Pegadaian Masa Perjuangan Kemerdekaan

PEGADAIAN PADA MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN 

Pada masa awal pemerintahan RI yang terbentuk pada bulan Agustus 1945, Mr. Saubari yang pada waktu itu menerima jabatan Kepala Jawatan Pegadaian dari Ohno-San, tidak lama kemudian diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. Mr. Prajitno Soedono yang menjadi Wakil Kepala Jawatan juga ikut direkrut Departemen Keuangan. Jabatan Kepala Jawatan Pegadaian kemudian diserahkan kepada R.Hendarsin Tjokrosoedirdjo.
Pendaratan tentara Sekutu (Inggris) yang dibonceng oleh tentara Belanda menimbulkan kemarahan para patriot kemerdekaan. Mereka tidak ingin Republik hasil perjuangan dirampas lagi oleh penjajah. Pertempuran-pertempuran heroik berkobar dimana-mana, baik dipelosok maupun dikota-kota termasuk Jakarta.
Karena keamanan sudah sangat rentan. Para pemimpin dan pegawai ke Karanganyar Pegadaian R. Hendarsin Tjokrosoedirjo ketika itu mengungsi ke Karanganyar – Kebumen.
Kobaran api pertempuran di Jakarta dan daerah lain semakin memanas,hal ini mengakibatkan koordinasi Kantor Jawatan Pegadaian Pusat dan daerah tidak lancar. Oleh karena itu pada tanggal 13 Januari 1946 Kantor Pusat hijrah ke Kebumen menyusul kepindahan R. Hendarsin Tjokrosoedirdjo. Sementara itu Pemerintah Pusat RI sudah lebih dahulu hijrah ke Yogyakarta.
Perjanjian Linggarjati baru berjalan beberapa bulan kira-kira bulan Februari tahun 1947 pemerintahan NICA ternyata melanggar perjanjian Linggarjati. Mereka terus melakukan agresi militer menyerbu dan menduduki daerah-daerah lain di Indonesia dan mengambil Kantor-kantor Pegadaian yang ada dan mengubahnya menjadi Pegadaian Federal. Dalam situasi seperti ini maka pada tanggal 27 April 1947 Kantor Pusat Pegadaian hijrah lagi dari Kebumen ke Magelang dengan maksud mendekati Kementerian Keuangan yang berkedudukan di Magelang. Dua bulan berikutnya, yaitu tanggal 21 Juni 1947, Kantor Pusat Pegadaian kembali ke Magelang setelah mengungsi selama tiga bulan di Salaman.
Pada saat itu Kantor Pusat Jawatan Pegadaian di Magelang terpaksa ditinggalkan oleh para pengurusnya, mengungsi ke pedalaman di kaki  gunung Sumbing sebelah barat Kali Progo. Keadaan kantor-kantor Pegadaian sudah tidak terurus. Kantor cadang Pegadaian yang luput dari penyerbuan Belanda sengaja di bumi hanguskan oleh pengurusnya, kemudian ditinggalkan mengungsi ke pedalaman sambil menyelamatkan barang-barang jaminan milik nasabah.
Demikian pula para Inspektur dan Kontrolir juga mengungsi berpindah-pindah, mencari tempat-tempat pengungsian tersebut mereka berusah untuk mengadakan koordinasi.
Serangan umum 1 Maret 1949 oleh tentara RI di Yogyakarta serta perang gerilya oleh Tentara Pelajar di Surakarta dan daerah-daerah lainnya sungguh merepotkan pemerintah Belanda. Pada tanggal 7 Mei 1949 dilakukan perundingan Roem-Royem. Perundingan ini kemudian melahirkan Republik Indonesia Serikat (RIS). Atas desakan berbagai pihak akhirnya dilakukan genjatan senjata yaitu di Jawa tanggal 14 Agustus 1949 dan diluar Jawa pada tanggal 16 Agustus 1947.
Pemerintah RI dipulihkan kembali di Yogyakarta pada bulan Juni 1949. Dengan pemulihan itu para pemimpin Pegadaian kembali dari pengungsian dan membuka Kantor Pusat di Yogyakarta, sekantor dengan kementerian keuangan RI.
Selanjutnya, pada tanggal 27 Desember 1949 terjadi penyerahan kedaulatan dari tangan pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia Serikat. Dengan penyerahan kedaulatan ini, maka Jawatan Pegadaian RIS. Penyatuan ini dilakukan berdasarkan keputusan Menteri keuangan RIS No. 1853/ K. tanggal 31 januari 1950. Dengan surat Keputusan Kementerian Keuangan RIS, Bapak Ahmad ditunjuk sebagai pejabat Kepala Jawatan RIS. Selanjutnya Kantor Pusat Pegadaian hijrah lagi dari Yogyakarta kembali ke Jl. Kramat Raya 162 Jakarta.
Setelah pimpinan Pegadaian Federal diserahkan dari Drs. W. de Nijsbik kepada Bapak Ahmad, kemudian diselenggarakan konferensi  Inspektur seluruh Indonesia. Dalam konferensi itu ditetapkan bahwa pimpinan Daerah inspeksi harus segera melaksanakan pengambilalihan Pegadaian secara menyeluruh dari tangan pejabat Belanda kepada jawatan Pegadaian RIS. Petinggi Belanda selanjutnya didudukkan sebagai penasehat.
Mengingat bahwa kondisi Pegadaian baik yang sebelumnya berada ditangan federal maupun RI masih belum tertata dengan baik, maka peserta konferensi diminta untuk mengoperasikan kembali bangunan-bangunan pegadaian yang bias dimanfaatkan. Demi pengabdian kepada masyarakat rumah dinas atau gudang barang jaminan sebagai kantor, karena bangunan utamanya habis terbakar atau hancur tinggal puing.

Subscribe to receive free email updates: