Inti dari ibadah puasa Ramadhan yang kita laksanakan adalah adanya pengendalian diri dari berbagai hal dan perilaku yang dapat membatalkan puasa maupun pahala puasa. Sehingga, di akhir Ramadhan kita dapat meraih derajat orang bertakwa dan kembali menjadi fitri. Dan, nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa dapat dilaksanakan dengan konsisten pada bulan-bulan berikutnya. Inilah makna puasa yang sesungguhnya.
Dalam konteks ini, ibadah puasa merupakan cara melakukan pembaruan, baik mental, jasmani, maupun rohani yang dapat dilaksanakan oleh pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bangsa secara kolektif. Pembaruan mental yang dimaksud adalah tumbuhnya mental-mental pejuang yang dapat mengalahkan berbagai macam rintangan dan godaan.
Orang yang berpuasa dengan benar, misalnya, akan menahan lapar dan dahaganya, meskipun ia memiliki kesempatan untuk membatalkannya ketika tidak ada orang yang melihat. Namun, berpuasa mengajarkan manusia untuk jujur kepada dirinya dan menyadari betapa Allah mengawasinya. Karenanya, Allah mengatakan dalam hadis qudsi, ''Sesungguhnya puasa seorang anak Adam adalah untuk-Ku. Dan Aku yang akan memberikan balasannya.''
Selain itu, pembaruan mental lainnya adalah tumbuhnya semangat saling membantu dan egaliter. Berpuasa mengikis rasa egois dan individualistis. Sebaliknya, puasa justru akan menumbuhkan rasa solidaritas serta kesetiakawanan. Dalam konteks kehidupan sebagai bangsa, pemimpin dan wakil rakyat yang berpuasa dengan benar semoga akan memiliki keberpihakan yang lebih jelas kepada rakyat yang memilihnya dan mereka dapat membuang jauh-jauh sifat untuk mementingkan pribadi atau kelompok, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sedangkan pembaruan jasmani adalah lahirnya pribadi-pribadi yang memiliki kesehatan yang prima. Berpuasa, sebagaimana dikatakan para pakar kesehatan, dapat meningkatkan kesehatan dan vitalitas. Dengan berpuasa, maka kita memberikan kesempatan kepada tubuh untuk melakukan metabolisme secara sempurna.
Menyangkut pembaruan rohani, dengan berpuasa dapat melahirkan pribadi-pribadi yang bertakwa. Ini, sebagaimana Allah SWT firmankan, ''Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.'' (QS 2: 183).
Pribadi yang bertakwa akan melahirkan pribadi-pribadi yang berakhlak mulia dan bermoral. Inilah bekal terbaik dalam mewujudkan masyarakat dan bangsa yang beriman dan bermoral, sehingga dapat mengundang keberkahan Allah. Allah SWT berfirman, ''Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.'' (QS 7: 96).
Pada saat ini, ibadah puasa berbarengan dengan dimulainya pemerintahan baru dari presiden terpilih. Semoga pemerintahan baru dapat mengaplikasikan nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dari ibadah puasa, sehingga perubahan dan pembaruan yang diinginkan tidak hanya sekadar wacana. Tetapi, juga dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan dilandasi kesadaran moral yang tinggi bahwa jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Wallahu a'lam bis-shawab. (Mulyana)
Dalam konteks ini, ibadah puasa merupakan cara melakukan pembaruan, baik mental, jasmani, maupun rohani yang dapat dilaksanakan oleh pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bangsa secara kolektif. Pembaruan mental yang dimaksud adalah tumbuhnya mental-mental pejuang yang dapat mengalahkan berbagai macam rintangan dan godaan.
Orang yang berpuasa dengan benar, misalnya, akan menahan lapar dan dahaganya, meskipun ia memiliki kesempatan untuk membatalkannya ketika tidak ada orang yang melihat. Namun, berpuasa mengajarkan manusia untuk jujur kepada dirinya dan menyadari betapa Allah mengawasinya. Karenanya, Allah mengatakan dalam hadis qudsi, ''Sesungguhnya puasa seorang anak Adam adalah untuk-Ku. Dan Aku yang akan memberikan balasannya.''
Selain itu, pembaruan mental lainnya adalah tumbuhnya semangat saling membantu dan egaliter. Berpuasa mengikis rasa egois dan individualistis. Sebaliknya, puasa justru akan menumbuhkan rasa solidaritas serta kesetiakawanan. Dalam konteks kehidupan sebagai bangsa, pemimpin dan wakil rakyat yang berpuasa dengan benar semoga akan memiliki keberpihakan yang lebih jelas kepada rakyat yang memilihnya dan mereka dapat membuang jauh-jauh sifat untuk mementingkan pribadi atau kelompok, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sedangkan pembaruan jasmani adalah lahirnya pribadi-pribadi yang memiliki kesehatan yang prima. Berpuasa, sebagaimana dikatakan para pakar kesehatan, dapat meningkatkan kesehatan dan vitalitas. Dengan berpuasa, maka kita memberikan kesempatan kepada tubuh untuk melakukan metabolisme secara sempurna.
Menyangkut pembaruan rohani, dengan berpuasa dapat melahirkan pribadi-pribadi yang bertakwa. Ini, sebagaimana Allah SWT firmankan, ''Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.'' (QS 2: 183).
Pribadi yang bertakwa akan melahirkan pribadi-pribadi yang berakhlak mulia dan bermoral. Inilah bekal terbaik dalam mewujudkan masyarakat dan bangsa yang beriman dan bermoral, sehingga dapat mengundang keberkahan Allah. Allah SWT berfirman, ''Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.'' (QS 7: 96).
Pada saat ini, ibadah puasa berbarengan dengan dimulainya pemerintahan baru dari presiden terpilih. Semoga pemerintahan baru dapat mengaplikasikan nilai-nilai dan hikmah yang terkandung dari ibadah puasa, sehingga perubahan dan pembaruan yang diinginkan tidak hanya sekadar wacana. Tetapi, juga dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dengan dilandasi kesadaran moral yang tinggi bahwa jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Wallahu a'lam bis-shawab. (Mulyana)
0 Response to "Puasa dan Pembaruan "
Post a Comment