Syekh Yusuf Qardlawi dalam bukunya Al 'Ibadah fi Al Islam menyatakan implementasi dan aplikasi ibadah sangat beraneka ragam, meskipun memiliki makna dan tujuan yang sama dan satu, yaitu melakukan pengabdian untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT.
Ada yang menekankan pada ucapan, seperti berzikir, bertasbih, berdoa, dan membaca Alquran. Ada yang menekankan pada gerakan tubuh, seperti shalat dan ibadah haji. Ada yang menekankan pada mengeluarkan sebagian dari harta yang dimiliki, seperti zakat, sedekah, dan wakaf. Namun, ada pula yang tidak menekankan pada hal-hal tersebut, tetapi pada al imsak, yang berarti menahan dan mengendalikan diri, yaitu pada ibadah shaum.
Shaum atau puasa adalah menahan diri, tidak mengeluarkan sesuatu ucapan dan atau perbuatan yang akan merusaknya, seperti berdusta, memfitnah, dan mengadu domba antara yang satu dan lainnya. Dalam sebuah hadis riwayat Jamaaah dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan-ucapan kotor, maka Allah sama sekali tidak akan memberikan pahala bagi orang tersebut walaupun ia berpuasa tidak makan dan tidak pula minum.''
Dalam hadis lain riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW juga menyatakan, ''Puasa itu bukanlah hanya meninggalkan makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya meninggalkan ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Bahkan, jika seseorang tiba-tiba datang dan mencelamu, maka katakanlah kepadanya, 'Saya sedang berpuasa'.''
Karena itu, inti dan substansi ibadah puasa adalah latihan pengendalian diri secara sadar, sengaja, dan terstruktur. Pengendalian diri ketika mencintai dan membenci sesuatu atau seseorang, supaya tidak berlebih-lebihan, agar dalam melakukan penilaian terhadapnya tidak bersikap subjektif. Tetapi, tetap mengedepankan logika sehat dan berpikir yang objektif.
Bahkan, dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW mengingatkan, ''Cintailah orang yang Anda cintai, sederhana saja. Sebab, siapa tahu kelak orang tersebut menjadi orang yang Anda benci. Dan, bencilah seseorang secara sederhana saja. Sebab, siapa tahu kelak orang tersebut menjadi orang yang Anda cintai.''
Orang yang mampu mengendalikan diri adalah orang yang akan mampu bersabar ketika mendapatkan berbagai macam ujian dan cobaan, dan mampu bersyukur ketika mendapatkan berbagai macam anugerah dan kenikmatan. Sabar dan syukur menjadi pakaian dan perhiasan utama dalam hidupnya. Orang tersebut jika mendapatkan jabatan dan kedudukan, yang oleh masyarakat dianggap tinggi dan memiliki prestasi, tidak akan lupa diri dengan kekuasaannya, lalu memanfaatkannya untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompoknya. Tetapi, akan menganggapnya sebagai sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat.
Semoga Ramadhan 1425 H ini akan dijadikan peluang dan kesempatan oleh masyarakat yang berpuasa secara kolektif dan bersama-sama, untuk melatih diri bagi penguatan kemampuan menahan dan mengendalikan diri. Wallahu a'lam. (KH Didin Hafidhuddin)
Ada yang menekankan pada ucapan, seperti berzikir, bertasbih, berdoa, dan membaca Alquran. Ada yang menekankan pada gerakan tubuh, seperti shalat dan ibadah haji. Ada yang menekankan pada mengeluarkan sebagian dari harta yang dimiliki, seperti zakat, sedekah, dan wakaf. Namun, ada pula yang tidak menekankan pada hal-hal tersebut, tetapi pada al imsak, yang berarti menahan dan mengendalikan diri, yaitu pada ibadah shaum.
Shaum atau puasa adalah menahan diri, tidak mengeluarkan sesuatu ucapan dan atau perbuatan yang akan merusaknya, seperti berdusta, memfitnah, dan mengadu domba antara yang satu dan lainnya. Dalam sebuah hadis riwayat Jamaaah dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan-ucapan kotor, maka Allah sama sekali tidak akan memberikan pahala bagi orang tersebut walaupun ia berpuasa tidak makan dan tidak pula minum.''
Dalam hadis lain riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW juga menyatakan, ''Puasa itu bukanlah hanya meninggalkan makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya meninggalkan ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya. Bahkan, jika seseorang tiba-tiba datang dan mencelamu, maka katakanlah kepadanya, 'Saya sedang berpuasa'.''
Karena itu, inti dan substansi ibadah puasa adalah latihan pengendalian diri secara sadar, sengaja, dan terstruktur. Pengendalian diri ketika mencintai dan membenci sesuatu atau seseorang, supaya tidak berlebih-lebihan, agar dalam melakukan penilaian terhadapnya tidak bersikap subjektif. Tetapi, tetap mengedepankan logika sehat dan berpikir yang objektif.
Bahkan, dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW mengingatkan, ''Cintailah orang yang Anda cintai, sederhana saja. Sebab, siapa tahu kelak orang tersebut menjadi orang yang Anda benci. Dan, bencilah seseorang secara sederhana saja. Sebab, siapa tahu kelak orang tersebut menjadi orang yang Anda cintai.''
Orang yang mampu mengendalikan diri adalah orang yang akan mampu bersabar ketika mendapatkan berbagai macam ujian dan cobaan, dan mampu bersyukur ketika mendapatkan berbagai macam anugerah dan kenikmatan. Sabar dan syukur menjadi pakaian dan perhiasan utama dalam hidupnya. Orang tersebut jika mendapatkan jabatan dan kedudukan, yang oleh masyarakat dianggap tinggi dan memiliki prestasi, tidak akan lupa diri dengan kekuasaannya, lalu memanfaatkannya untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompoknya. Tetapi, akan menganggapnya sebagai sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat.
Semoga Ramadhan 1425 H ini akan dijadikan peluang dan kesempatan oleh masyarakat yang berpuasa secara kolektif dan bersama-sama, untuk melatih diri bagi penguatan kemampuan menahan dan mengendalikan diri. Wallahu a'lam. (KH Didin Hafidhuddin)
0 Response to "Menahan Diri "
Post a Comment