Dasar Hukum Zakat, Infaq dan Shadaqah

a. Dasar Hukum Zakat
Zakat adalah konep ajaran Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah bahwa hata kekayaan yang dimiliki sesorang adalam amanat dari Allah dan berfungsi sosial. Dengan demikian zakat adalah kewajiban yang diperintakan oleh Allah SWT. Dan hukumnya adalah fardhu ‘ain. Hal tersebut dapat dilihat dari dalil-dalil, baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadis diantaranya dalam QS. Al-Baqarah (2): 43:

وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-oang yang ruku’”.

Dari pengertian zakat, baik dari segi bahasa maupun istilah tampak berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih ,baik, berkah, tumbuh, dan berkembang, sebagaimana dipaparkan dalam Q.S. At-Taubah: 103 :

ُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيم

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka,dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Adapun Hadis Nabi SAW yang diteima oleh Abu Huairah, dia berkata:
Pada suatu hari Rassulullah SAW beserta parra sahabatnya, lalu datanglah seorang laki-laki dan bertanya, “Wahai Rassulullah, apakah Islam itu? Nabi menjawab, “Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya, dan engkau mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan berpuasa di bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim).[1]
Dasar Hukum Zakat, Infaq dan Shadaqah

Zakat harta mulai difardlukan pada tahun kedua Hijrah, saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, turunlah ayat-ayat zakat dengan menggunakan redaksi yang berbentuk ‘amr (perintah). Pada periode ini pula Rasulullah segera memberikan penjelasan tentang jenis-jenis harta yang wajib dizakatkan, kadar dan nisab serta haul zakat. Semula zakat yang diturunkan di Makkah hanya memerintahkan untuk “memberikan hak” kepada kerabat yang terdekat, fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Begitu pula ayat-ayat zakat yang lainnya, masih memakai bentuk “khabariyah”(berita),menilai bahwa penunaian zakat merupakan sikap dasar bagi orang-orang mu’min, dan menegaskan bahwa yang tidak menunaikan zakat adalah cirri-ciri orang musyrik dan kufur terhadap hari akhir. Oleh karena itu pada praktiknya, para sahabat merasa terpanggil untuk menunaikan semacam kewajiban zakat. Meski ayat-ayat zakat yang turun di Makkah tidak menggunakan bentuk ‘amr (perintah).[2]

b. Dasar Hukum Infaq
Islam telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau membelanjakan harta. Allah dalam firman-Nya begitupula Rasul SAW dalam Sabdanya mmerintahkan agara menginfakkan (membelanjakan) harta yang di miliki. Begitu pula membelanjakan harta untuk dirinya sendiri seperti dalam Al-Qur’an Surat At-Taghabun : 16.

Adapun dasar hukum infaq telah banyak dijelasakan dalam Al-Qur’an, seprti dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat (51): 19

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقُّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُومِ

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.

Selain itu dalam QS. Ali Imran(3): 134

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِي

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Berdasarkan firman Allah di atas bahwa Infaq tidak mengenal nishab seperti zakat. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq boleh diberikan kepada siapapun juga, misalkan untuk kedua orang tua, anak yatim, anak asuh dan sebagainya. Dalam QS. Al-Baqaah(2): 215 dijelaskan sebagai berikut :

يَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلْ مَآأَنفَقْتُم مِّن خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَاْلأَقْرِبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنَ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمُُ

“ Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.”

c. Dasar Hukum Shadaqah
Shadaqah adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rezeki sebanyak yang dikehendakinya sendiri. Dalam tinjauan hukum shadaqah bisa dihukumi wajib ketika berbentuk: zakat, Nafkah dan Nadzar sedangkan berkekuatan hukum Sunnah ketika: Hadiah, Hibah, Wakaf, Ujrah, Sewa, Barter, Hutang dll. Shadaqah sunnat dapat dilakukan kapan saja, saat mereka lapang atau ada tuntutan sosial untuk melakukannya dan termasuk salah satu dari jalan yang Allah perintahkan kepada umat Islam.

Akan tetapi, khusus untuk shadaqah tehadap faki miskin, Rasulullah SAW sangat menekankan pada saat bulan Ramadhan, hal ini sangat logis karena tidak sedikit kalangan mereka yang tidak dapat melaksanakan kewajiban ibadahnya di bulan Ramadhan disebabkan harus bekerja keras yang memeras tenaga.

Sabda Rasulullah SAW “Dari Annas RA, dia berkata bahwasanya Rasulullah SAW pernah ditanya shadaqah mana yang lebih baik, Beliau menjawab shadaqah di bulan Ramahan (HR. At-Timidzi)”

Daftar Bacaan / Pustaka

[1] Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h. 11.
[2]Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 29 .

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Dasar Hukum Zakat, Infaq dan Shadaqah "

Post a Comment