus mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang telah dilakukannya di dunia ini.
Allah SWT berfirman dalam QS Azzalzalah 7-8, ''Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zharrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zharrah pun niscaya dia akan melihat balasannya pula.''
Kesulitan dan penderitaan sesungguhnya merupakan pakaian dari kehidupan yang akan selalu melekat pada setiap manusia, sama halnya dengan kemudahan dan kesenangan. Jika seseorang sabar di dalam menghadapi penderitaannya, tetap tegar dan istiqomah di dalam melakukan ikhtiar dan amal saleh, selalu mengembalikan persoalan pada Allah SWT dengan banyak bersujud dan berdoa, maka akhir dari penderitaan dan kesulitan itu adalah kebaikan dan kemudahan. Allah SWT berfirman dalam QS Alam Nasyrah 5-6, ''Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.''
Dalam hadis di atas Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa berpikir positif, optimistik, dan memohon yang terbaik dari setiap persoalan yang dihadapi dan dari kehidupan serta kematian. Hidup yang penuh dengan kebaikan dan kematian yang diakhiri dengan kebaikan itulah yang disebut dengan khusnul khotimah, dan itu pula yang harus menjadi sikap dan pandangan hidup setiap orang yang beriman. Putus asa dan frustrasi tidak ada dalam kamus kehidupannya. Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf 87, ''... dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan orang-orang yang kafir.'' Wallahu a'lam bis-shawab. (KH Didin Hafidhuddin)
Sebagaimana telah sama-sama kita sadari bahwa kematian itu adalah sesuatu yang bersifat pasti dan tetap, tidak bisa dimajukan dan tidak pula bisa dimundurkan, walau hanya sesaat. Karena itu orang-orang yang beriman tidak boleh takut menghadapi kematian atau sebaliknya tidak boleh terlalu mengharapkannya, apalagi hanya karena menghadapi kesulitan dan beban hidup. Allah SWT berfirman dalam QS Al A'raaf 34, ''Tiap-tiap umat ada ajalnya. Apabila datang ajal mereka, maka tidak dapat mengundurkannya walaupun sesaat, dan tidak dapat pula memajukannya.''
Banyak yang berkeyakinan bahwa kesulitan hidup yang berat harus diakhiri dengan kematian, karena kematian dianggap akan mampu mengakhiri penderitaan itu. Padahal, kematian bisa jadi merupakan awal dari kesulitan yang sesungguhnya, karena setiap manusia harus mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang telah dilakukannya di dunia ini.
Allah SWT berfirman dalam QS Azzalzalah 7-8, ''Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zharrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zharrah pun niscaya dia akan melihat balasannya pula.''
Kesulitan dan penderitaan sesungguhnya merupakan pakaian dari kehidupan yang akan selalu melekat pada setiap manusia, sama halnya dengan kemudahan dan kesenangan. Jika seseorang sabar di dalam menghadapi penderitaannya, tetap tegar dan istiqomah di dalam melakukan ikhtiar dan amal saleh, selalu mengembalikan persoalan pada Allah SWT dengan banyak bersujud dan berdoa, maka akhir dari penderitaan dan kesulitan itu adalah kebaikan dan kemudahan. Allah SWT berfirman dalam QS Alam Nasyrah 5-6, ''Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.''
Dalam hadis di atas Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa berpikir positif, optimistik, dan memohon yang terbaik dari setiap persoalan yang dihadapi dan dari kehidupan serta kematian. Hidup yang penuh dengan kebaikan dan kematian yang diakhiri dengan kebaikan itulah yang disebut dengan khusnul khotimah, dan itu pula yang harus menjadi sikap dan pandangan hidup setiap orang yang beriman. Putus asa dan frustrasi tidak ada dalam kamus kehidupannya. Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf 87, ''... dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan orang-orang yang kafir.'' Wallahu a'lam bis-shawab. (KH Didin Hafidhuddin)
0 Response to "Mengharapkan yang Terbaik "
Post a Comment