Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat terbagi menjadi delapan golongan sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah(9): 60

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam melakukan perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana”.[1]

a. Fakir (Al-Masakin) dan Orang Miskin


Fakir (al-fukara) adalah orang yang tidak berharta dan tidak pula mempunyai pekerjaan atau usaha tetap guna mencukupi kebutuhan hidupnya (nafkah), sedangkan orang yang menanggungnya (menjamin hidupnya) tidak ada. Adapun miskin adalah orang-orang yang tidak dapat mencukupi hidupnya, meskipun ia mempunyai pekerjaan atau usaha tetap, tetapi hasil usahanya belum mencukupi kebutuhannya dan orang yang menanggungnya tidak ada.

Untuk mempertimbangkan kedua kelompok itu agar dapat menerima akat, tidak cukup hanya dengan melihat atau didasarkan kepada kebutuhan primernya, tetapi juga kebutuhhan sekunder seperti pengobatan (kesehatan) dan pendidikan.

Fakir miskin dapat digolongkan menjadi dua kategori adalah sebagai berikut:
  1. Fakir miskin yang sanggup bekerja mencari nafkah yang hasilnya dapat mencukupi dirinya sendiri dan keluarganya, seperti pedagang, petani, tukang, buruh pabrik dan lain-lain, akan tetapi modal dan sarana serta prasaran kurang memadai sehingga hasilnyakurang sesuai dengan kebutuhannya.
  2. Fakir miskin yang secara fisik dan mental tidak mampu bekerja dan mencari nafkah seperti orang sakit, buta, tua, janda, anak-anak (telantar), dan lain-lain..

b. Amil Zakat atau Pengumpul zakat (Al-Amilin Alaiham)
Amil akat atau pengumpul zakat ialah mereka (panitia atau organisasi) yang diangkat ole pihak berwenang yang akan melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, baik mengumpulkan, membagikan (kepada para mustahik), maupun mengelolanya secara profesional. Orang yang ditunjuk sebagai amil zakat adalah orang yang benar-benar terpercaya, kejujuran dan keikhlasan sangat diperlukan bagi para amilin. Selain itu mereka tidak dibenarkan mengambil langsung sendiri yang menjadi bagiannya sebelum disetujui oleh atasannya atau sesama panitia yang bertanggung jawab dalam tugasnya sesuai Hadis Nabi SAW (“Tidak halal bagi seorang kaya memakan harta shadaqah (zakat), keuali karen ada lima sebab, yakni : 1. Orang kaya yang menjadi amil zakat; 2. Orang kaya yang membeli barang shadaqah itu dengan uang sendiri; 3. Orang kaya yang mempunyai hutang; 4. Orang kaya yang berperang di jalan Allah; 5. Orang miskin yang diberi shadaqah lalu ia hadiahkan shadaqah itu kepada orang kaya” HR. Abu Daud dan Ibnu Majjah).
Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat

c. Muallaf
Muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan dalam hatinya atau keyakinannya dapat makin bertambah Islam atau orang yang baru memeluk Islam, tetapi secara mental dan fisik teraniaya karena perlakuan keluarganya atau terhalang oleh niat jahat mereka atau kaum muslimin atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslilin dari musuh. Dengan mendapatkan bagian dari zakat akan dapat memantapkan hatinya di dalam Islam. Semeentara itu, orang-orang kafir tidak boleh dibujuk hati mereka dengan zakat.

d. Fir Riqab ( Memerdekakan Budak)
Riqab menurut istilah syara’ ialah budak atau hamba sahaya. Budak dinamakan raqaba atau riqab, karena dia dikuasai sepenuhnya oleh tuannya sehingga dengan diberikan bagian zakat tujuannya agar mereka dapat melepaskan diri dari belenggu perbudakan.

e. Al-Gharimin (Orang-orang yang Berhutang)
Al-gharimin (orang-orang yang berhutang ialah orang-orang yang tersangkut (mempunyai) utang karena kegiatannya dalam urusan kepentingan umum, antara lain mendamaikan perselisihan antara keluarga, memelihara persatuan umat Islam, melayani kegiatan dakwah Islam dan sebagainya. Adapun syarrat-syarat seseoang dikatakan gharimin adalah:
  1. Gharim yang mempunyai kebutuhan untuk mendapatkan harta yang dapat melunasi hutang-hutangnya, sedangkan apabila ia kaya dan memiliki kesanggupan untuk melunasi utangnya baik dengan harta benda yang dimilikinya maka ia tidak berhak meenerima zakat.
  2. Dia berhutang digunakan untuk kepentingan ibadah kepada Allah atau mengerjakan urusan yang dapat dibenarkan oleh hukum Islam. Jika orang itu boros, judi dan lain-lain maka ia tidak berhak menerima zakat.
  3. Gharim telah mempunyai utang yang sudah jatuh tempo atau karena bangkrut.

f. Fi Sabilillah (di Jalan Allah)
Fi Sabilillah ialah segala jalan yang akan mengantarkan umat kepada keridhaan Allah, berupa segala amalan yang diizinkan Allah untu memuliakan agama-Nya dan juga melaksanakan hukum-hukum-Nya.

g. Ibnus Sabil (Orang yang Sedang dalam Perjalanan)
Ibnu Sabil ialah orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan tidak dapat mendatangkan bekal tersebut dengan cara apa pun, atau orang yang hendak melaksanakan perjalanan yang sangat penting (darurat) sementara ia tidak memiiki bekal. Orang-orang yang termasuk Ibnu Sabil adalah:
  1. Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan baik karena salah perhiungan, tersesat, hilang, dicuri, dirampok, dan lain-lain.
  2. Musafir yang hendak mengadakan perjalanan untuk kemashlahatan Islam dan umatnya.
  3. Orang yang diusir dan minta suaka, di antara manusia ada orang yang dipaksa meninggalkan tanah airnya denga meninggalkan seluruh miliknya. Kemudian orang tersebut lari ke negeri lain demi mempertahankan keyakinan agamanya dan minta suaka politik.
  4. Orang yang memiliki harta namun tidak mampu mendapatkannya. Hal ini bisa saja terjadi, misalnya hartanya dipinjam (diutangkan) orang lain dan belum dikembalikan karena disimpan pada bank yang bermasalah atau karena sebab lain.
  5. Tuna wisma, yaitu orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak, sehingga mereka menjadikan pinggiran dan lorong-lorong jalan sebagai tempat tinggal.
  6. Anak buangan, yaitu anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya (keluarganya).
Selain mustahik delapan ashnaf yang disebutkan, berdasarkan UU No. 38 Tahun 1999 tentan Pengelolaan zakat, dapa diberikan kepada orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi, yaitu anak yatim, orang jompo, penyandang cacat, peengunsi yang terlantar dan korban bencana alam.[2]

DAFTAR PUSTAKA
[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Bandung: Diponegoro, 2005), h. 196.
[2] Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h. 37-43.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat "

Post a Comment