1). Faktor
internal anak, meliputi:
a) Faktor
psikis (jasmani). Kondisi umum jasmani yang menandai dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran.
b) Faktor
psikologis (kejiwaan). Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kualitas perolehan hasil belajar siswa antara lain :
(1)Intelegensi, (2) Sikap (3) bakat, (4) minat, dan (5) motivasi.
2). Faktor
eksternal anak, meliputi:
a) Faktor lingkungan
social, seperti para guru, sifat para guru, staf adminitrasi dan teman-teman
sekelas.
b) Faktor
lingkungan non-sosial, seperti sarana dan prasarana sekolah/belajar, letaknya
rumah tempat tinggal keluarga, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan
anak.
c) Faktor pendekatan belajar, yaitu cara guru
mengajar guru, maupun metode, model dan media pembelajaran yang digunakan
Faktor lain yang juga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa disebut sebagai hambatan/kesulitan belajar
akibat kondisi keluarga yang kurang kondusif. Terkait dengan hal ini, Ihsan
(2005: 19) menyebutkan 7 hambatan-hambatan yang dihadapi siswa akibat kondisi
lingkungan keluarga, yaitu:
1)
Anak
kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua.
2)
Figur
orang tua yang tidak mampu memberikan keteladanan kepada anak.
3)
Kasih
sayang orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan anak.
4)
Sosial
ekonomi keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa menunjang belajar.
5)
Orang
tua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, atau tuntutan orang tua
yang terlalu tinggi.
6)
Orang
tua yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak, dan
7)
Orang
tua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kreativitas kepada anak.
2.1.5 Belajar
Matematika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
(2001: 895) “Prestasi diartikan sebagai yang telah dicapai (telah
dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)”. “Menurut Arifin (1991: 3), prestasi
berarti hasil usaha”. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi
berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar pada kurun waktu tertentu”. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan
perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/ pengalaman dalam bidang
ketrampilan, nilai dan sikap.
Dalam beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh
seseorang sedang prestasi belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh
seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam waktu tertentu.
Seorang siswa yang telah melakukan
kegiatan belajar matematika, dapat diukur prestasinya setelah melakukan
kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi prestasi
belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah
mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan
alat evaluasi (tes).
2.1.6 Model Non Directive Teaching
1.
Pengertian Non Directive Teaching
Arsitek utama dalam
model non directive teaching adalah Carl Rogers, seorang guru besar
psikologi dan psikiatri dari Universitas Wisconsin,
Amerika Serikat. Dalam tulisannya yang berjudul Non directive Counseling, yang
di publikasikan oleh Review of Education Research, Rogers mencoba menganalisis tentang peran
individu yang dibimbing sebagai fokus utama proses konseling dengan interaksi
yang tertata rapi.
Rogers mengatakan
bahwa, jika seorang konselor sanggup menciptakan suasana interaksi yang cukup
erat dan menyenangkan, penuh pengertian dan bebas dari segala ketakutan serta
menghargai martabat individu, maka
individu yang dibimbing akan bersedia membuang segala metode pertahanan
dirinya, bahkan kemudian akan mengambil manfaat yang seluas-luasnya dari
situasi konseling untuk perkembangan dirinya. Jadi, inti dari pendekatan non
directive ini adalah menempatkan individu pada posisi puncak dalam
mempersentasikan berbagai kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
2.Langkah-langkah
Non directive teaching
Langkah-langkah
dari model Non directive teaching
menurut Carl Rogers adalah sebagai berikut:
a)
Guru membantu siswa untuk menemukan inti
permasalahan yang dihadapi siswa itu sendiri. Biasanya hal ini terjadi di awal wawancara, tapi kadang
terjadi pula pada saat wawancara telah atau sedang berlangsung.
Tapi biasanya
pembatasan masalah yang dihadapi siswa sangat bervariasi tergantung jenis
masalah atau siswanya.
b)
Guru
mendorong siswa (memancing) siswa agar dapat mengespresikan perasaannya yang
bersifat positif. Di samping itu
guru harus mampu mendorong (memancing) siswa agar dapat menyatakan dan menggali
permasalahannya. Bagaimana caranya? Dengan cara menerima tangan terbuka dan
kehangatan serta tanpa memberikan penilaian (men-cap jelek atau buruk)
terhadapnya.
c)
Siswa
secara bertahap mengembangkan pemahaman (kesadaran) akan dirinya. Ia berusaha
menemukan makna dari pengalamannya, menemukan hubungan sebab dan akibat dan
pada akhirnya memahami (menyadari) makna dari perilaku sebelumnya. Dalam hal
ini, di mana siswa berada dalam tahapan upaya menggali permasalahannya sendiri
dan upaya memahami perasaannya, guru hendaknya mampu memancing siswa untuk
melakukan refleksi diri.
d)
Guru
mendorong siswa untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan berkaitan
dengan masalah yang dihadapinya. Tugas guru jangan memberikan alternatif, tapi
berusaha membantu mengklarifikasi alternatif-alternatif yang diajukan siswa.
e)
Siswa
melaporkan tindakan (berupa alternatif-alternatif pemecahan masalah) yang telah
diambilnya. Lebih jauh ia mereflesikan ulang tindakan yang telah diambilnya
tersebut dan berupaya membuatnya lebih baik dan efektif.
3. Kebaikan-kebaikan Non directive teaching
a)
Model
ini dapat mendekatkan hubungan antara guru dan siswa yang bersifat positif.
b)
Model
ini membuat siswa lebih aktif dalam menemukan apa yang sedang mereka pikirkan dan rasakan, dan
membantu mereka memahami apa yang mereka lakukan.
c) Model
ini dapat digunakan dalam berbagai situasi dan kondisi.
d) Model
ini adalah model dasar untuk melaksanakan pendidikan secara keseluruhan.