Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Untuk itu, Syah (2006: 144) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil siswa terdiri dari dua faktor yaitu faktor yang datangnya dari individu siswa (internal factor), dan faktor yang datang dari luar diri individu siswa (eksternal factor). Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1).  Faktor internal anak, meliputi:
a)  Faktor psikis (jasmani). Kondisi umum jasmani yang menandai dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran.
b)  Faktor psikologis (kejiwaan). Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas perolehan hasil belajar siswa antara lain : (1)Intelegensi, (2) Sikap (3) bakat, (4) minat, dan (5) motivasi.


2).  Faktor eksternal anak, meliputi:
a) Faktor lingkungan social, seperti para guru, sifat para guru, staf adminitrasi dan teman-teman sekelas.
b) Faktor lingkungan non-sosial, seperti sarana dan prasarana sekolah/belajar, letaknya rumah tempat tinggal keluarga, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan anak.
c)  Faktor pendekatan belajar, yaitu cara guru mengajar guru, maupun metode, model dan media pembelajaran yang digunakan
            Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa disebut sebagai hambatan/kesulitan belajar akibat kondisi keluarga yang kurang kondusif. Terkait dengan hal ini, Ihsan (2005: 19) menyebutkan 7 hambatan-hambatan yang dihadapi siswa akibat kondisi lingkungan keluarga, yaitu:
1)      Anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua.
2)      Figur orang tua yang tidak mampu memberikan keteladanan kepada anak.
3)      Kasih sayang orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan anak.
4)      Sosial ekonomi keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa menunjang belajar.
5)      Orang tua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, atau tuntutan orang tua yang terlalu tinggi.
6)      Orang tua yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak, dan
7)      Orang tua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kreativitas kepada anak.

2.1.5 Belajar Matematika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 895) Prestasi diartikan sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)”. “Menurut Arifin (1991: 3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu”. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/ pengalaman dalam bidang ketrampilan, nilai dan sikap.
Dalam beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedang prestasi belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam waktu tertentu.
Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes).

2.1.6  Model  Non Directive Teaching
1. Pengertian  Non Directive Teaching
Arsitek utama dalam model non directive teaching  adalah Carl Rogers, seorang guru besar psikologi dan psikiatri dari Universitas Wisconsin, Amerika Serikat. Dalam tulisannya yang berjudul Non directive Counseling, yang di publikasikan oleh Review of Education Research, Rogers mencoba menganalisis tentang peran individu yang dibimbing sebagai fokus utama proses konseling dengan interaksi yang tertata rapi.
Rogers mengatakan bahwa, jika seorang konselor sanggup menciptakan suasana interaksi yang cukup erat dan menyenangkan, penuh pengertian dan bebas dari segala ketakutan serta menghargai martabat  individu, maka individu yang dibimbing akan bersedia membuang segala metode pertahanan dirinya, bahkan kemudian akan mengambil manfaat yang seluas-luasnya dari situasi konseling untuk perkembangan dirinya. Jadi, inti dari pendekatan non directive ini adalah menempatkan individu pada posisi puncak dalam mempersentasikan berbagai kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

2.Langkah-langkah Non directive teaching
            Langkah-langkah  dari model Non directive teaching menurut Carl Rogers adalah sebagai berikut:
a)      Guru membantu siswa untuk menemukan inti permasalahan yang dihadapi siswa itu sendiri. Biasanya hal ini terjadi di awal wawancara, tapi kadang terjadi pula pada saat wawancara telah atau sedang berlangsung.
Tapi biasanya pembatasan masalah yang dihadapi siswa sangat bervariasi tergantung jenis masalah atau siswanya.
b)      Guru mendorong siswa (memancing) siswa agar dapat mengespresikan perasaannya yang bersifat positif. Di samping itu guru harus mampu mendorong (memancing) siswa agar dapat menyatakan dan menggali permasalahannya. Bagaimana caranya? Dengan cara menerima tangan terbuka dan kehangatan serta tanpa memberikan penilaian (men-cap jelek atau buruk) terhadapnya.
c)      Siswa secara bertahap mengembangkan pemahaman (kesadaran) akan dirinya. Ia berusaha menemukan makna dari pengalamannya, menemukan hubungan sebab dan akibat dan pada akhirnya memahami (menyadari) makna dari perilaku sebelumnya. Dalam hal ini, di mana siswa berada dalam tahapan upaya menggali permasalahannya sendiri dan upaya memahami perasaannya, guru hendaknya mampu memancing siswa untuk melakukan refleksi diri.
d)     Guru mendorong siswa untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Tugas guru jangan memberikan alternatif, tapi berusaha membantu mengklarifikasi alternatif-alternatif yang diajukan siswa.
e)      Siswa melaporkan tindakan (berupa alternatif-alternatif pemecahan masalah) yang telah diambilnya. Lebih jauh ia mereflesikan ulang tindakan yang telah diambilnya tersebut dan berupaya membuatnya lebih baik dan efektif.
3. Kebaikan-kebaikan Non directive teaching
a)    Model ini dapat mendekatkan hubungan antara guru dan siswa yang          bersifat positif.
b)      Model ini membuat siswa lebih aktif dalam menemukan apa  yang sedang mereka pikirkan dan rasakan, dan membantu mereka memahami apa yang mereka lakukan.
c)    Model ini dapat digunakan dalam berbagai situasi dan kondisi.
d)   Model ini adalah model dasar untuk melaksanakan pendidikan secara keseluruhan.

Subscribe to receive free email updates: