Reformis dan Penjahat
Oleh karena itu, manusia pantas dinobatkan sebagai wakil Tuhan atau khalifah Allah di muka bumi (Al-Baqarah: 30). Sebagai khalifah manusia mengemban tugas untuk memakmurkan alam atau bumi. Dalam Alquran, upaya pemakmuran dan perbaikan bumi ini dinamakan 'reformasi bumi' (ishlah al-ardh). Ishlah berasal dari kata shalaha yang secara bahasa berarti baik, lawan dari buruk atau jahat (dhidd al-fasad).
Kata shalah sejauh penggunannya dalam Alquran selalu dilawankan dengan kerusakan (fasad) dan keburukan (sayyi'ah). Ini mengandung makna bahwa di satu pihak ishlah itu merupakan komitmen untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan lebih beradab di muka bumi. Di lain pihak, ishlah berarti komitmen dan tekad yang bulat untuk melawan dan memerangi kejahatan (fasad). Fasad, menurut pemikir Islam Prof Fazlur Rahman, menunjuk kepada keadaan kacau balau, instabilitas, atau keadaan chaos yang ditimbulkan oleh berbagai ketimpangan sosial baik politik, hukum, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan.
Dalam kaitan ini, manusia pada hakikatnya terbagi menjadi dua golongan saja, yaitu golongan reformis (mushlih) dan golongan penjahat atau mufsid (Al-Baqarah: 220). Menurut ahli tafsir Rasyid Ridha, golongan reformis dipahami sebagai man yakti bi al-ishlah 'amalan (orang yang senantiasa melakukan perbaikan), sedangkan golongan penjahat dipahami sebagai man yakti bi al-ifsad fi'lan (orang yang senantiasa membuat kejahatan atau kerusakan). Kedua golongan ini terus bersaing dan bertarung berebut pengaruh di tengah masyarakat. Ironisnya, untuk memperoleh simpati rakyat, golongan penjahat pun mengaku sebagai reformis.
Perhatikan ayat ini, ''Dan bila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi', mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami adalah kaum reformis, yaitu orang-orang yang menciptakan kebaikan'.'' (Al-Baqarah: 11). Konflik kelompok reformis dengan kelompok kejahatan ini akan berjalan sepanjang waktu dan merupakan konflik abadi yang menggambarkan pertentangan antara yang hak dan yang batil, antara yang baik dan yang buruk.
Namun, perlu diketahui, dalam konflik ini kemenangan pada akhirnya akan berpihak kepada golongan yang benar. Ini merupakan ketetapan dan janji Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. ''Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.'' (Al-Anbiya: 105). Agama diturunkan dan para nabi diutus oleh Allah SWT pada hakikatnya hanya untuk membuktikan kebenaran janji-Nya itu, dan agar manusia memahami kalau kekhalifahan manusia dan tugas pokoknya yang sangat fundamental, yaitu reformasi bumi (ishlah al-ardh). Lain tidak! Wallahu a'lam! (A Ilyas Ismail)
0 Response to "Manusia Sebagai Khalifah di Muka Bumi"
Post a Comment