oleh : KH Abdullah Gymnastiar
Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad waala aalihi washaabihii ajmai'iin,
Semoga Allah Yang Maha Agung, mengaruniakan kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan, karena orang yang diuji dengan kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan mereka yang diuji dengan kesuksesan. Banyak orang yang tahan menghadapi kesulitan, tapi sedikit orang yang tahan ketika menghadapi kemudahan dan kelapangan.
Ada orang yang bersabar ketika tidak mempunyai harta, tapi banyak orang yang hilang kesabaran ketika hartanya melimpah. Ternyata, harta, pangkat, dan gelar yang seringkali dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan, dalam prakteknya malah sering membuat orang tergelincir dalam kesesatan dan kekeliruan. Lantas, apakah sebenarnya makna dari sebuah kesuksesan? Setiap orang bisa jadi memiliki paradigma yang berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan sebagai sebuah keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan. Pada dasarnya, dalam dimensi yang lebih luas, sukses adalah milik semua orang. Tetapi persoalan yang sering terjadi adalah bahwa tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu.
Dalam paradigma Islam, kesuksesan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawi, namun juga ukhrowi. Untuk itu kita butuh suatu sistem atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk dapat meraih sukses di dunia sekaligus di akhirat. Satu hal yang sejak awal harus direnungi bahwa sukses dunia jangan sampai menutup peluang kita untuk meraih sukses akhirat. Justru sukses hakiki adalah saat kita berjumpa dengan Allah nanti. Apalah artinya di dunia dipuji habis-habisan, segala kedudukan digenggam, harta bertumpuk-tumpuk, namun ternyata semua itu tidak ada harganya secuil pun di sisi Allah.
Orang yang sukses sebenarnya adalah orang yang berhasil mengenal Allah, berani taat kepada Allah, dan berhasil menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang sukses sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha membersihkan hati. Di sisi lain dia terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan pengabdian terbaik, di mana hal itu akan terlihat dari keikhlasan dan kemuliaan akhlaknya. Sukses akhirat akan kita raih ketika sukses dunia yang didapatkan tidak berbenturan dengan rambu-rambu larangan Allah. Betapa bernilai ketika sukses duniawi diperoleh seiring ketaatan kita kepada Allah SWT.
Oleh karena itu jangan pernah merasa sukses saat mendapatkan sesuatu. Kesuksesan kita adalah ketika kita mampu mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini untuk kemaslahatan manusia. Itulah rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Itulah Islam. Begitu pula bila kita menyangka bahwa sukses itu jika kita telah memiliki rumah yang megah dan harta yang banyak. Sementara itu, melihat orang yang tinggal di rumah kontrakan kita anggap sebagai tanda kegagalan. Walhasil, kita justru pontang-panting sekedar untuk memenuhi itu semua. Bahkan bisa jadi untuk mendapatkan itu akhlak sama sekali tidak kita perhatian. Na'udzubillahi min dzalik.
Sebenarnya, siapa pun bisa menjadi orang mulia dan sukses, tak peduli ia seorang pembantu rumah tangga, guru, tukang sayur, atau pejabat pemerintah. Selama orang itu bekerja dengan baik dan benar, taat beribadah, dan akhlaknya mulia, dia bisa menjadi orang sukses. Bisa jadi orang yang sukses itu hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Saat bekerja ia melakukannya sepenuh hati. Ia bekerja dengan baik. Dalam pekerjaannya itu ia jaga shalatnya, tidak berkata dusta, dan ia benar-benar menjaga ketakutannya terhadap majikan. Sebaliknya ada juga majikan yang kasar, ketus, dan juga kaya, namun kekayaaannya itu sendiri didapatkan dengan cara yang tidak halal. Bukankah lebih mulia pembantu daripada majikan yang seperti itu.
Begitupun yang sukses bisa jadi hanya berprofesi sebagai guru SD. Ia tak begitu dikenal. Ke sekolah pun terkadang dengan berjalan kaki, tetapi dengan tulus ia tetap menjalani profesinya. Bisa jadi ia lebih mulia daripada rektor yang jarang mengenal sujud di hadapan Allah. Sebab apalah arti jabatan rektor tersebut atau gelar profesornya bila tidak memiliki kemampuan mengenal Tuhannya sendiri. Atau mungkin seorang pedagang sayur. Dia jujur dan tidak pernah mengurangi timbangan. Untungnya juga tidak terlalu banyak. Tetapi ia tetap mulia dalam pandangan Allah. Dibanding pengusaha besar yang sudah licik, suka menyuap, juga serakah. Maka, demi Allah! Kedua-duanya akan sampai kepada kematian. Adapun yang mulia di hadapan-Nya tetap orang yang jujur. Maka berhati-hatilah, bukan gelar yang membuat baik seseorang.
Bukan jabatan yang membuat seseorang terlihat baik. Itu semua hanyalah "topeng". Semuanya tak ada apa-apanya kalau pribadinya sendiri tak berkualitas. Oleh karena itu, pantang kita hormat kepada orang yang tidak menjadikan kemuliaannya untuk taat kepada Allah. Entah itu jabatannya sebagai Direktur Utama sebuah perusahaan, entah ia berpangkat sebagai jenderal, menteri, wakil rakyat, bahkan presiden sekalipun, kalau ia menjadikan pengaruhnya untuk berbuat tidak adil dan berakhlak buruk.
Dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujuraat ayat 13 dijelaskan, bahwa: "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu". Jadi, yang paling mulia bukanlah orang yang paling banyak gelarnya atau orang yang paling kaya dan dianggap paling sukses. Orang mulia dan sukses adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Lalu dia taat pada-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Wallahu'alam bish shawab.
0 Response to "Menggali Makna Kesuksesan"
Post a Comment