MURJIAH

MURJIAH


1. Asa1-usul Kemunculan Murji'ah

Nama Murji'ah diambil dari kata irja atau arja'a yang bermakna penundaan, penangguhan. dan Pengharapan. Kata arja'a mengandung Pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja'a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.[1]

Bagi kaum Murji'ah, orang yang melakukan dosa besar adalah tetap mukmin, soal dosa besar yang dilakukannya merupakan hak Tuhan untuk menentukannya di hari
kemudian. Alasan mereka adalah bahwa orang yang melakukan dosa besar itu masih tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan (Rasul) Allah, atau dengan kata lain masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar iman. Selanjutnya, kaum Muhajirin memberikan harapan bagi orang Islam yang melakukan dosa besar, dengan mengatakan bahwa mereka tidak kekal di dalam neraka aliran Murji’ah menganggap iman lebih utama dari amal perbuatan

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah diantaranya :[2]

1. Teori yang mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh Al-Hasan bin Muhammad A1-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini, menceritakan hahwa 20 tahun setelah kematian Muawivah. pada tahun 680, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Al-Mukhtar membawa faham Syi’ah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibnu Zubayr mengklaim kekhalifahan di Mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar tahun 695, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah Surat pendeknya. Dalam Surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, "Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, Ali, dan Zubayr (seorang tokoh pembelot ke Mekah)." Dengan sikap politik ini. Al-Hasan mencoba mengulangi perpecahan umat Islam. la kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok syiah revolusioner yang terlampau menggunkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui ke khalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari sipendosa Usman.

2. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrasi) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu. yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Quran dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hokum Allah. Oleh karena itu, rnereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukum kafir, sama seperti perbuatan dosa besar seperti zina, riba membunuh tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wnita baik-baik. Pendapat ini ditentang sekelompok sahabat yang keudian disebut Murji'ah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau lidak.

2. Doktrin-doktrin Murji'ah

Adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji'ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir AI-Quran, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman Nabi hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal Islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, Beserta ketentuan Tuhan.

Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery, Watt merincinya sebagai berikut :[3]

a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskan di akhirat kelak.

b. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking., keempat dalam peringkat AI-Khalifah Ar-Rasyidun.

c. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

d. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.

3. Sekte-sekte Murji'ah

Kemunculan sekte-sekte dalama kelompok Murji'ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) dikalangan pendukung Murji'ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut :[4]

a. Murji’ah Moderat

Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal di dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam api neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga tidak akan masuk neraka sama sekali. Menurut Ash-Sahrastani Murji’ah Moderat terbagi atas 5 (lima) bagian yaitu :[5]

  1. Murji`ah-Khawarij
  2. Murji’ah-Qadariyah
  3. Murji’ah-Jabariyah
  4. Murji’ah Murni
  5. Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah').

B. Murji'ah Ekstrim

Menurut Murji'ah ekstrim, iman merupakan yang terpenting dalam beragama. Tetapi bagi mereka ini, yang dimaksud dengan iman ialah mengetahui Tuhan dan kufur ialah tidak tabu pada Tuhan. Iman dan kufur ini tempatnya dalam hati, bukan dalam bagian lain tubuh manusia.

Bertolak dari pengertian dan kedudukan iman di atas, Murji'ah ekstrim ini berpendapat bahwa, orang Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya dengan lisan, tidaklah menjadi -kafir. Bahkan sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya kepada Trinitas, dan kemudian mati, dia bukanlah kafir, melainkan tetap mukmin yang sempurna imannya. Dengan demikian, perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang, dan sebaliknya pula, perbuatan baik tidak akan merobah kedudukan orang musyrik atau politeist dan atheist menjadi mukmin.[6]

Adapun Murji’ah Ekstrim terbagi atas 4 (empat) kelompok yaitu :

a. Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman clan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.

b. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Salat bukan merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.

c. Yunusiyah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muclatilbin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (politheist).

Hasaniyah menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan, "Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini, " maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan "Saya tuhu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka'bah, tetapi saya tidak tahu apukah Ka'bah di India atau tempat lain”.


[1] Dr. Abdul Rojak, M.Ag. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Kalam, Hlm : 56

[2] Dr. Abdul Rojak, M.Ag. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Kalam, Hlm : 56-57

[3] Dr. Abdul Rojak, M.Ag. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Kalam, Hlm : 58

[4] Dr. Abdul Rojak, MAg. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ilmu Kalam, Hlm : 59

[5] Dra. Hj. Masdalifah Daulay, Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Untuk Kalangan Sendiri Hlm : 81

[6] Dra. Hj. Masdalifah Daulay, Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Untuk Kalangan Sendiri Hlm : 81

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MURJIAH"

Post a Comment