Sang Khalifah
Penulis: Hendra Pakpahan, SHI
Puluhan abad yang lalu, ada sebuah ekspedisi yang melibatkan belasan kapal layar dan ratusan orang. Ekspedisi ini bertujuan untuk mencari daratan baru yang subur dan menjanjikan karena tempat yang mereka huni sekarang sudah tidak menjanjikan apa-apa lagi untuk membangun sebuah kehidupan. Ekspedisi ini dipimpin oleh seseorang diantara mereka yang mereka percayai, karena selain handal, ia juga arif bijaksana.
Setelah belasan bulan mengarungi lautan, akhirnya mereka tiba di sebuah daratan yang subur serta menjanjikan, tepat seperti apa yang selama ini mereka impikan. Hanya saja, daratan baru tersebut masih terlalu liar karena belum pernah dihuni sebelumnya. Hal ini menimbulkan keragu-raguan di hati para peserta ekspedisi tersebut apakah mereka mampu untuk menaklukkan daratan baru tersebut dan membangun sebuah kehidupan seperti apa yang selama ini telah mereka impikan. Keraguan tersebut semakin kuat mengingat betapa berat perjuangan yang harus mereka lakukan karena segala sesuatunya harus dimulai dari awal kembali.
Pada suatu malam, ketika para peserta ekspedisi tersebut tengah terlelap tidur di tenda-tenda mereka, pemimpin ekspedisi itu membakar habis seluruh kapal yang mereka gunakan untuk berlayar. Para peserta ekspedisi tersebut terjaga dari tidurnya dan terkejut dengan apa yang mereka saksikan. Dengan perasaan marah, mereka menghampiri pemimpin ekspedisi tersebut. Mereka bukan hanya marah, tetapi juga kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh sang pemimpin yang mereka percayai tersebut. Mereka bertanya mengapa sang pemimpin tersebut begitu tega membakar musnah kapal-kapal mereka. Dengan penuh kearifan pemimpin ekspedisi itu menjawab, "Keragu-raguan di hati kalianlah yang membuat aku melakukan hal ini. Bukankah inilah daratan yang kita impi-impikan yang membuat kita tegar dan mampu bertahan selama belasan bulan terhadap hantaman ombak dan rasa lapar? Lalu kenapa hanya dengan setitik keragu-raguan saja kalian rela menggadaikan segala apa yang telah kalian impikan? Aku sengaja membakar musnah kapal-kapal tersebut agar kita tidak dapat keluar dari pulau ini, sehingga kita mampu berkomitmen dan bertekad di dalam hati kita masing-masing untuk bersama-sama berjuang dan membangun sebuah kehidupan baru yang kita impikan. Jangan biarkan keragu-raguan di hati kalian menghancurkan impian kalian. Kita sudah melangkah terlalu jauh untuk menyerah sekarang!"
Coba perhatikan dan resapi hikmah yang dapat kita petik dari penggalan kisah nyata di atas. Betapa ternyata, secara manusiawi, selalu saja ada keragu-raguan di dalam hati setiap manusia dalam memulai sebuah kehidupan yang baru, bahkan meskipun hal tersebut adalah sesuatu yang diimpi-impikan sekalipun. Rasa ragu tersebut berkembang bagaikan sebuah tumor ganas yang menggerogoti kemampuan manusia untuk berpikir secara jernih.
Keragu-raguan tersebut tidak dapat menghasilkan apa-apa selain membunuh semua yang telah diimpikan dan dicita-citakan. Jangan lupa bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga kaum itu mengubah nasibnya sendiri dan untuk mampu melakukan suatu perubahan, tantangan terberat pertama adalah menghapuskan keragu-raguan yang timbul di hati manusia. Sebuah komitmen terhadap sebuah perjuangan dalam mencapai apa yang menjadi impian dan cita-cita sangat diperlukan untuk memusnahkan rasa ragu tersebut karena dengan izin-Nya, apabila rasa ragu tersebut telah musnah maka dengan sendirinya pintu pertolongan-Nya akan terbuka dan 'tangan-tangan' ilahiyah pun akan dikirimkan untuk membantu menuntun langkah manusia.
Dalam membangun sebuah komitmen untuk berjuang di jalan-Nya diperlukan kesadaran bahwa kita sebagai seorang manusia diutus pleh Allah SWT sebagai seorang khalifah. Ingatlah ketika Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Lalu para malaikat yang merasa pesimis terhadap tingkah laku manusia berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Allah SWT menjawab, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Dalam konteks ini, Allah tidak menyalahkan apa yang diucapkan oleh para malaikat, tetapi hanya Allah saja yang mengetahui hakikat keberadaan manusia tersebut.
Kita dihadirkan di permukaan bumi ini sebagai seorang khalifah untuk suatu tujuan, bukan suatu kebetulan. Segala sesuatu, sekecil apa pun itu, terjadi dengan izin-Nya. Banyak di antara kita yang sudah sering membaca dan mendengar kata-kata klise tersebut tanpa pernah meresapi dengan seksama akan arti yang terkandung di baliknya. Mungkin sebuah kisah unik yang terjadi pada dua orang mantan presiden Amerika berikut ini mampu menyadarkan kita bahwa Allah maha Berkehendak dan betapa banyak kejadian di dunia ini yang mampu mementahkan konsep manusia akan teori kausalitas.
Dua orang diantara mantan-mantan presiden Amerika yaitu Abraham Lincoln dan John F. Kennedy. Yang pertama lahir tahun 1860 dan yang kedua lahir tahun 1960. Pengganti Lincoln bernama Johnson (Andre) lahir tahun 1808 dan pengganti Kennedy bernama Johnson (Lindon) lahir tahun 1908. Kedua presiden, Lincoln dan Kennedy, tewas terbunuh dalam masa jabatannya dan keduanya tertembak di kepala pada hari yang sama, yaitu Jumat. Pembunuh Lincoln lahir tahun 1839 dan pembunuh Kennedy lahir tahun 1939. Kedua pembunuh tersebut terbunuh sebelum sempat diadili. Sekretaris Lincoln bernama Kennedy dan sekretaris Kennedy bernama Lincoln. Kedua sekretaris menyarankan untuk tidak pergi ke tempat terjadinya pembunuhan, namun kedua presiden itu menolak. Pembunuh Lincoln melakukan pembunuhan dari teater dan bersembunyi di gudang sebuah pasar swalayan dan pembunuh Kennedy melakukan pembunuhan dari sebuah gudang pasar swalayan dan bersembunyi di teater!
Subhanallah! Betapa Allah Maha Kuasa dan Maha Berkehendak. Bukankah kisah nyata di atas terlalu absurd untuk dapat dijelaskan dengan hanya mengandalkan teori kausalitas karena keterbatasan yang dimiliki oleh manusia? Tidakkah contoh di atas cukup untuk menyadarkan kita betapa Allah itu Maha Berkehendak? Orang Prancis boleh saja berkata bahwa L'histoire c'est repete-sejarah itu pasti berulang-, tapi tidak semua misteri-Nya dapat diterangkan dengan keterbatasan logika yang kita miliki, untuk itulah diperlukan iman untuk menjembatani 'gap' antara kenyataan yang terjadi karena kehendak-Nya dan keterbatasan logika yang dimiliki manusia.
Seorang ulama terkenal Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab berkata bahwa tidak semua kejadian di alam ini dapat diterangkan dengan teori kausalitas. Disamping sunatullah, ada juga yang dinamakan dengan inayatullah (uluran tangan Allah) dan inayatullah tersebut hanya akan menghampiri orang-orang yang memiliki komitmen dan kesungguhan terhadap apa yang ia perjuangakan.
Sebagai seorang calon almarhum dan almarhumah, cobalah kita sedikit meluangkan waktu untuk menghayati pesan sang Rasul teladan kita berikut ini ,"I'mal li dunyaka kaanaka ta'isyu abadan wa'mal li akhiratika kaanaka tamuttu ghadan ... Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok." Hidup ini terlalu singkat untuk terus menerus menyia-nyiakan kesempatan demi kesempatan yang telah Allah berikan kepada kita. Apabila hari ini adalah hari terakhir kita berada di dunia, jangan biarkan kita terus menerus diliputi keraguan untuk memulai sebuah kehidupan baru yang membuat kita semakin dekat pada-Nya. Tanamkanlah komitmen untuk berjuang di jalan-Nya di dalam hati dan benak kita yang akan mengikis keragu-raguan tersebut. Ingatlah bahwa Islam membutuhkan tangan-tangan kita untuk menegakkan kembali bendera kejayaan Islam. Semoga Allah swt selalu menyertai setiap langkah kita. Wallahu a'lam bishawaab.
0 Response to "KHALIFAH"
Post a Comment