Kisah Ketika Abu Thalib Wafat

Abu Thâlib wafat (Paman Nabi Muhammad SAW)

Sakit yang dialami oleh Abu Thâlib semakin payah, maka tak lama dari itu dia menemui ajalnya, yaitu pada bulan Rajab tahun 16 H dari kenabian setelah enam bulan keluar dari syi’b nya. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa dia wafat pada bulan Ramadhan, tiga hari sebelum Khadijah radhiallaahu 'anha wafat.

Dalam kitab ash-Shahîh dari (Sa’id) bin al-Musayyib disebutkan bahwa ketika Abu Thâlib dalam keadaan sekarat, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam mengunjunginya sementara disisinya sudah berada Abu Jahl. Beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam bertutur kepadanya: “wahai pamandaku! Katakanlah: Lâ ilâha illallâh, kalimat ini akan aku jadikan hujjah untukmu di sisi Allah”.

Namun Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah memotong: “wahai Abu Thâlib! Sudah bencikah engkau terhadap agama ‘Abdul Muththalib?. Keduanya terus mendesaknya demikian, hingga kalimat terakhir yang diucapkannya kepada mereka adalah “aku masih tetap dalam agama ‘Abdul Muththalib”.

Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam berkata: “aku akan memintakan ampunan untukmu selama aku tidak dilarang melakukannya”, tetapi kemudian turunlah ayat: Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam. (Q,.s. 9/at-Taubah:113).

Demikian pula, turun ayat: “sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi…”. (Q,.s.28/al-Qashash: 56).

Kiranya, tidak perlu dijelaskan betapa pengorbanan dan perlindungan yang diberikan oleh Abu Thâlib. Dia adalah benteng, tempat berlindungnya dakwah islamiyah dari serangan para pembesar dan begundal Quraisy, akan tetapi sayang, dia tetap memilih agama nenek moyangnya sehingga sama sekali tidak membawanya meraih kemenangan.

Dalam kitab ash-Shahîh dari al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, dia berkata kepada Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam : “apakah engkau tidak mempedulikan pamanmu lagi, padahal dialah yang melindungimu dan berkorban untukmu?”. Beliau bersabda: “dia berada di neraka yang paling ringan, andaikata bukan karenaku (karena sikapnya melindungi beliau-red) niscaya dia sudah berada di neraka yang paling bawah”.

Dari Abi Sa’îd al-Khudriy bahwasanya dia mendengar Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: “semoga saja syafa’atku bermanfa’at baginya pada hari kiamat, lalu dia ditempatkan di neraka paling ringan yang (ketinggiannya) mencapai dua mata kaki (saja)”. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa ketika beliau mengucapkan itu, pamannya berada disisinya.

Khadijah berpulang ke rahmatullah

Setelah dua bulan atau tiga bulan dari wafatnya, Abu Thâlib, Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra radhiallaahu 'anha pun wafat. Tepatnya, pada bulan Ramadhan tahun 10 H dari kenabian dalam usia 65 tahun sedangkan Rasulullah ketika itu berusia 50 tahun.

Sosok Khadijah merupakan nikmat Allah yang paling agung bagi Rasulullah. Selama seperempat abad hidup bersamanya, dia senantiasa menghibur disaat beliau cemas, memberikan dorongan di saat-saat paling kritis, menyokong penyampaian risalahnya, ikut serta bersama beliau dalam rintangan yang menghadang jihad dan selalu membela beliau baik dengan jiwa maupun hartanya.

Untuk mengenang itu, Rasulullah bertutur:”dia telah beriman kepadaku saat manusia tidak ada yang beriman, dia membenarkanku di saat manusia mendustakan, dia memodaliku dengan hartanya di saat manusia tidak menahannya, Allah mengkaruniaiku anak darinya sementara Dia Ta’ala tidak memberikannya dari isteri yang lainnya”.

Di dalam kitab ash-Shahîh dari Abu Hurairah, dia berkata: “Jibril 'alaihissalâm mendatangi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam sembari berkata: ‘wahai Rasulullah! inilah Khadijah, dia telah datang dengan membawa lauk-pauk, makanan atau minuman; bila dia nanti mendatangimu, maka sampaikan salam Rabbnya kepadanya serta beritakan kepadanya kabar gembira perihal rumah untuknya di surga yang terbuat dari bambu yang tidak ada kebisingan dan juga menguras tenaga di dalamnya.

Kesedihan datang silih berganti

Dua peristiwa sedih tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif berdekatan, sehingga perasaan sedih dan pilu menyayat-nyayat hati Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Kemudian, cobaan demi cobaan terus datang secara beruntun pula dari kaumnya. Sepeninggal Abu Thâlib, nampaknya mereka semakin berani terhadap beliau, mereka dengan terang-terangan menyiksa dan menyakiti beliau. Lengkap sudah, kesedihan yang dialaminya halmana membuat beliau hampir putus asa untuk mendakwahi mereka. Karenanya, beliau pergi menuju kota Thâ-if dengan harapan penduduknya mau menerima dakwah beliau, melindungi dan menolong beliau melawan perlakuan kaumnya namun beliau sama sekali tidak melihat ada seroangpun yang mau melindungi dan menolong. Bahkan sebaliknya, mereka menyiksa dan memperlakukannya dengan yang lebih sadis dari apa yang dilakukan oleh kaumnya sendiri.

Siksaan yang begitu keras tidak saja dialami Nabi, tetapi para shahabatnyapun ikut mendapatkan jatah. Hal ini membuat teman akrab beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallaahu 'anhu berhijrah dari Mekkah. Manakala dia sudah mencapai suatu tempat yang bernama Bark al-Ghumâd dengan tujuan utama ke arah Habasyah, Ibnu ad-Daghinnahnya mengajaknya pulang dan memberinya suaka.

Ibnu Ishâq berkata: “ketika Abu Thâlib wafat, kaum Quraisy menyiksa Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dengan siksaan yang semasa hidupnya tidak berani mereka lakukan. Lebih dari itu, salah seorang begundal Quraisy menghalangi jalan beliau, lalu menaburi debu ke arah kepala beliau. Tatkala beliau masuk rumah dalam kondisi demikian, salah seorang anak perempuan beliau menyongsongnya dan membersihkan debu tersebut sembari menangis. Beliau berkata kepadanya: “jangan menangis duhai anakku! Sesungguhnya Allah lah Yang akan menolong ayahandamu”.

Ibnu Ishâq melanjutkan: “beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam selalu berkata bila mengingat hal itu: ‘Tidak pernah aku mendapatkan suatu perlakuan yang tidak aku sukai dari Quraisy hingga Abu Thâlib wafat’ ”.  Dikarenakan beruntunnya kesedihan demi kesedihan pada tahun ini, maka disebutlah dengan “Tahun Kesedihan”, sehingga sebutan ini lebih dikenal di dalam buku-buku Sirah dan Tarikh.

Menikah dengan Saudah -radhiallaahu 'anha. Rasulullah menikah dengan Saudah binti Zam’ah pada bulan Syawwal tahun 10 kenabian -yakni di tahun ini juga. Saudah termasuk wanita yang masuk Islam lebih dahulu, ikut serta dalam hijrah yang kedua ke Habasyah. Suaminya terdahulu bernama as-Sakrân bin ‘Amru yang juga masuk Islam dan berhijrah bersamanya serta wafat di negeri Habasyah. Ada riwayat yang menyebutkan dia wafat sepulangnya ke Mekkah.

Ketika dia sudah melewati masa ‘iddah, barulah Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam melamar dan menikahinya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi oleh beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam sepeninggal Khadijah, lalu setelah beberapa tahun berselang dia menghadiahkan “giliran” nya kepada ‘Aisyah radhiallaahu 'anha


Lihat Juga Artikel lain dengan meng KLIK di bawah ini :

Kisah Seorang Muallaf

Berikut ini adalah sebuah kisah yang sangat mengharukan, 

Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”

Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.

Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.

Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.

http://dinulislami.blogspot.com/Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang 'disulap' menjadi tempat ibadah (Gereja,red).

Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.

Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.

Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu.

Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja.
Martono heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa. Pah hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”

Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.
Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”

“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono. “Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.

Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.

Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup Adzan maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhirnya.

Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.” Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.

Sepeninggal Rio
Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.” Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah. Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?” “Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.

Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”

Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.

Satu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.

“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.” Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.

Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.

Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.

“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono. “Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih. Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.

Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba Adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.

Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.

Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.

Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.

Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”

Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam.
Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.


Sekian Kisah kali ini, semoga dapat lebih meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT. Amin.

Fungsi Hati Manusia

Hati dalam bahasa Arab disebut “Qalbun” berasal dari kata qalaba yaqlibu yang memiliki arti membalikkan, memalingkan, menjadikan yang diatas ke bawah, yang di dalam keluar, merubah. Dalam kitab al-Durr al-Manstsur disebutkan bahwa 

انما سمي القلب قلبا لتقلبه . 

artinya:” Hati dinamai qalb tiada lain karena hati selalu berubah-ubah”. 

Hati memiliki dua makna yaitu, pertama: sesuatu yang kongkrit dapat dilihat dia berbentuk seperti buah sanubari, hati dalam pengertian ini bukan hanya dimiliki oleh manusia tetapi juga dimiliki oleh hewan lainnya. Kedua: Hati yang berbentuk Nuraniyyatun Lathifatun Rabbaniyyatun (berbentuk cahaya bersifat lembut dan dihunjamkan oleh Tuhan) hati dalam pengertian inilah yang bisa ma’rifat kepada Allah, menta’ati atau membangkang kepada Allah dan hati dalam pengertian inilah yang memiliki r
asa sayang, cinta, cemburu dendam dan lain sebagainya. 

Hati dalam pengertian yang kedua inilah yang hanya dimiliki manusia. Hati dalam pengertian kedua ini memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hati dapat diibaratkan sebagai seorang raja yang sangat berkuasa sedangkan anggota tubuh lainnya merupakan bala tentara dan rakyatnya. Apa yang diperintahkan oleh hati maka itulah yang diikuti dan dilaksanakan oleh anggota tubuh lainnya. Oleh karena sangat urgennya fungsi hati dalam kehidupan manusia, Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya pernah mengatakan: 


الا ان فى الجسد مضغة اذا صلحت صلح سائر الجسد كله واذا فسدت فسد سائر الجسد كله الا وهي القلب 


http://dinulislami.blogspot.com/Artinya:Ingatlah sesungguhnya dalam jasad manusia ada segumpal darah, jika ia baik maka seluruh anggota tubuh lainnya pun akan menjadi baik dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh anggota tubuh lainnya. Ingat ia itu adalah hati”. 

Dalam hadits ini, Rasulullah secara tegas menyatakan bahwa baik buruknya perbuatan dan amal selama hidup yang dikerjakan oleh manusia itu tergantung kepada hati. Ketika hatinya baik, maka yang muncul adalah perbuatan baik juga, tetapi ketika hati kita buruk, maka perbuatan yang muncul adalah perbuatan yang buruk. Hati pada awal penciptaannya adalah bersih dan hidup namun lingkungan, pendidikan dan perbuatan dosa yang selalu dilakukan sehingga menyebabkan hati menjadi mati tanpa berfungsi sebagaimana seharusnya. Rasulullah saw pernah bersabda: 

“Barangsiapa melakukan dosa, maka akan tumbuh dalam hatinya sebuah titik hitam, jika ia bertobat maka akan terkikislah titik hitam itu dalam hatinya. Jika ia tidak bertobat, maka menyebarlah titik hitam itu sehingga seluruh hatinya menjadi hitam.” 

Dan hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat al-Muthaffifin ayat 14 yang berbunyi: 

كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يعملون 

Artinya:”Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka”. 

Hati dalam pengertian kedua di atas pada dasarnya terbagi dua yaitu : 

a. Hati yang hidup. 

Hati yang hidup ibarat cermin yang bening, bersih dan mulus sehingga hati semacam ini dapat berfungsi sebagaimana mestinya, ia akan memperlihatkan segala sesuatu sesuai dengan apa adanya. Dari hati yang bening ini akan muncul berbagai hikmah-hikmah dan kata mutiara yang bernilai. Hati yang bening akan menyebabkan datangnya Ilmu ladunni atau ilmu wahbiyah (ilmu yang diberikan langsung oleh Allah). Hati yang bening ini lahir dari keimanan yang kokoh, keikhlasan dalam beramal, ilmu yang benar bersumber dari Alqur’an dan Al-Hadits dan senantiasa menjauhkan diri dari berbagai macam kemaksiatan. 

Imam Syafie’ pendiri madzhab Syafi’iyah yang banyak diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di Indonesia suatu hari pernah mengadukan lemahnya hapalan beliau kepada gurunya Imam Waqi’. Pengaduan ini direkam dalam sebuah syair yang sangat indah: 

شكوت الى وكيع سوء حفظي فأرشدني بترك المعاصي 
وأخبرني بأن العلم نور ونور الله لا يهدى للعاصي 

Aku pernah mengadu kepada Imam Waqi’ tentang buruknya hapalanku. 

Lalu ia membimbingku untuk meninggalkan perbuatan ma’siat. 

Dan ia memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya. 

Dan cahaya Allah tidak akan dihadiahkan kepada orang-orang yang berbuat ma’siat. 

Dalam kitab Hasyiyah ‘ala Syarhi Hulyati labbil mashun ‘alal risalah al-maushumah bil Jauharul Maknun[2] disebutkan: 

ان العلم لا يستقر ولا يثبت الا فى قلب تخلى عن الرذائل لمصادفته قلبا خاليا فيتمكن فان الحكمة اذا لم تجد القلب 
كذالك فانها ترجع من حيث أتت 

Artinya:”Sesungguhnya ilmu tidak akan menetap secara kokoh dan kuat kecuali dalam hati yang bersih dari kotoran-kotoran karena hati akan memilih hati yang bersih dan menetap secara kokoh disana dan sesungguhnya hikmah(ilmu) itu jika tidak menemukan hati seperti itu, ia akan kembali menuju tempat ia berasal”. 

Hati yang hidup adalah hati orang mu’min. hati yang hidup ini ditandai dengan memiliki perasaan senang diiringi rasa syukur ketika mampu melakukan pelbagai macam kebaikan, merasa sedih ketika tidak mampu menjalankan berbagai macam ketaatan dan menyesal ketika terjerumus kedalam lembah kemaksiatan sebagaimana sabda Nabi : 

من سرته حسناته وساءته سيئته فهو مؤمن 

Artinya:”Orang yang merasa senang (diiringi rasa syukur) dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan merasa sakit dengan melakukan perbuatan-perbuatan buruk, maka dia itu adalah orang yang beriman”. 

Dalam menjelaskan hadits diatas, Muhammad bin Ibrahim dalam kitab syarhul-Hikam li Syeikh Muhammad bin Atha’illah mengatakan:” 

ان أعمال العبد الحسنة والسيئة علامتان على وجود رضا الله تعالى عن العبد و سخطه عليه فاذا وفق الله تعالى عبده للصالحات سره ذالك لأنه علامة على رضاه عنه وغلب حينئذ رجاؤه و اذا خذله ولم يعصمه فعمل بالمعاصى ساءه ذالك واحزنه لانه علامة على سخطه عليه وغلب حينئذ خوفه 


Artinya:”Bahwa amal-amal seorang hamba yang baik dan yang buruk merupakan tanda ridha dan bencinya Allah kepada hambanya. Oleh karena itu, jika Allah memberikan taufiq kepada seorang hamba untuk melakukan perbuatan baik, maka ia merasa senang dengan hal itu karena hal itu pertanda Allah ridha atas dirinya dan ketika itu juga dirinya dikuasai oleh raja’ (harapan) terhadap Allah. Dan jika Allah membiarkannya dan tidak menjaganya sehingga ia terjerumus melakukan perbuatan maksiat, maka hal itu akan membuatnya merasa sakit dan sedih karena hal itu pertanda Allah membencinya sehingga ia dikuasai perasaan takut yang sangat. 

Agar hati bisa hidup dengan lapang, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad menyebutkan hal-hal yang membuat hati menjadi lapang dan hidup diantaranya: 
  1. Mengesakan Allah (Tauhid) baik dalam rububiyyah-Nya,uluhiyyah-Nya,maupun dalam asma wassifat-Nya. 
  2. Mengimani dengan sepenuh hati ajaran Islam. 
  3. Kembali kepada Allah (al-Inabah ilallah), mencintai Allah dengan sepenuh hati, menghadap dan menikmati ibadah kepada Allah (al-Tana’um bi’ibadatihi). 
  4. Mengetahui ilmu yang diwaritskan oleh Nabi Muhammad SAW. 
  5. Melakukan dzikir secara kontinyu. 
  6. Berbuat baik dan melakukan hal yang bermampaat bagi manusia. 
  7. Membersihkan hati dari sifat-sifatnya yang tercela. 
b. Hati Yang Mati

Hati yang mati ibarat orang yang mati segala sesuatu yang dimilikinya sudah tidak berfungsi seperti matanya sudah tidak bisa melihat, telinganya sudah tidak mampu mendengar, kakinya dan tangannya tidak bergerak lagi. Hati yang mati pun seperti itu sudah tidak bisa berfungsi sebagaimana seharusnya. Dan hati yang mati ini memiliki tanda-tandanya, Syeikh Muhammad bin Atha’illah dalam kitab Hikamnya menyebutkan ada dua tanda kematian hati seseorang yaitu tidak merasa sedih ketika meninggalkan ketaatan dan tidak menyesal ketika terjerumus dalam dosa dan kesalahan. Pernyataan Syeikh Muhammad bin Atha’illah selengkapnya adalah sebagai berikut: 

من علا مات موت القلب عدم الحزن على ما فاتك من الموافقات وترك الندم على ما فعلته من وجود الزلات 


Artinya: “Diantara tanda matinya hati adalah tidak merasa sedih ketika kamu luput dari melakukan muwafaqat (perintah yang sesuai dengan Alqur’an dan Hadits) dan tidak menyesali kesalahan yang kamu lakukan”. 

Ibrahim bin Adham, salah seorang ulama sufi, mengatakan bahwa ada sepuluh penyebab kematian hati manusia, yaitu: 

- Mengaku mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-haknya. 

- Membaca Alqur’an, tetapi tidak mengamalkan isinya. 

- Mengaku cinta kepada Rasulullah SAW, tetapi meninggalkan sunnahnya. 

- Mengaku benci kepada syaitan, tetapi justru mematuhi ajakannya. 

- Mengaku ingin masuk surga, tetapi tidak mematuhi syarat-syaratnya 

- Mengaku ingin selamat dari api neraka, tetapi malah menjerumuskan diri ke dalamnya. 

- Meyakini bahwa kematian adalah sebuah kepastian, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya 

- Sibuk mengurusi keburukan orang lain, tetapi keburukan sendiri diabaikan. 

- Setiap menguburkan orang mati tidak pernah merenung untuk diambil pelajarannya. 

- Mendapat ni’mat Allah tapi tidak pernah mensyukurinya. 

Akhirnya kita berharap dan berusaha agar hati kita termasuk hati yang hidup diiringi dengan do’a : “Allahumma nawwir qulubana bi nuuri hidayatika kamaa nawwartal ardha bi nuuri syamsika Abadan Abadan birahmatika ya Arhamarrahimiin.(Ya Allah terangilah/ hidupkanlah hati kami dengan cahaya hidayah-Mu sebagaimana Engkau telah menerangi bumi ini dengan cahaya matahari-Mu selama-lamanya. Wahai Dzat yang Maha Penyayang. (Sidikalang, Jum’at, 21 Januari 2011) 



DAFTAR PUSTAKA 
  1. Departemen Agama RI, Syamil Qur’an :Alqur’an dan Terjemahnya,PT. Sygma Examedia Arkanleema, Bandung, 2009. 
  2. Muhammad bin Ibrahim, Syarhul Hikam ‘ala Matnilhikam lil-Imam Ibnu Atha’illah al-Sakandary,Semarang. Toha Putera,Juz I, hal. 4 
  3. al-Durr al-Mantsur, Juz. I, hal. 155 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah 
  4. al-Maraqi al-‘Ubudiyyat Syarh Bidayat al-Hidayat lil-Imam al-Ghazali (Semarang: Pustaka ‘Alawiyah, tt) 
  5. Mahmud Yunus. Kamus Arab Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1990 cet. 8 
  6. A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya,2002, cet-25 
  7. Makhluf bin Muhammad al-Badawi, Hasyiyah ‘ala Syarhi Hulyati labbil mashun ‘alal risalah al-maushumah bil Jauharul Maknun,Syirkatunnur Asia 
  8. Slide Asbabusyarhi shudur Fashlun min kitab Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad lil Imam Ibnu Qayyim al-Jauzi.
  9. Ummu Ishaq al-Atsariyyah,Pengaruh Buruk Perbuatan dosa, 
  10. Sebab-sebab Kematian Hati,dalam

Kucing adalah Hewan yang Baik

Ternyata selama ini kita sudah di bodohi oleh mitos kedokteran tentang kucing.. Dunia kesehatan mengatakan bahwa kucing itu berbahaya, mulai dari bulunya hingga air liurnya..

Hal ini dibarengi dengan politik XXI untuk mengangkat citra Anjing.. Dan sehingga, orang yang menonton XXI akan berpandangan bahwa Anjing itu binatang yang sehat dan bersahabat..

Namun, bagaimanakah fakta sebenarnya ?
Nabi Muhammad SAW memiliki seekor kucing yang diberi nama Mueeza. Suatu saat, di kala Nabi hendak mengambil jubahnya, ditemuinya Mueeza sedang terlelap tidur dengan santai di atas jubahnya. Tak ingin mengganggu hewan kesayangannya itu, Nabi pun memotong belahan lengan yang ditiduri Mueeza dari jubahnya.

http://dinulislami.blogspot.com/Ketika Nabi kembali ke rumah, Muezza terbangun dan merunduk sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, Nabi menyatakan kasih sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing itu sebanyak tiga kali. Dalam aktivitas lain, setiap kali Nabi menerima tamu di rumahnya, nabi selalu menggendong mueeza dan di taruh dipahanya. Salah satu sifat Mueeza yang Nabi sukai ialah ia selalu mengeong ketika mendengar adzan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti mengikuti lantunan suara adzan.

Kepada para sahabatnya, Nabi berpesan untuk menyayangi kucing peliharaan, layaknya menyayangi keluarga sendiri. Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah serius, dalam sebuah hadist shahih Al Bukhari, dikisahkan tentang seorang wanita yang tidak pernah memberi makan kucingnya, dan tidak pula melepas kucingnya untuk mencari makan sendiri, Nabi Muhammad SAW pun menjelaskan bahwa hukuman bagi wanita ini adalah siksa neraka.

Dari Ibnu Umar ra bahwa rasulullah saw bersabda, “Seorang wanita dimasukkan kedalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang- binata ng kecil yang ada di lantai,” (HR. Bukhari).

Nabi menekankan di beberapa hadis bahwa kucing itu tidak najis. Bahkan diperbolehkan untuk berwudhu menggunakan air bekas minum kucing karena dianggap suci. Kenapa Rasulullah Saw yang buta baca-tulis, berani mengatakan bahwa kucing suci, tidak najis ? Lalu, bagaimana Nabi mengetahui
kalau pada badan kucing tidak terdapat najis ?

Keistimewaan Kucing


Fakta Ilmiah 1 :

Pada kulit kucing terdapat otot yang berfungsi untuk menolak telur bakteri. Otot kucing itu juga dapat menyesuaikan dengan sentuhan otot manusia. Permukaan lidah kucing tertutupi oleh berbagai benjolan kecil yang runcing, benjolan ini bengkok mengerucut seperti kikir atau gergaji. Bentuk ini sangat berguna untuk membersihkan kulit. Ketika kucing minum, tidak ada setetes pun cairan yang jatuh dari lidahnya. Sedangkan lidah kucing sendiri merupakan alat pembersih yang paling canggih, permukaannya yang kasar bisa membuang bulu-bulu mati dan membersihkan bulu-bulu yang tersisa di badannya.

Fakta Ilmiah 2 :

Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap kucing dan berbagai perbedaan usia, perbedaan posisi kulit, punggung, bagian dalam telapak kaki, pelindung mulut, dan ekor. Pada bagian-bagian tersebut dilakukan pengambilan sample dengan usapan. Di samping itu, dilakukan juga penanaman kuman pada bagian-bagian khusus.

Terus diambil juga cairan khusus yang ada pada dinding dalam mulut dan lidahnya. Hasil yang didapatkan adalah :
  1. Hasil yang diambil dari kulit luar tenyata negatif berkuman, meskipun dilakukan berulang-ulang.
  2. Perbandingan yang ditanamkan kuman memberikan hasil negatif sekitar 80% jika dilihat dari cairan yang diambil dari dinding mulut. 
  3. Cairan yang diambil dari permukaan lidah juga memberikan hasil negatif berkuman. 
  4. Sekalinya ada kuman yang ditemukan saat proses penelitian, kuman itu masuk kelompok kuman yang dianggap sebagai kuman biasa yang berkembang pada tubuh manusia dalam jumlah yang terbatas seperti, enterobacter, streptococcus, dan taphylococcus. Jumlahnya kurang dan 50 ribu pertumbuhan. 
  5. Tidak ditemukan kelompok kuman yang beragam.
  6. Berbagai sumber yang dapat dipercaya dan hasil penelitian laboratorium menyimpulkan bahwa kucing tidak memiliki kuman dan mikroba. Liurnya bersih dan membersihkan.

Komentar Para Dokter Peneliti
  • Menurut Dr. George Maqshud, ketua laboratorium di Rumah Sakit Hewan Baitharah, jarang sekali ditemukan adanya kuman pada lidah kucing.
  • Jika kuman itu ada, maka kucing itu akan sakit.
  • Dr. Gen Gustafsirl menemukan bahwa kuman yang paling banyak terdapat pada anjing,
  • Manusia 1/4 anjing, kucing 1/2 manusia.
  • Dokter hewan di rumah sakit hewan Damaskus, Sa’id Rafah menegaskan bahwa kucing memiliki perangkat pembersih yang bemama lysozyme.
  • Kucing tidak suka air karena air merupakan tempat yang sangat subur untuk pertumbuhan bakteri, terlebih pada genangan air (lumpur, genangan hujan, dll)
  • Kucing juga sangat menjaga kestabilan kehangatan tubuhnya. Ia tidak banyak berjemur dan tidak dekat-dekat dengan air.
  • Tujuannya agar bakteri tidak berpindah kepadanya. Inilah yang menjadi faktor tidak adanya kuman pada tubuh kucing.
Fakta Ilmiah 3 :
Dan hasil penelitian kedokteran dan percobaan yang telah di lakukan di laboratorium hewan, ditemukan bahwa badan kucing bersih secara keseluruhan. Ia lebih bersih daripada manusia.

Fakta Ilmiah Tambahan :
Zaman dahulu kucing dipakai untuk terapi. Dengkuran kucing yang 50Hz baik buat kesehatan selain itu mengelus kucing juga bisa menurunkan tingkat stress. Sisa makanan kucing hukumnya suci.

Hadist Kabsyah binti Ka’b bin Malik menceritakan bahwa Abu Qatadah, mertua Kabsyah, masuk ke rumahnya lalu ia menuangkan air untuk wudhu. Pada saat itu, datang seekor kucing yang ingin minum. Lantas ia menuangkan air di bejana sampai kucing itu minum.

Kabsyah berkata, “Perhatikanlah. ” Abu Qatadah berkata, “Apakah kamu heran?” Ia menjawab, “Ya.” Lalu, Abu Qatadah berkata bahwa Nabi SAW prnh bersabda, “Kucing itu tidak najis. Ia binatang yang suka berkeliling di rumah (binatang rumahan),” (H.R At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

Diriwayatkan dan Ali bin Al-Hasan, dan Anas yang menceritakan bahwa Nabi Saw pergi ke Bathhan suatu daerah di Madinah. Lalu, beliau berkata,“Ya Anas, tuangkan air wudhu untukku ke dalam bejana.” Lalu, Anas menuangkan air. Ketika sudah selesai, Nabi menuju bejana. Namun, seekor kucing datang dan menjilati bejana. Melihat itu, Nabi berhenti sampai kucing tersebut berhenti minum lalu berwudhu. Nabi ditanya mengenai kejadian tersebut, beliau menjawab, “Ya Anas, kucing termasuk perhiasan rumah tangga, ia tidak dikotori sesuatu, bahkan tidak ada najis.”

Diriwayatkan dari Dawud bin Shalih At-Tammar dan ibunya yang menerangkan bahwa budaknya memberikan Aisyah semangkuk bubur. Namun, ketika ia sampai di rumah Aisyah, tenyata Aisyah sedang shalat. Lalu, ia memberikan isyarat untuk menaruhnya. Sayangnya, setelah Aisyah menyelesaikan shalat, ia lupa ada bubur.

Datanglah seekor kucing, lalu memakan sedikit bubur tersebut. Ketika ia melihat bubur tersebut dimakan kucing, Aisyah lalu membersihkan bagian yang disentuh kucing, dan Aisyah memakannya. Rasulullah Saw bersabda, “Ia tidak najis. Ia binatang yang berkeliling.” Aisyah pernah melihat Rasulullah Saw berwudhu dari
sisa jilatan kucing.” (H.R AlBaihaqi, Abd Al-Razzaq, dan Al-Daruquthni).

Hadis ini diriwayatkan Malik, Ahmad, dan imam hadits yang lain. Oleh karena itu, kucing adalah binatang, yang badan, keringat, bekas dari sisa makanannya adalah suci, Liurnya bersih dan membersihkan, serta hidupnya lebih bersih daripada manusia. Mungkin ini pula-lah mengapa Rasulullah SAW sangat sayang
kepada Muezza, Kucing kesayangannya.

Demikian mengenai hewan peliharaan yang Hukumnya haram di makan ini, tetapi tidak nazis, tidak di larang untuk memeliharanya, bahkan kita harus menyanyangi kucing. 

Makanan yang Halal dan Haram dalam Islam

Islam adalah Agama yang paling sempurna di Muka Bumi ini, dan Agama satu-satunya yang mengatur kehidupan manusia dari hal yang kecil sampai yang besar, dari Bagun sampai Tidur, dari Pagi Sampai Malam, yang kiranya Allah memberikan semua ini untuk kepentingan dan kebaikan orang-orang yang beriman kepada Allah dan tertuang semuanya di dalam Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW.
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa makanan mempunyai pengaruh yang dominant bagi diri orang yang memakannya, artinya : Makanan Yang Halal, bersih dan baik akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat

Sebaliknya, makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani. Oleh karena itulah, Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan yang haram. 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah baik, tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman : “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Dan firmanNya yang lain : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit : “Ya Rabbi ! Ya Rabbi! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram,dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya” [Hadits Riwayat Muslim no. 1015] 

Allah juga berfirman. “Artinya : Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [Al-A’raf : 157] 
http://dinulislami.blogspot.com/
Makna “ At-Thoyyibaat” bisa berarti lezat/enak, tidak membahayakan, bersih atau halal. [Lihat Fathul Bari (9/518) oleh Ibnu Hajar] Sedangkan makan “Al-Khabaaits” bisa berarti sesuatu yang menjijikan, berbahaya dan haram. Sesuatu yang menjijikan seperti barang-barang najis, kotoran atau hewan-hewan sejenis ulat, kumbang, jangkrik, tikus, tokek/cecak, kalajengking, ular dan sebagainya sebagaimana pendapat Abu Hanifah dan Syafi’i. [Lihat Al-Mughni (13/317) oleh Ibnu Qudamah]. Sesuatu yang membahayakan seperti racun, narkoba dengan aneka jenisnya, rokok dan sebagainya. Adapun makanan haram seperti babi, bangkai dan sebagainya. 

KAIDAH PENTING TENTANG MAKANAN 

Sebelum melangkah lebih lanjut, perlu kita tegaskan terlebih dahulu bahwa asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun daratan adalah halal. Allah berfirman. “Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” [Al-Baqarah : 168] Tidak boleh bagi seorang untuk mengharamkan suatu makanan kecuali berlandaskan dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih. 

Apabila seorang mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan kepada Allah, Rabb semesta alam. FirmanNya. “Artinya : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan lebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [An-Nahl : 116] 

MAKANAN HARAM 

Karena asal hukum makanan adalah halal, maka Allah tidak merinci dalam Al-Qur’an satu persatu, demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya. Lain halnya dengan makanan haram, Allah telah memerinci secara detail dalam Al-Qur’an atau melalui lisan rasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Allah berfirman. “Artinya : Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” [Al-An’am : 119] Perincian penjelasan tentang makanan haram, dapat kita temukan dalam surat Al-Maidah ayat 3 sebagai berikut ; “Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya” [Al-Maidah : 3] Dari ayat di atas dapat kita ketahui beberapa jenis makanan haram yaitu : 

1. BANGKAI 

Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sebagai berikut. a). Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak. b). Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik. c). Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati d). An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir] Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits. “Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11] Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda. “Artinya : Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” [Shahih. Lihat takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11] Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no. 480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” [Hadits Riwayat Daraqutni : 538] Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. [Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi] 

2. DARAH 

Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya : “Artinya : Atau darah yang mengalir” [Al-An'Am : 145] Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24] Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih. Semuanya itu hukumnya halal. Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: ” Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. [Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan] 

3. DAGING BABI 

Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama. Hikmah pengharamannya karena babi adalah hewan yang sangat menjijikan dangan mengandung penyakit yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,makanan kesukaan hewan ini adalah barang-barang yang najis dan kotor. Daging babi sangat berbahaya dalam setiap iklim, lebih-lebih pada iklim panas sebagaimana terbukti dalam percobaan. Makan daging babi dapat menyebabkan timbulnya satu virus tunggal yang dapat mematikan. Penelitian telah menyibak bahwa babi mempunyai pengaruh dan dampak negatif dalam masalah iffah (kehormatan) dan kecemburuan sebagaimana kenyataan penduduk negeri yang biasa makan babi. Ilmu modern juga telah menyingkap akan adanya penyakit ganas yang sulit pengobatannya bagi pemakan daging babi. [Dari penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagaimana dalam Fatawa Islamiyyah 3/394-395] 

4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH 

Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama. 

5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS 

Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta, sapi dan lain sebagainya, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin. Al-Mauqudhah, Al-Munkhaniqoh, Al-Mutaraddiyah, An-Nathihah dan hewan yang diterkam binatang buas apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal. 

6. BINATANG BUAS BERTARING 

Hal ini berdasarkan hadits : “Artinya : Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” [Hadits Riwayat. Muslim no. 1933] Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119). Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa, anjing, macan tutul, harimau, beruang, kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. [Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi] Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. [Lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I'lamul Muwaqqi'in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani] Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui persilangan pendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikian pula anjing, gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bukan pendapat orang….”. Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits. “Artinya : Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. [Shahih. Hadits Riwayat Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa'i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507)] Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3-28) 

7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM 

Hal ini berdasarkan hadits. “Artinya : Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” [Hadits Riwayat Muslim no. 1934] Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234) “Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.” 

8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK) 

Hal ini berdasarkan hadits “Artinya : Dari Jabir berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda”. [Hadits Riwayat Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941] Dalam riwayat lain disebutkan begini. “Artinya : Pada perang Khaibar, mereka meneyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda” [Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa'i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811] Dalam hadits di atas terdapat dua masalah : Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. [Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani] Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ” Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan’ani] 

9. AL-JALLALAH 

Hal ini berdasarkan hadits. “Artinya : Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki”. [Hadits Riwayat. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih] Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memakan jallalah dan susunya.” [Hadits Riwayat. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189] Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya ” [Hadits Riwayat Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648] Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manusia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. [Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648] Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…” Hukum jalalah adalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. [Lihat Fathul Bari (9/648)] Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.”. Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar- Radhiyyah (3/32). 10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA Berdasarkan hadits . “Artinya : Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). [Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma'rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam FathulBari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390)] Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhab baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’ (sampai pada nabi). “Artinya : Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.” [Hadits Riwayat Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943] Demikian pula hadits Ibnu Abbas dari Khalid bin Walid bahwa beliau pernah masuk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah Maimunah. Di sana telah dihidangkan dhab panggang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkehendak untuk mengambilnya. Sebagian wanita berkata : Khabarkanlah pada Rasulullah tentang daging yang hendak beliau makan !, lalu merekapun berkata : Wahai Rasulullah, ini adalah daging dhab. Serta merta Rasulullah mengangkat tangannya. Aku bertanya : Apakah daging ini haram hai Rasulullah? Beliau menjawab : “Tidak, tetapi hewan ini tidak ada di kampung kaumku sehingga akupun merasa tidak enak memakannya. Khalid berkata : Lantas aku mengambil dan memakannya sedangkan Rasulullah melihat. [Hadits Riwayat Bukhari no. 5537 dan Muslim no. 1946] Dua hadit ini serta banyak lagi lainnya –sekalipun lebih shahih dan lebih jelas- tidak bertentangan dengan hadits Abdur Rahman bin Syibl di atas atau melazimkan lemahnya, karena masih dapat dikompromikan diantara keduanya.Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/666) menyatukannya bahwa larangan dalam hadits Abdur Rahman Syibl tadi menunjukkan makruh bagi orang yang merasa jijik untuk memakan dhab. Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bolehnya dhab, maka ini bagi mereka yang tidak merasa jijik untuk memakannya. Dengan demikian, maka tidak melazimkan bahwa dhab hukumnya makruh secara mutlak. [Lihat pula As-Shahihah (5/506) oleh Al-Albani dan Al-Mausu’ah Al-Manahi As-Syar’iyyah (3/118) oleh Syaikh Salim Al-Hilali] 

11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH 

“Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam.” [Hadits Riwayat Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz "kalajengking: gantinya "ular"] Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan” [Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu' Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi] “Artinya : Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” [Hadits Riwayat. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129) : "Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya". 

12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH 

"Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad " [Hadits Riwayat Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916] Imam syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” [Lihat Al-Majmu' (9/23) oleh Nawawi] Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. [Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi] “Artinya : Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuhnya” [Hadits Riwayat Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa'i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani] Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafi’i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak. [Lihat pula Al-Majmu' (9/35), Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma'bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam] 

13. BINATANG YANG HIDUP DI DUA ALAM 

Sebagai penutup pembahasan ini, ada sebuah pertanyaan : “Adakah ayat Qur’an atau Hadits shahih yang menyatakan bahwa binatang yang hidup di dua alam haram hukum memakannya seperti kepiting, kura-kura, anjing laut dan kodok?”. Jawab secara umum : Perlu kita ingat lagi kaidah penting tentang makanan yaitu asal segala jenis makanan adalah halal kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya. Dan sepanjang pengetahuan kami tiddak ada dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yangmengharamkannya. [Lihat pula “Soal jawab” Juz. 2 hal. 658 oleh Ustadz A Hassan dkk] Adapun jawaban secara terperinci : Kepiting – hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad. [Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm] Kura-kura dan Penyu – juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. [Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84] Anjing laut – juga halal sebagaimana pendapat Imam Malik, Syafi’i, Laits, Sya’bi dan Al-Auza’i [Lihat Al-Mughni 13/346] Katak/kodok – hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas. 

Wallahu A’lam 

Dubes Amerika Serikat Masuk Islam

Dubes Amerika Serikat di Khartoum, Joseph Stafford, secara mendadak mengundurkan diri dari tugas diplomasinya di Sudan. Ada dugaan bahwa hal ini terjadi karena dirinya yang baru saja masuk Islam, seperti diberitakan sebuah situs berita Sudan, sudansafari.net, Senin (3/2/2014) kemarin.

Sudansafari juga memberitakan bahwa juru bicara kedutaan Amerika di Sudan menyebutkan, Stafford mengajukan surat pemunduran dirinya karena sebab-sebab pribadi dan keluarga. Dalam surat itu, Stafford juga meminta untuk dibebas-tugaskan dari kementerian luar negeri Amerika untuk lebih berkonsesntrasi mengurus kehidupan pribadinya. Namun dalam berita itu, sudansafari menyebutkan bahwa Stafford telah memeluk agama Islam.

Sebuah sumber di kedutaan tidak membantah dan tidak mengiyakan ketika dikonfirmasi tentang Stafford masuk Islam. Hal yang sama juga dilakukan kementerian luar negeri Amerika, tidak mengeluarkan pernyataan apa-apa terkait hal ini. untuk sementara, tugas duta besar dipegang Christopher Horoan.


Video Amatir 15 Orang Tewas Paska Erupsi Sinabung

Kepada Para Dermawan dan saudara-saudara sekalian, mari kita ulurkan tangan kita, untuk membantu saudara kita yang berada di tanah Karo khususnya yang terkena dampak Erupsi Gunung Sinabung, untuk meringankan beban mereka, mari kita bantu mereka baik berupa materi maupun moril....... dan yang paling kecilnya mari kita bantu dengan doa. semoga mereka dapat tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan ataupun ujian ini. 

Berikut ini video pasca penyelamatan para korban Erupsi Sinabung.





Kondisi Gambar Paska Erupsi Gunung Sinabung


Tampak Masyarakat Menyiram Tanamannya 

 Tampak Gunung Sinabung Mengeluarkan Lahar Panas

Seorang Ibu-Ibu dengan Menggendong anaknya  Berlari dari Kejaran Debu Gunung Sinab
Tampak Warga Meninggal denga Diselimuti Abu Gunung Sinabung beserta Kendaraannya


Semoga bencana ataupun cobaan ini cepat berlalu, kesengsaraan juga penderitaan masyarakat segera hilang, dan kebahagiaan tentunta yang sangat diharapkan.