a. Ibnu Taimiyyah (661-728 H / 1263-1328 M)
Ibnu Taimiyyah hidup semasa Daulah
abbasiyah II yang berkedudukan di Kairo mulai dari Khalifah Al-Hakim I (660 H /
1262 M) sampai khalifah Al-Mustakfi I (701 H / 1302 M).Ibnu Taimiyyah
mendiskusikan norma-norma Islami untuk perilaku ekonomi individual dan lebih
banyak memberikan perhatian kepada masalah-masalah kemasyarakatan seperti
perjanjian dan upaya mentaatinya, harga-harga, pengawasan pasar dan lain
sebagainya.
Masyarakat pada masa Ibnu Taimiyyah
beranggapan bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan
tindakan melanggar hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai akibat
manipulasi pasar.Anggapan ini dibantah oleh Ibnu Taimiyyah dengan tegas.Beliau
cenderung mendukung ilmu ekonomi positif dimana harga ditentukan berdasarkan
permintaan dan penawaran.
Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa naik
dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari
sebagian orang yang terlibat transaksi, tapi bisa jadi penyebabnya adalah
supply yang menurun akibat produksi yang tidak efisien, penurunan jumlah impor
barang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan
terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun maka harga barang
tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya barang
mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin tindakan yang tidak
adil.
Penawaran bisa datang dari produksi
domestik dan impor.Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan
atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat
ditentukan oleh selera dan pendapatan.Besar kecilnya kenaikan harga bergantung
pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan.Bila seluruh transaksi
sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah
SWT.
Dibedakan pula
dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaa n, yaitu tekanan
pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya
penimbunan. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran antara lain
adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan ataupun melimpahnya
barang, kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai.
Permintaan
terhadap barang acapkali berubah.Perubahan tersebut bergantung pada jumlah
penawaran, jumlah orang yang menginginkannya, kuat-lemahnya dan besar-kecilnya
kebutuhan seseorang terhadap barang tersebut. Bila penafsiran ini benar, Ibnu
Taimiyyah telah mengasosiasikan harga tinggi dengan intensitas kebutuhan
sebagaimana kepentingan relatif barang terhadap total kebutuhan pembeli. Bila
kebutuhan kuat dan besar, harga akan naik.demikian pula sebaliknya.
Menarik untuk dicatat bahwa tampaknya
Ibnu Taimiyyah mendukung kebebasan untuk keluar-masuk pasar.Beliau juga
mengkritik adanya kolusi antara pembeli dan penjual, menyokong homogenitas dan
standarisasi produk dan melarang pemalsuan produk serta penipuan pengemasan
produk yang dijual.
Selain itu, Ibnu Taimiyyah menentang
peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk
menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetap meperhatikan pasar yang tidak
sempurna, ia merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan
menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga normal padahal
orang-orang membutuhkan barang-barang ini, maka para penjual diharuskan
menjualnya pada tingkat harga ekuivalen dan secara kebetulan konsep ini
bersamaan artinya dengan apa yang disebut sebagai harga yang adil. Selanjutnya,
bila ada elemen-elemen monopoli (khususnya dalam pasar bahan makanan dan
kebutuhan pokok lainnya), pemerintah harus turun tangan melarang kekuatan
monopoli.
b. Ibnu Khaldun (732-808 h / 1332-1404 M)
Ibnu Khaldun
hidup pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mustakfi sampai Khalifah
Al-Musta’in.Pemikirannya dituangkan dalam kitabnya yang berjudul Muqaddimah.Dalam
bukunya tersebut, Ibnu Khaldun menjelaskan mekanisme permintaan dan penawaran
dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci ia menjabarkan pengaruh
persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan.
Selanjutnya ia menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya produksi karena
pajak dan pungutan-pungutan lain pada sisi penawaran tersebut. Ia mengatakan
bahwa bea cukai biasa dan bea cukai lainnya dipungut atas bahan makanan di
pasar-pasar dan di pintu-pintu kota demi raja, dan para pengumpul pajak menarik
keuntungan dari transaksi bisnis untuk kepentingan mereka sendiri. Karenanya,
harga dikota lebih tinggi daripada di padang pasir.
Pada bagian lain bukunya, Ibnu Khaldun
menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga.Ia mengatakan
bahwa ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga dari barang
tersebut akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan
perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang
akan berlimpah sehingga harga-harga pun akan turun.
Ketika menyinggung masalah laba, Ibnu
Khaldun menyatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya
perdagangan. Sebaliknya, keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan
dikarenakan pedagang kehilangan motivasi. Demikian pula dengan sebab yang
berbeda, keuntungan yang sangat tinggi akan melesukan perdagangan karena
permintaan konsumen akan melemah.
Dari uraian diatas yang menjadi titik
pentingnya adalah bahwa regulasi pasar dalam Islam adalah dimaksudkan agar
terjaganya hak dari semua pihak, baik pembeli maupun penjual. Untuk itu perlu
ditekankan disini bahwa aspek utama dalam ekonomi Islam termasuk dalam sistem
pasar adalah aspek moralitas. Beberapa aspek itu menyangkut persoalan
integritas, akuntabilitas, dan profesionalitas bila diterapkan dalam
pelaksanaan sistem modern saat ini.
Yang tak kalah penting dari persoalan
regulasi adalah komitmen Islam dalam menegakkan aturan-aturan itu dengan
memberlakukan institusi hisbah, yang memiliki tanggungjawab dan wewenang dalam
pengawasan pasar, bahkan lembaga hisbah atau wilayatul hisbah dapat berlaku
pada persoalan-persoalan lain yang lebih universal, seperti kesejahteraan,
terpenuhinya fasilitas umum dan terjaganya hukum.
0 Response to "Dinasti Abasiyyah II"
Post a Comment