Filsafat Pendidikan Islam

A. Pengertian 
Berkenaan dengan filsafat pendidikan Islam, Fadhil Jamily merumuskan pengertiannya sebagai pandangan mendasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam yang orientasi pengembangannya didasarkan pada ajaran tersebut. Batasan ini menjelaskan bahwa seluruh kajian tentang pendidikan dalam filsafat pendidikan Islam, harus senantiasa bersumber dari ajaran Islam, sedangkan orientasi pemikiran dan pengembangannya juga diarahkan untuk tidak menyimpang dari ajaran Islam.

Zuhairini menyatakan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dari sistem dan aliran dalam Islam, terhadap masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan muslim dan umat Islam.

Definisi di atas menerangkan bahwa filsafat pendidikan Islam, selain dipandang sebagai studi filosofis dari sistem dan aliran filsafat Islam, juga berusaha mengetahui sampai sejauh mana pengaruh keberadaan pendidikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan umat Islam karena bagaimanapun formulasi pendidikan Islam, pada akhirnya diharapkan dapat memberikan implikasi positif terhadap pemecahan problematika umat Islam.

Dari beberapa definisi filsafat pendidikan Islam di atas, Mahmud menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah pengetahuan yang membahas segala persoalan yang menyangkut kependidikan yang bersumber pada ajaran Islam, dengan maksud memperoleh jawaban, dan selanjutnya dipergunakan sebagai arah pelaksanaan dan pengembangan pendidikan Islam agar berdampak positif bagi kehidupan umat Islam. Lebih rinci lagi Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah:

Pemikiran-pemikiran yang dijadikan landasan atau asas pendidikan, berdasarkan norma-norma Islam menuju terbentuknya kepribadian Islami. Pemikiran-pemikiran yang diperlukan guna memberikan penjelasan-penjelasan untuk membantu merampungkan / memecahkan berbagai masalah dalam pendidikan Islam.

Perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam itu, bagaimana usaha-usaha pendidikan itu dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan norma-norma Islam.

Dari pengertian filsafat pendidikan Islam di atas, Muhammad As-Said merumuskan tujuan filsafat pendidikan Islam selain memberikan penjelasan-penjelasan dan membantu menyelesaikan berbagai masalah pendidikan, lebih jelasnya dirinci sebagai berikut:

Merupakan landasan atau dasar bagi pendidikan Islam, di samping membantu atau menunjang terhadap berbagai tujuan bermacam-macam fungsi pendidikan Islam serta meningkatkan mutu dalam pemecahan problematika pendidikan. Lebih mengintensifkan tindakan dan memberikan bobot bagi keputusan yang diambil, termasuk perencanaan pendidikan, begitu juga untuk memperbaiki pembaharuan pelaksanaan pendidikan serta prinsip dan metode mengajar, yang mencakup evaluasi, bimbingan dan penyuluhan.

Dari segi lain, filsafat pendidikan Islam membentuk sistem pendidikan yang khas, yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islami. Nilai-nilai yang dikembangkan pada masyarakat kaum Muslimin, dengan kebudayaan dan suasana perekonomian, sosial dan politik serta dengan semua tuntutan pada masa dan tempat di mana kita hidup sekarang ini.

B. Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam tentang Proses Pendidikan

Para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan batasan pengertian tentang proses pendidikan (pengajaran), diantaranya seperti yang dikatakan oleh Hasan Langgulung bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui.

Dari terminologi di atas, terdapat unsur-unsur substansial kegiatan pengajaran yang meliputi:

1. Pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan
Pemindahan pengetahuan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar) melalui suatu proses belajar mengajar.

Selain pengertian tersebut di atas, Triyo Supriyatno berpendapat bahwa pembelajaran mengandung dua segi kegiatan, yaitu kegiatan guru melakukan suatu proses atau menjadikan orang lain (siswa) belajar dan kegiatan siswa melakukan kegiatan belajar. Dari pengertian ini, pembelajaran dapat disepadankan dengan istilah teaching-leraning atau traching and learning. Dengan kata lain, pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh kebenaran atau nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu. Dalam setiap kegiatan pembelajaran dan atau pengajaran ada empat komponen yang melingkupinya, antara lain Tujuan Pembelajaran, Materi, Strategi (Metode), dan Evaluasi.
Filsafat Pendidikan Islam

2. Berbagai definisi belajar telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
Drs. H.M. Arifin, M.Ed., mengatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu rangkaian proses kegiatan respons yang terjadi dalam proses belajar-mengajar, yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh. 

Belajar adalah proses perumbuhan yang tidak disebabkan oleh proses pendewasaan biologis. Karena belajar merupakan proses perubahan tingkah laku (baik yang bisa dilihat maupun yang tidak), maka keberhasilan belajar terletak pada adanya perubahan tingkah laku yang secara relative bersifat permanen.

Belajar yang merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar dalam Islam. Ajaran Islam mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap belajar. Nabi Muhammad saw sebagai pendidik agung dari lahir sampai meninggal, dan menjadikan belajar itu sebagai kewajiban utama bagi setiap muslim, dan bahkan ayat pertama turun kepada rasulullah adalah suatu perintah untuk membaca. 

Dalam pendidikan agama Islam baik proses maupun hasil belajar selalu interen dengan keislaman, keislaman melandasi aktivitas belajar, menafasi perubahan yang terjadi serta menjiwai aktivitas berikutnya. Keseluruhan proses belajar berpegangan pada prinsip-prinsip Al-Qur’an dan sunah serta terbuka untuk unsur-unsur luar secara adaptif yang ditilik dari persepsi keislaman. 

Sedangkan pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan perubahan, baik tingkah laku, pengetahuan, ataupun pengeahuan ketrampilan yang positif. Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, dimana pengajaran lebih menitikberatkan pada proses transformasi pengetahuan, sementara pendidikan lebih umum dari pengajaran karena di dalamnya tercakup nilai dan sikap.

Menurut Surachmad seperti yang dikutip oleh Sudiyono mengatakan bahwa urutan mengajar ditentukan oleh banyak hal, antara lain: 
  1. Tujuan pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran. 
  2. Ketrampilan guru. 
  3. Keadaan alat-alat yang tersedia. 
  4. Jumlah Murid. 
Menurut Glaser, langkah pertama dalam membuat persiapan mengajar adalah menentukan tujuan pengajaran yang hendak dicapai pada jam pelajaran yang bersangkutan. Tujuan pengajaran tersebut tidak boleh menyimpang dari tujuan pengajaran yang lebih luas yang disebut tujuan instruksioanl umum (TIU). Tujuan instruksional umum tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh bidang studi, yang terakhir ini disebut tujuan kurikuler (TK). Selanjutnya tujuan kurikuler harus sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan, hal ini harus sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan, yang ini disebut tujuan institusional (TI). Tujuan institusional harus sejalan dengan tujuan pendidikan nasional (TPN).

Langkah kedua ialah menentukan entering behavior. Istilah ini belum dapat digani dengan istilah dalam bahasa Indonesia. Entering behavior adalah langkah tatkala guru menentukan kondisi siswanya yang mencakup kondisi umum serta kondisi kesiapan kemampuan belajarnya. Karena itu, tes awal (pretest) termasuk ke dalam langkah ini. Kaidah yang mendasari entering behavior adalah ‘kita tidak boleh mengajari orang yang belum kita kenal’. 

Langkah ketiga ialah menentukan prosedur (langkah-langkah) mengajar. Inilah bagian mengajar yang paling penting, paling sulit dan paling rumit. Keberhasilan mengajar banyak sekali ditentukan oleh bagian ini. Untuk menentukan ini mula-mula guru hendaklah mengetahui lebih dulu macam-macam pengajaran menurut jenis pembinaan yang harus dilakukannya.

Dalam proses belajar mengajar yang aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar. Guru hanya sebagai pembimbing, penunjuk jalan dan pemberi motivasi. Teori ini bertentangan dengan teori mengajar tradisional yang berpusat pada kepentingan guru. Teori mengajar modern memberikan kesempatan kepada siswa memupuk aktivitas belajar sendiri, di mana sistem menghargai pembinaan belajar siswa tinggi. teori mengajar ini sangat menghargai perbedaan individu. Hal ini menyebabkan para siswa diberi kebebasan untuk belajar sedangkan guru mengarahkan dan memberikan stimulant.

Seorang pengajar antara lain memiliki fungsi sebagai komunikator. Ia berfungsi sebagai sumber dan penyedia informasi. Kemudia menyaring, mengevaluasi informasi yang tersedia dan mengolahnya ke dalam suatu bentuk yang cocok bagi kelompok penerima informasi (komunikasi), sehingga kelompok penerima informasi memahami informasi tersebut sebaik-baiknya dan setepat mungkin.

Islam mengajarkan bahwa dalam menyampaikan pelajaran, seorang pengajar tidak mendorong pelajarnya untuk mempelajari sesatu di luar kemampuannya. Atau dengan kata lain bahwa dalam proses belajar mengajar, pengajar harus memperhatikan keadaan pelajar, tingkat pertumbuhan dan perbedaan perorangan yang terdapat di antara mereka.

Dalam hal ini para ahli menggolongkan murid ke dalam tiga tipe, yaitu: 
  1. Tipe auditif, yang mudah menerima pelajaran melalui pendengaran. 
  2. Tipe visual, yang mudah menerima pelajaran melalui penglihatan. 
  3. Tipe motorik, yang mudah menerima pelajaran melalui gerakan. 
Dalam hubungan ketiga tipe di atas, seorang pengajar harus dapat pula mempergunakan beberapa metode sehingga dapat mengaktifkan seluruh alat dari pelajar, baik alat auditif, visual, maupun motoriknya. Karena itu metode di samping untuk keperluan mentransfer pengetahuan, juga harus dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan sikap inofatif pada diri pelajar.

C. Definisi metode mengajar menurut para ahli 
  • Hasan Langgulung, metode mengajar adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
  • Abd al-Rahman Ghunaimah, metode mangajar adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pendidikan.
  • Al-Abrasy, metode mengajar adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada murid-murid tentang segala macam materi dalam berbagai pelajaran.
  • Sedangkan pengertian tentang metode pendidikan Islam menurut Langgulung seperti yang dikutip oleh Ramayulis bahwa penggunaan metode didasarkan pada tiga aspek pokok, yaitu:
  1. Sifat-sifat dan kepentingan yang berkaitan dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku sebagai hamba Allah.
  2. Berkenaan dengan metode yang betul-betul berlaku yang disebutkand alam Al-Qur’an atau disimpulkan daripadanya.
  3. Membicarakan tentang pengerakan (motivation) dan disiplin dalam istilah Al-Qur’an disebut ganjaran (sawab) dan hukuman (iqab).
  4. Metode pendidikan Islam memang sangat menghargai kebebasan individu, selama kebebasan itu sejalan dengan fitrahnya, sehingga seorang guru dalam mendidik tidak dapat memaksa muridnya dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Akan tetapi sebaliknya guru harus bertanggung jawab dalam membentuk karakter muridnya.
Secara operasional, Islam dalam ajarannya memiliki banyak implikasi pendidikan, terutama secara metodologis, misalnya sebagai berikut:
  1. Metode mendidik secara berkelompok yang sering disebut metode mutual education.
  2. Metode mendidik secara instruksional, yaitu yang bersifat mengerjakan. Metode bercerita dengan cara bercerita, yaitu dengan mengisahkan suatu peristiwa sejarah lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemunkaran terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.
  3. Metode mendidik melalui bimbingan dan penyuluhan.
  4. Metode pemberian contoh dan teladan.
  5. Metode mendidik secara berdiskusi, dengan metode ini pendidikan akan menghantarkan anak didik pada tingkat pemahaman yang lebih baik.
  6. Metode mendidik dengan cara tanya jawab.
  7. Metode mendidik dengan menggunakan perumpamaan atau metode internal.
  8. Metode mendidik secara targhib dan tarhib, yaitu memberikan pelajaran dengan dorongan (motivasi) untuk memperoleh kegembiraan dan mendapat kesusahan jika tidak mengikuti kebenaran.
  9. Metode mendidik dengan cara tobat dan ampunan, yaitu cara membangkitkan jiwa dari rasa frustasi pada kesegaran hidup dan optimism dalam belajar dengan memberikan kesempatan bertobat dari kesalahan atau kekeliruan yang telah lampau yang diikuti dengan pengampunan atas dosa kesalahannya.
  10. 10. Metode-metode yang dikemukakan Al-Qur’an dan Hadis di atas senantiasa memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
Kemampuan psikologis dalam menerima dan menghayati serta mengamalkan ajaran agama sesuai dengan kondisi usia, bakat, dan lingkungan hidupnya. Kemampuan pendidik sendiri yang harus siap, baik dalam ilmu pengetahuan yang akan diberikan maupun sikap mental keguruannya dalam waktu melaksanakan tugas pendidikan yang benar-benar mantap dan meyakinkan.

Tujuan pendidikan harus dipegang benar-benar sebagai dasar dalam memilih metode karena metode harus berfungsi untuk mencapai tujuan.

Selain itu sarana mengajar harus pula melihat relevansi antara metode yang diperlukan dengan bahan pelajaran yang disampaikan. Secara garis besar bahan-bahan tersebut dapat dikategorikan kepada:
  1. Bahan yang memerlukan pengamatan, dalam hal ini metode yang dapat dipergunakan seperti metode ceramah dan metode demonstrasi.
  2. Bahan yang memerlukan ketrampilan atau gerak tertentu, dalam hal ini metode yang relevan adalah metode simulasi atau metode demonstrasi. 
  3. Bahan yang mengandung materi berfikir, dalam hal ini metode yang relevan adalah metode Tanya jawab atau diskusi.
  4. Bahan yang mengandung unsur emosi, dalam hal ini metode yang relevan adalah metode sosio drama dan bermain peran.
Selain metode di atas, Mahmud mengatakan bahwa dalam konteks proses pembelajaran sebagai salah satu bagian penting dari pendidikan (termasuk di dalamnya pendidikan Islam), secara teknis operasional dikenal beberapa metode pembelajaran, mulai dari yang tradisional konvensional, sampai yang modern kontemporer. Berikut ini adalah beberapa metode-metode yang sering digunakan: 

Metode ceramah, cara mengajar dengan menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan. 
  1. Metode tanya jawab. 
  2. Metode latihan. 
  3. Metode proyek, metode ini bertolak dari anggapan bahwa pemecahan masalah tidak akan tuntas bila ditinjau dari berbagai segi. Setiap masalah perlu melibatkan berbagai mata pelajaran yang ada kontribusinya bagi pemecahan masalah. 
  4. Metode eksperimen, dengan menggunakan metode ini diharapkan anak didik dapat lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan, melahirkan kreativitas dan inovasi baru dengan penemuan hasil percobaan, dan hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia. 
  5. Metode penugasan, merupakan metode penyajian bahan yang dilakukan guru untuk memberikan tugas tertentu agar anak didik melakukan kegiatan belajar. Tugas yang diberikan guru dapat dilaksanakan di kelas, halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan, bengkel, rumah anak didik, atau di mana saja asal sesuai bentuk dan jenis tugasnya. 
  6. Metode diskusi, merupakan cara penyajian pelajaran yang menghadapkan anak didik pada suatu masalah, baik berupa pernyataan dan pertanyaan yang bersifat problematic untuk dibahas dan dipecahkan bersama. 
  7. Metode sosiodrama, tujuan penggunaan metode ini antara lain agar anak didik dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, dapat belajar cara membagi tanggung jawab, dapat belajar cara mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, dan merangsang keras untuk berpikir dan memecahkan masalah. 
  8. Metode demonstrasi, digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan upaya mengatur sesuatu, proses, membuat sesuatu, proses bekerja sesuatu, proses mengerjakan sesuatu, mementingkan suatu cara dengan cara lain, dan mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. 
  9. Metode problem solving, metode ini tidak hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir sebab daam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai menarik kesimpulan. 
Menurut Bloom, sekurang-kurangnya ada tiga jenis pengajaran, sebagai berikut:
Pengajaran ketrampilan (psikomotor). Pengertian mendasar tentang ketrampilan ialah respons otot yang terjadi secara otomatis. Karena itu, latihan ketrampilan haruslah berupa latihan otot untuk menguasai gerak tertentu secara otomatis. Gerak ini kadang-kadang amat rumit, contohnya ketrampilan mengemudikan pesawat terbang. Kadang-kadang kelihatannya tidak rumit, seperti ketrampilan menendang bola kaki.

Pengajaran yang mencakup dalam ranah kognitif. Di sini ada tiga jenis pengajaran, yaitu pengajaran verbal, pengajaran konsep, dan pengajaran prinsip. Pengajaran-pengajaran ini masing-masing mempunyai urutan langkah tersendiri. Pengajaran verbal ialah pengajaran bahasa. Di sini terdapat banyak prosedur mengajar, biasanya dikembangkan oleh ahli pengajaran bahasa. Pengajaran konsep dan prinsip mempunyai banyak teori tentang urutan (langkah) mengajarnya.

Pembinaan afektif. Teori bagian ini ternyata kurang berkembang. Pengajaran seni, agama, semua pengajaran yang dumaksudkan sebagai pengembangan aspek afektif amat sulit dijelaskan urutan langkah pengajarannya. Dalam hal ini amat berbeda dibandingkan dengan pengajaran ketrampilan, verbal, konsep dan prinsip.

Pendidikan Islam mencakup pengajaran umum dan pengajaran agama. Metode pengajaran untuk pengajaran umum tidak terlalu rumit permasalahannya. Untuk pengajaran agama, bagian yang menyangkut pembinaan psikomotor dan kognitif juga tidak terlalu rumit segi perancangan langkah mengajarnya. Mengajarkan cara berwudlu misalnya, dapat kita gunakan urutan dalam pengajaran ketrampilan, begitu juga dalam pengajaran membaca Al-Qur’an. Untuk pengajaran konsep seperti ‘apa iman itu’, ‘apa puasa itu’, dan sejenisnya dapat kita ikuti langkah pengajaran kognitif yang sudah ada. 

Dalam pendidikan Islam ada bidang studi agama Islam. Pengajaran agama Islam mencakup pembinaan ketrampilan, kognitif, dan afektif. Nah, bagian afektif inilah yang amat rumit itu. Ini menyangkut pembinaan rasa iman, rasa beragama pada umumnya. 

Menurut An-Nahlawi seperti yang dikutip oleh Sudiyono bahwa untuk meningkatkan rasa iman dan rasa beragama, untuk membinanya mempergunakan beberapa metode, antara lain: 
  1. Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi. 
  2. Metode kisah Qur’ani dan Nabawi. 
  3. Metode amsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi. 
  4. Metode keteladanan. 
  5. Metode pembiasaan. 
  6. Metode ibrah dan mauizah. 
  7. Metode tarqib dan tarhib. 
  8. Metode-metode tersebut di atas agaknya belum terlalu dikenal oleh buku-buku Barat. Persoalan kita adalah bagaimana menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa nikmatnya beribadah, rasa hormat kepada orang tua dan sebagainya. Hal ini agaknya sulit ditempuh dengan cara pendekatan empiris atau logis. 
Di sini kita mencoba mencari alternative yang mungkin lebih baik, yaitu mencobakan metode-metode yang menyentuh perasaan. Di sini kita mendidik bukan melewati akal, melainkan langsung masuk ke dalam perasaan anak didik.

Selain metode di atas, ada juga beberapa metode yang digunakan oleh Rasulullah dalam mendidik peningkatan rasa iman dan keberagaman, di antaranya mendidik dengan memanfaatkan peristiwa tertentu dan memanfaatkan perjalanan untuk membina keimanan.

Sedangkan menurut Sukmadinata, dia merinci ada empat hal pokok dalam proses pendidikan. Pertama, peranan struktur bahan, dan bagaimana hal tersebut menjadi pusat kegiatan belajar. Hal yang sangat penting dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum adalah bagaimana memberikan pengertian kepada siswa tentang sturktur yang mendasar terhadap tiap mata pelajaran. Bagaimana mengajarkan sturktur mendasar secara efektif, serta bagaimana menciptakan kondisi belajar yang mendukung hal tersebut. Kedua, proses belajar menekankan pada berpikir intuitif. Berpikir intuitif merupakan teknik intelektual untuk mencapai formulasi tentatif tanpa mengadakan analisis langkah demi langkah. Ketiga, masalah kesiapan dalam belajar. Pada masa lalu, sekolah banyak membuang waktu untuk mengajarkan hal-hal yang terlalu sulit bagi anak, karena kurang memperhatikan kesiapan belajar. Keempat, dorongan untuk belajar serta bagaimana membangkikan motif tersebut.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Filsafat Pendidikan Islam"

Post a Comment