Kala Hati Tercerabut Takwa
Penulis: Abu Aufa
Uugh... angin kering dan panas mengikis jalanan, memperkosa kulit, membakar dan menyengat. Debu bergolak dan meronta, berbaur aroma busuk dari got yang hitam airnya dan penuh jejalan sampah. Udara pekat dan penuh tuba itu menyergap sosok penuh bekas kudis dan kurap, berbungkus pakaian compang camping, dan kaki beralaskan sandal jepit yang talinya disambung dengan peniti. Sekali-kali, lirih terdengar nada iba dari balik gendongan kain sarung kumal penuhtambalan.
'Sabar ya nak, sabar..., Gusti Allah itu Maha Penyayang,' sosok tubuh itu menenteramkan buah hati tercinta, seraya tangan terhulur meminta-minta. Tiba-tiba ia terkesiap, 'Ampun om, ampun..., jangan pukul lagi, sakit...,' suara kecil yang sangat dikenalnya terdengar menghiba, tak jauh dari kedai makan yang tertutup rapat. Namun hanya air mata terisak, jatuh menimpa kaki yang membusuk karena borok. 'Aku tak mencuri mak, aku hanya memungut daging yang jatuh dari piringnya, untuk lauk emak berbuka puasa,' mengadu kepada ibunda tercinta, lalu cucuran air mata mereka basah menggenangi trotoar jalan.
Banyak pasang mata menatap iba, lalu hanya lirih terucap, 'Kasihan ya...'
Haiya 'alash-shalaah... haiya 'alal-falaah...Seraya menggendong bayi dalam dekapan, dan dituntun anak laki-lakinya, kaki tua itu terseok-seok melangkah ke arah mesjid besar dan megah, penuh dengan kaligrafi indah yang pasti amat mahal harganya. Buka puasa bersama, hanya itu harapan untuk makan dengan nikmat.
'Jamaah mesjid rahimakumullah, Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam berpesan, banyaklah bersedekah kepada kaum fuqara dan masakin, barang siapa yang memuliakan anak yatim di bulan mulia ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memuliakannya pula pada hari ia berjumpa dengan-Nya,' kultum dari ustadz lantang terdengar dari atas mimbar.
Tampak begitu banyak kepala mengangguk-angguk, entah karena membenarkan atau terserang kantuk. Mata tua itu pun berbinar-binar, berharap semakin banyak manusia-manusia bertakwa akan lahir dari kancah peperangan manusia dan hawa nafsunya.
Takwa...
Begitu sering kata itu bergaung di telinga kita, entah karena terlalu sering, lalu menjadi tiada makna. Sifat dermawan, empati dan peduli terhadap golongan yang tak punya pun mestinya juga lahir dari ibadah shaum di bulan mulia, dan itulah salah satu makna takwa [Al Baqarah: 177]. Lalu mengapa masih begitu banyak anak yatim, anak jalanan, peminta-minta, fakir miskin, atau pun janda-janda tua ?
Sifat takwa seharusnya tidak hilir mudik dari telinga kiri ke telinga kanan saja, namun harus direalisasikan dalam aktivitas nyata. Menurut ustadz Dr. Hidayat Nur Wahid, kata takwa adalah kata kunci pembeda dan pendorong agar nilai pribadi dan peran serta sosial kita selalu meningkat dan bermanfaat. Menurut beliau lagi, manusia-manusia yang berusaha menghadirkan takwa dalam kehidupan nyata, akan dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menyelesaikan masalah-masalah dirinya [Ath Thalaq: 2-3].
Duhai Allah...
Betapa kerasnya hati ini, tak sedikitpun ada rasa iba kepada mereka Ramadhan hanyalah perhentian sejenak lapar dan dahaga Lalu gundah gulana dan resah karena hawa nafsu terkekang selama hadirnya bulan mulia Ampuni kami yaa Allah...
Entahlah...
Entah dimana hati nurani ini berada, saat anak-anak kita sibuk membeli jajanan berbuka puasa, ibu sibuk memikirkan resep masakan hidangan berbuka untuk keluarga tercinta, sang ayah pun tak lupa menghitung bonus hari raya, sementara di jalanan masih banyak mata yang (mestinya) membuat kita iba. Bagi mereka setiap hari adalah puasa, sedangkan bagi kita (mungkin) puasa hanyalah bermakna 1 bulan saja.
Hari esok bagi mereka adalah sama, tak ada yang berubah, tetap lapar dan dahaga. Namun, esok bagi kita tentu penuh makna bahagia, kumpul bersama keluarga, menyantap beraneka-ragam hidangan berbuka puasa.Tak lupa sebelumnya sang ayah bertausyiah kepada seluruhanggota keluarga, 'Hmm... kita adalah contoh keluarga samara, sakinah, mawaddah wa rahmah.'
Yaa Allah... layakkah diri ini menyandang gelar manusia bertakwa?
Waktu berjalan hari pun berganti, trotoar jalan telah tampak bersih, wah... suasana kota tampak lebih indah untuk dinikmati. Hati berkata, janda tua dan anak-anaknya itu pun pasti sudah menikmati hari-hari bahagia di daerah transmigrasi. Yakin, karena pasti masih banyak orang lain (selain dirinya) yang peduli.
Sementara, lamat-lamat terdengar riuh tepuk tangan dari sebuah Rumah Tuhan, dan tampak wajah sang ibu peminta-minta tertawa senang sambil duduk di atas kursi roda melihat tingkah polah anak-anaknya yang tampak gembira sambil bernyanyi riang ... Aku anak Raja, Engkau anak Raja, kita semua adalah anak Raja / Halleluya, puji Tuhan, halleluya...
Astaghfirullah...
Wallahua'lam bi showab.
0 Response to "Bertaqwa Kepada Allah"
Post a Comment