Ada kesalahkaprahan pada sebagian orang dalam menyikapi masalah agama dan adat. Kesalahkaprahan ini terutama disebabkan adanya pengaruh pemikiran orang-orang lama atau kebiasaan orang-orang terdahulu tanpa disertai dasar yang benar kecuali hanya berdasarkan pada prasangka atau mengira semata. Di dalam Al Quran, orang-orang lama atau orang-orang terdahulu ini dikenal atau dapat dikategorikan sebagai nenek moyang.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.”(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” QS. Al Baqarah (2):170
Kesalahkaprahan cara pandang dan bersikap dalam lingkup agama dan adat ini kemudian terus menjalar meracuni banyak generasi masa kini karena kebodohan dan kemalasan generasi masa kini sendiri. Kebodohan dalam hal memaknai agama dan adat dengan sebenar-benarnya (dengan ilmu yang benar), serta kemalasan mereka untuk mencari tahu, mempelajari maupun mendalami agama dan adat itu sendiri. Kesalahkaprahan ini kemudian didukung kembali oleh kekerasan hati mereka dalam menerima masukan atau berbagai nasehat dari orang-orang shaleh. Kekerasan hati yang menimbulkan perasaan “sudah benar” sehingga tidak pernah berpikir atau berusaha untuk mencari kebenaran yang sebenarnya.
Kesalahkaprahan pemahaman itulah yang mengakibatkan banyaknya pencampuradukan antara yang haq dengan yang bathil. Betapa banyak orang (khususnya umat muslim) yang mencampuradukkan antara agama dan adat. Memaksakan bagaimanapun caranya “pokoknya agama harus selalu berjalan seiring dengan adat”. Tidak masalah bila agama yang dijadikan adat atau yang mendominasi adat, yang menjadi masalah adalah manakala adatlah yang dijadikan agama atau mendominasi agama. Bahkan banyak yang pada akhirnya menghilangkan aturan agama manakala bertentangan dengan aturan adat. Padahal, tidak ada dosa bagi yang meninggalkan adat, dan jelas dosa bagi mereka yang meninggalkan aturan agama.
Ada rasa tidak enak, kekhawatiran atau ketakutan manakala mereka merasa meninggalkan atau hendak mengenyampingkan adat. Namun dengan ringannya mereka menghapuskan aturan-aturan agama yang mereka anggap bertentangan dengan norma-norma adat. Padahal, rahmat Allah swt hanyalah turun karena adanya ketaatan terhadap aturan agama, bukan ketaatan terhadap adat.
Berangkat dari berbagai penyimpangan masyarakat dalam menyikapi kaitan antara agama dan adat ini akhirnya berujung pada satu titik, kemusyrikan. Keyakinan yang lebih tinggi kepada adat atau tradisi ketimbang agama, sama halnya dengan lebih meyakini ciptaan manusia ketimbang ciptaan Allah swt. Lebih memilih untuk taat atau patuh kepada aturan manusia ketimbang pada perintah dan larangan Allah swt. Meyakini bahwa mudharat dan masalahat disebabkan oleh ketaatan atau ketidaktaatan mereka terhadap adat bukan terhadap aturan Allah swt yang terangkum dalam norma agama. Padahal Allah swt telah menegaskan bahwa hanya Dia-lah yang berkuasa untuk menurunkan atau menghilangkan kemudharatan maupun kemasalahatan.
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. At Taghabun (64):11
“Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” QS. Al Hajj (22):12
Ada yang mengatakan bahwa agama dan adat harus berjalan bersamaan. Faktanya, tidak semua adat akan sesuai dengan norma agama. Sebaliknya, tidak semua norma agama pun sesuai dengan adat yang berlaku. Itu artinya, tidak selamanya agama dan adat dapat berjalan secara bersamaan. Dan apabila dipakasakan maka terjadilah apa yang disebut dengan mencampuradukkan antara yang haq dengan yang bathil.
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu[43], sedang kamu mengetahui.” QS. Al Baqarah (2):42
Saudaraku fillah, perlu ditegaskan kembali bahwa bagaimanapun keadaannya, norma atau aturan agama memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi ketimbang norma adat, bahkan paling tinggi di antara berbagai norma yang ada dalam kehidupan. Kenapa demikian? Berikut kami sampaikan beberapa perbedaan mencolok yang terdapat antara norma agama dan adat.
Norma agama bersumber dari Allah swt. Ia dibuat oleh Allah swt, Zat Yang Maha Sempurna, Yang menciptakan segala sesuatu yang ada di langit dan bumi serta yang ada di antaranya termasuk orang-orang (nenek moyang) yang membuat norma adat tersebut. Sementara norma adat bersumber dari manusia yang tercipta dari setetes air hina. Norma agama dibuat oleh manusia dengan segala kelemahannya, dengan pemikirannya yang hanya bagaikan setetes air di tengah lautan luas.
Norma agama bersifat Universal atau umum yang berlaku bagi siapapun dari kalangan apapun. Sementara norma adat hanya berlaku bagi sekelompok orang tertentu di tempat tertentu. Misal: adat yang berlaku bagi masyarakat Yogyakarta belum tentu berlaku bagi masyarakat Batak. Sementara norma agama berlaku bagi siapapun dan di manapun, tidak pandang bulu.
Norma agama bersifat abadi, ia berlaku sejak pertama kali dikeluarkan, yaitu pada masa Rasulullah saw sampai akhir zaman (kiamat) tidak akan mengalami perubahan. Sementara norma adat hanya berlaku pada masa atau waktu tertentu saja. Misal: Adat di suatu daerah akan berganti manakala terjadi pergantian kepemimpinan. Sementara norma agama tidak akan pernah berubah siapapun pemimpinnya.
Norma adat terkadang dapat menyebabkan kemusyrikan kepada Allah swt, sementara norma agama senantiasa akan selalu membersihkan hati dari kemusyrikan.
Itulah beberapa perbedaan antara norma agama dan adat. Jika memang demikian, lantas masih pantaskan kita untuk lebih mengutamakan adat ketimbang agama? Masih pantaskan kita mencampuradukkan antara agama dan adat? Tidak malukah kita mengkorupsi aturan agama manakala ia tidak sejalan dengan norma adat yang hanya buatan manusia?
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu[43], sedang kamu mengetahui.” QS. Al Baqarah (2):42
0 Response to "Agama dan Adat Istiadat"
Post a Comment