I. Wali
Keberadaan wali mutlak harus ada dalam
sebuah pernikahan. Sebab akad nikah itu terjadi antara wali dengan pengantin
laki-laki. Bukan dengan pengantin perempuan.
Sering kali orang salah duga dalam
masalah ini. Sebab demikianlah Islam mengajarkan tentang kemutlakan wali dalam
sebuah akad yang intinya adalah menghalalkan kemaluan wanita. Tidak mungkin
seorang wanita menghalalkan kemaluannya sendiri dengan menikah tanpa adanya
wali.
Menikah tanpa izin dari wali adalah
perbuatan mungkar dan pelakunya bisa dianggap berzina. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah SAW:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ
وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا اَلْمَهْرُ بِمَا
اِسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لا
وَلِيَّ لَهُ
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda,"Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya
itu batil. Jika (si laki-laki itu) menggaulinya maka harus membayar mahar buat
kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka Sulthan
adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah.)
عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي
مُوسَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ لا نِكَاحَ إِلا بِوَلِيٍّ
Dari Abi Buraidah bin Abi Musa dari
Ayahnya berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,"Tidak ada nikah
kecuali dengan wali".
(HR Ahmad dan Empat)
Dari Al-Hasan dari Imran marfu'an,"Tidak ada nikah kecuali dengan
wali dan dua saksi".(HR Ahmad).
1. Siapakah yang bisa menjadi wali ?
Wali tidak lain adalah ayah kandung
seorang wanita yang secara nasab memang syah sebagai ayah kandung. Sebab bisa
jadi secara biologis seorang laki-laki menjadi ayah dari seorang anak wanita,
namun karena anak itu lahir bukan dari perkawinan yang syah, maka secara hukum
tidak syah juga kewaliannya.
2. Syarat Seorang Wali
2.1. Beragama Islam
Islam, seorang ayah yang bukan beragama
islam tidak menikahkan atau menjadi wali bagi pernikahan anak gadisnya yang
muslimah. Begitu juga orang yang tidak percaya kepada adanya Allah SWT
(atheis). Dalil haramnya seorang kafir menikahkan anaknya yang muslimah adalah
ayat Quran berikut ini :
وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi
jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.(QS. An-Nisa : 141)
2.2. Berakal
Berakal, maka seorang yang kurang waras
atau idiot atau gila tidak syah bila menjadi wali bagi anak gadisnya.
2.3. Baligh
Maka seorang anak kecil yang belum
pernah bermimpi atau belum baligh, tidak syah bila menjadi wali bagi saudara
wanitanya atau anggota keluarga lainnya.
2.4. Merdeka
Dengan demikian maka seorang budak tidak
syah bila menikahkan anaknya atau anggota familinya, meski pun beragama ISlam,
berakal, baligh.
3. Urutan Wali
Dalam mazhab syafi'i, urutan wali adalah
sebagai berikut :
3.1. Ayah kandung
3.2. Kakek, atau ayah dari ayah
3.3. Saudara (kakak / adik laki-laki)
se-ayah dan se-ibu
3.4. Saudara (kakak / adik laki-laki)
se-ayah saja
3.5. Anak laki-laki dari saudara yang
se-ayah dan se-ibu
3.6. Anak laki-laki dari saudara yang
se-ayah saja
3.7. Saudara laki-laki ayah
3.8.Anak laki-laki dari saudara
laki-laki ayah (sepupu)
Daftar urutan wali di atas tidak boleh
dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga bila ayah kandung masih hidup, maka tidak
boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wawli pada nomor urut
berikutnya.Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin dan haknya itu
kepada mereka.
Penting untuk diketahui bahwa seorang
wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, meski tidak
termasuk dalam daftar para wali. Hal itu biasa sering dilakukan di tengah
masyarakat dengan meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari
wali yang syah. Dan untuk itu harus ada akad antara wali dan orang yang
mewakilkan.
Dalam kondisi dimana seorang ayah
kandung tidak bisa hadir dalam sebuah akad nikah, maka dia bisa saja mewakilkan
hak perwaliannya itu kepada orang lain yang dipercayainya, meski bukan termasuk
urutan dalam daftar orang yang berhak menjadi wali.
Sehingga bila akad nikah akan
dilangsungkan di luar negeri dan semua pihak sudah ada kecuali wali, karena dia
tinggal di Indonesia dan kondisinya tidak memungkinkannya untuk ke luar negeri,
maka dia boleh mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang sama-sama tinggal
di luar negeri itu untuk menikahkan anak gadisnya.
Namun hak perwalian itu tidak boleh
dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila
hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah dan harus dipisahkan saat itu
juga.
4. Wali 'Adhal
Seorang ayah kandung yang tidak mau
menikahkan anak gadisnya disebut dengan waliyul adhal, yaitu wali yang menolak
menikahkan.
Dalam kondisi yang memaksa dan tidak ada
alternatif lainnya, seorang hakim mungkin saja menjadi wali bagi seorang
wanita. Misalnya bila ayah kandung wanita itu menolak menikahkan puterinya sehingga
menimbulkan mudharat. Istilah yang sering dikenal adalah wali ?adhal.
Namun tidak mudah bagi seorang hakim
ketika memutuskan untuk membolehkan wanita menikah tanpa wali aslinya atau
ayahnya, tetapi dengan wali hakim. Tentu harus dilakukan pengecekan ulang,
pemeriksaan kepada banyak pihak termasuk juga kepada keluarganya dan terutama
kepada ayah kandungnya.
Dan untuk itu diperlukan proses yang
tidak sebentar, karena harus melibatkan banyak orang. Juga harus didengar
dengan seksama alasan yang melatar-belakangi orang tuanya tidak mau
menikahkannya.
Sehingga pada titik tertentu dimana
alasan penolakan wali ?adhal itu memang dianggap mengada-ada dan sekedar
menghalangi saja, bolehlah pada saat itu hakim yang syah dari pengadilan agama
yang resmi memutuskan untuk menggunakan wali hakim. Misalnya untuk menghindari
dari resiko zina yang besar kemungkinan akan terjadi, sementara ayah kandung
sama sekali tidak mau tahu.
Tetapi sekali lagi, amat besar
tanggung-jawab seorang hakim bila sampai dia harus mengambil-alih kewalian
wanita itu. Dan tentu saja keputusan ini harus melalui proses yang syah dan
resmi menurut pengadilan yang ada. Bukan sekedar hakim-hakiman dengan proses
kucing-kucingan.ÿ
0 Response to "Wali Dalam Pernikahan"
Post a Comment