“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” (Al-Baqarah:183)
Panggilan
untuk Mereka yang Beriman
Allah
swt memanggil pada permulaan ayat di atas: yaa ayyuhalladziina aamanuu
(hai orang-orang yang beriman), ini bukan sembarang panggilan, sebab yang
memanggil adalah Allah swt Sang Pencipta alam semesta. Semua makhluk bergantung kepada-Nya. Tidak ada
yang bisa independen dari-Nya. Maka siapa yang mengaku diri sebagai hamba-Nya
hendaknya segera bergerak memenuhi panggilan ini. Allah swt dalam panggilan
tersebut tidak menyebutkan kriteria yang bersifat duniawi, dengan kata lain
Allah tidak berfirman: yaa ayyuhal aghniyaa’ (hai orang-orang yang kaya), hai
orang-orang yang berkedudukan tinggi dan lain sebagainya, melainkan yang Allah
swt panggil adalah mereka yang beriman saja, mengapa?
Di sini ada rahasia yang tersimpan, di
antaranya:
(a) Bahwa dengan menyatakan keimanannya
seseorang mampunyai posisi tersendiri dari sisi Allah swt. Allah swt sangat
bangga dengan hamba-Nya yang beriman. Karenanya Allah swt undang mereka secara
khusus. Di dalam Al-Qur’an undangan yaa ayyuhal ladziina aamanuu selalu
Allah swt ulang. Menggambarkan betapa yang Allah swt anggap sebagai hamba-Nya
hanya mereka yang beriman. Yang tidak beriman tidak termasuk sebagai hamba-Nya.
(b) Bahwa posisi keduniaan apapun megahnya
bila tidak disertai iman, Allah swt tidak bangga dengannya. Bahkan Allah swt
sangat benci kepada seseorang yang setelah diberi kenikmatan dunia, ia malah
berbuat maksiat kepada-Nya. Ingat Allah swt berfirman:
”Adapun manusia apabila Tuhannya
mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka dia akan
berkata, “Tuhanku Telah memuliakanku”.
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi rizkinya Maka dia berkata, “Tuhanku menghinakanku”. (Al-Fajr:15-16)
Disini nampak bahwa ukuran berhasil
tidaknya seseorang bukan terletak pada kekayaan atau kemiskinannya, melainkan
terletak pada keimanannya. Karenanya yang Allah swt panggil pada ayat di atas
adalah mereka yang beriman. Sebab kaya dan miskin di mata Allah swt adalah
ujian. Apalah arti seorang kaya jika ia tidak beriman dan mentaati Allah swt,
semua itu hanya kesia-siaan. Sebaliknya sungguh sangat mulia seseorang
sekalipun dalam posisi yang sangat miskin tetapi ia beriman dan mentaati-Nya,
dan ia akan tergolong mereka yang Allah swt panggil dalam ayat di atas.
(c) Bahwa untuk melaksanakan ibadah puasa
syaratnya harus beriman terlebih dahulu. Tanpa iman ibadah puasa seseorang
tidak diterima oleh Allah swt. Allah swt hanya mengakui ibadah puasa hamba-Nya
yang beriman. Karenanya dalam banyak hadits Rasulullah saw. Selalu menyebutkan
kata iimaanan wahtisaaban, untuk menunjukkan bahwa ibadah yang Allah
swt terima adalah berdasarkan iman dan harapan atas ridha-Nya.
Simaklah beberapa hadits berikut,
”Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan akan ridha-Nya,
Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah lewat.” (HR. Bukharai dan
Muslim)
Dalam hadits lain, ”Siapa yang
menegakkan shalat malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan akan
ridha-Nya, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lewat.” HR.
Muslim. Lalu khusus mengenai shalat pada malam lailatul qadar Rasulullah saw
bersabda: ”Siapa yang menegakkan shalat malam lailatul qadar dengan penuh
keimanan dan harapan akan ridha-Nya, Alllah akan mengampuni dosa-dosanya yang
telah lewat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan Iman Shaum Ramadhan Terasa Lezat
Setelah memanggil orang-orang beriman
dengan yaa ayyuhalladziina aamanuu Allah swt menegaskan: Kutiba
’alaikumush shiyaam (diwajibkan atasmu berpuasa), apa hubungan puasa
dengan iman?. Mengapa hanya orang beriman yang diwajibkan berpuasa? Apakah
puasa Ramadhan merupakan bukti keimanan seseorang?
Pertama, Ketika seseorang beriman kepada Allah swt,
seharusnya ia sadar bahwa Allah swt senantiasa bersama-Nya. Di dalam dirinya
menggelora hakikat keagungan-Nya. Setiap disebut nama-Nya hatinya bergetar,
penuh ketakutan. Dalam surat Al-Anfal ayat 2 Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” karenanya
seluruh kegiatan sehari-harinya selalu dalam rangka mentaati-Nya. Tidak ada
perbuatan sekecil apapun yang ia lakukan kecuali dengan petunjuk-Nya. Ia
menjauh sama sekali dari apa saja yang disebut kemaksiatan. Baginya kemaksiatan
adalah bencana, yang tidak hanya menghancurkan harga dirinya melainkan juga
menjadi sumber malapetaka bagi kemanusiaan di muka bumi.
Kesadaran ini membuatnya sangat
berhati-hati dalam bersikap, jangan sampai langkahnya terjerumus dalam
kemaksiatan. Sampai yang syubuhat (samar-samar) pun ia hindari, sebab
dari yang syubuhat akan lahir daya tarik kepada yang haram. Puasa
adalah ibadah menahan diri dari yang halal. Dari sini nampak betapa hakikat
puasa adalah sebagai benteng supaya pelakunya terhindar dari yang haram. Sebab
kebiasaan menahan dari yang halal, akan membangun lapisan-lapisan bemper yang
menjaganya supaya tidak terjatuh kepada yang Allah swt haramkan. Perhatikan
betapa untuk menegakkan puasa, seseorang harus mempunyai iman. Karena hanya
iman yang jujur seseorang akan benar-benar merasakan lesatnya puasa. Tanpa kesadaran
iman puasa akan menjadi beban. Di saat orang-orang berbahagia dengan puasa, ia
malah merasa sempit hatinya dengan puasa.
Kedua, Ketika seseorang melakukan puasa, ia sedang
berjuang menutup segala pintu yang selama ini syetan selalu masuk darinya.
Pintu nafsu makan ia tutup, di mana banyak orang mengambil yang haram hanya
karena nafsu makan. Pintu nafsu bermusuhan juga tutup, dimana selama ini banya
terjadi konflik saling menyakiti, saling menjatuhkan, saling mendzalimi, bahkan
tidak jarang saling membunuh di antara manusia adalah karena nafsu ini.
Lidahnya ia tahan dari perbuatan yang keji. Setiap ada oarang yang mengajaknya
bertengkar, ia menjawab: Maaf saya sedang berpuasa. Pintu nafsu seks
pun ia tutup, di mana selama ini banyak orang terjerembab dalam dosa-dosa
karena nafsu ini.
Perhatikan betapa puasa mencerminkan
hakikat perlawanan yang dahsyat seorang hamba Allah swt terhadap syetan. Di
dalam dirinya menggelora semangat untuk tidak tunduk kepada syetan, kapanpun
dan di manapun ia berada. Ia sadar bahwa syetan adalah musuhnya. Allah swt
berfirman, ”Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia
musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya
supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Al-Fathir:6)
Ketika seseorang masuk ke medan
pertarungan melawan syetan, berarti ia masuk ke dalam pertempuran yang tidak
akan pernah berakhir. Dalam rangka ini ia harus berbekal iman yang kokoh. Sebab
jika imannya lemah ia tidak bisa istiqamah.
Maka
ketika Allah swt memanggil di awal yat ini: yaa ayyuhalladziina aamanuu,
itu maksudnya adalah orang-orang yang benar-benar jujur dalam imannya. Bukan
orang-orang munafik yang pura-pura beriman. Sebab tidak mungkin seseorang yang
tidak jujur dalam imannya bisa melaksanakan ibadah puasa dengan jujur. Dari sini nampak rahasia firman Allah swt
dalam hadits Qudsi:
”Semua amal anak Adam itu untuk dirinya
kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan langsung pahalanya.” (HR. Bukhari)
Perhatikan betapa puasa merupakan bukti
kejujuran iman seseorang, sehingga Allah swt mengagungkannya, dan terlibat
langsung untuk memberikan pahala kepada pelakunya.
Ketiga, Puasa Ramadhan adalah merupakan salah satu pilar
ajaran Islam. Untuk menegakkan pilar ini secara kokoh tidak mungkin dilakukan
oleh seseorang yang tidak punya iman atau pura-pura beriman. Allah swt Maha
Mengetahui, benar-benar tahu siapa di antara manusia yang benar-benar pantas
diundang untuk menegakkan pilar ini. Itulah mereka yang benar-benar beriman
kepada Allah swt secara jujur. Karena itu Allah swt panggil mereka dengan: yaa
ayyuhalladziina aamanuu. Perhatikan bentuk panggilan ini, Allah swt
memanggil mereka hanya dengan kualitas keimanannya, bukan yang lain-lain. Ini
menunjukkan bahwa yang Allah swt inginkan dari manusia melalui puasa ini adalah
bagaimana ia benar-benar beriman kepada Allah swt secara kokoh dan jujur. Iman
yang menghidupkan jiwanya sehingga ia senantiasa merasa bersama Allah swt.
Bukan iman yang semata diucapkan dengan lisan, diiklankan di spanduk-spanduk
atau tayangan televisi semenatra hatinya tidak pernah menikmati lezatnya iman
tersebut. Allahu ’Alam
0 Response to "Bulan Ramadhan Cermin Keimanan"
Post a Comment