Keluarga Berencana Dalam Perspektif Hukum Islam

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Program KB menurut UU No.10 tahun 1992 (tentang kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kependudukan dan peran serta masyarakat melalaui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Program KB adalah bagian yang terpadu dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan social budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional.

http://dinulislami.blogspot.com/Paradigma baru program Keluarga Brencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berencana tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun pro dan kontra mengenai penggunaan alat kontrasepsi sebagai upaya melaksanakan Keluarga Berencana masih menjadi salah satu topic utama yang diangkat oleh sebagian para ahli agama di Indonesia seperti kaum ulama. Sehingga pelaksanaan program KB masih harus dilihat dari pandangan hukum islam. Padahal telah jelas disebutkan bahwa tujuan umum untuk tiga tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya. (1)

Istilah Keluarga Berencana (KB), merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Family Planning”; yang dalam pelaksanaannya di Negara-negara Barat mencakup dua macam metode (cara) yaitu:

1. Planning Parenthood
Pelaksanaan metode ini menitik beratkan tanggung jawab kedua orang tua untuk membentuk kehidupan rumah tangga yang aman, tentram, damai, sejahtera dan bahagia walaupun bukan dengan jalan membatasi jumlah anggota keluarga. Hal ini, lebih mendekati istilah Bahasa Arab النسل تنظيم (mengatur keturunan).

2. Birth Control
Penerapan metode ini menekankan jumlah anak, atau menjarangkan kelahiran, sesuai dengan situasi dan kondisi suami istri. Hal ini, lebih mirip dengan istilah Bahasa Arabتحديد النسل (membatasi keturunan). Tetapi dalam prakteknya di Negara Barat, cara ini juga membolehkan pengguguran kandungan (abortus dan menstrual regulation), pemandulan (infertilitas) dan pembujangan (التبتل).

Untuk menjelaskan pengertian Keluarga Berencana di Indonesia, maka penulis mengemukakannya dengan pengertian umum dan khusus, yaitu:

· Pengertian Umum
Keluarga Berencana ialah suatu usaha yang mengatur banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa, sehingga bagi ibu maupun bayinya, dan bagi ayah serta keluarganya atau masyarakat yang bersangkutan, tidak akan menimbulkan kerugian akibat langsung dari kelahiran tersebut. (2)

· Pengertian Khusus
Keluarga Berencana dalam kehidupan sehari-hari berkisar pada pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan, atau pencegahan pertemuan antara sel mani dari laki-laki dan sel telur dari perempuan sekitar persetubuhan. [3]

Dari pengertian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa Keluarga Berencana adalah istilah yang resmi digunakan di Indonesia terhadap usaha-usaha untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga, dengan menerima dan mempraktekkan gagasan keluarga kecil yang potensial dan bahagia.

B. Pandangan Al-Qur’an dan Hadits Tentang Keluarga Berencana
1. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah dalam Surat An-Nisa’ ayat 9:

Artinya :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs. An-Nisa’: 9)

Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.

Dari ayat-ayat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain:

a. Menjaga kesehatan istri (Ibu si anak)
Kesehatan ibu si anak perlu dipelihara atau dijaga dengan baik. Maksudnya kesehatan jiwanya diperhatikan karena beban jasmani dan rohani selama dia hamil, melahirkan, menyusui, dan merawat anak selanjutnya. Berkenaan dengan ini Al-Qur’an memberikan petunjuk agar ibu yang menyusui anaknya selama dua tahun. Selama dua tahun itu si ibu (menyusui) tidak hamil.

b. Mempertimbangkan kepentingan anak
Sesudah anak lahir, maka kesehatan jasmani dan rohaninya perlu mendapat perhatian secara wajar, disamping kepentingan pendidikannya di masa mendatang. Air susu ibu perlu diberikan supaya bayi sehat. Disamping bayi sehat, kehamilan pun dapat diperjarang.

c. Memperhitungkan biaya hidup berumah tangga.
Untuk memenuhi keperluan keluarga, baik moril maupun materiil menjadi tanggung jawab suami (ayah si anak), kendatipun dalam soal moril ibu ikut berperan aktif dalam mendidik anak. Seorang suami, sudah dapat memperhitungkan pendapatannya setiap hari/bulannya, dan berapa orang yang dapat dibiayai dari hasil pencariannya itu. Jangan sampai si ibu, anak, dan suami sendiri sebagai bapak rumah tangga menderita.

d. Mempertimbangkan suasana keagamaan dalam rumah tangga
Biasanya orang bisa saja lalai dan lupa terhadap kewajibannya kepada Allah, kalau dihimpit oleh penderitaan hidup. Kalau sudah lupa kepada Allah, maka tipis harapan si bapak dan si ibu dapat menghidupkan suasana keagamaan dalam rumah tangga.

2. Pandangan Hadits Tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
(إنك تدر ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه
Artinya :
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.” (HR. Muttafaq Alaih)

Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama oleh suami istri. [4]

C. Hukum Keluarga Berencana

1. Menurut al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:

الا صل فى الأشياء الاباحة حتى يدل على الدليل على تحريمها

Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:

• Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”. (Qs. Al-Baqarah: 195)

• Mengkhawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:

كادا الفقر أن تكون كفرا

“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.

• Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:

ولا ضرر ولا ضرار

“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.[5]

2. Menurut Pandangan Ulama’
a. Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut. Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti program KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14. [6]

Kebanyakan ulama’ memberikan syarat dalam memakai alat kontrasepsi yakni tidak menyebabkan kemandulan secara permanen. Sebagaimana yang dikutip oleh Bujairimi dari kalangan syafi’iyah, bahwa melakukan KB dengancara sterilisasi kandungan (sehingga tidak dapat hamil kembali) hukumnya adalah haram, sedangkan penggunaan KB dengan memperlambat pola kehamilan dalam kurun waktu terbatas hukumnya tidak haram. Bahkan jika ada udzur seperti bertujuan mendidik anak lebih dahulu, maka tidak makruh, dan jika tidak ada udzur hukumnya makruh. Disisi lain, imam Syibramalisi mengklasifikasikan penggunaan alat kontrasepsi pada dua hal, yaitu sterilisasi dan memperlambat kehamilan, menurutnya yang pertama adalah haram dan yang kedua boleh, karena diqiyaskan pada hukum ‘azl (mengeluarkan seperma di luar rahim). Imam Ramli mengutip pendapat Imam Zarkasyi yang menjelaskan bahwa tidak ada larangan dalam penggunaan obat yang dipakai untuk mencegah kehamilan sebelum terjadinya ejekulasi pada saat bersetubuh. [7]

b. Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah:
Artinya :
“...Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka...”. (Qs. Al-An’am: 151)

D. Macam-macam Alat Kontrasepsi
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi yang sudah dikenal diantaranya ialah:
  1. Pil, berupa tablet yang berisi progrestin yang bekerja dalam tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.
  2. Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan sperma melalui canalis servikalis.
  3. Susuk KB, levermergostrel. Terdiri dari enam kapsul yang diinsersikan dibawah kulit lengan bagian dalam kira-kira sampai 10 cm dari lipatan siku. Cara kerjanya sama dengan suntik.
  4. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) terdiri atas lippiss loop(spiral) multi load terbuat dari plastik harus dililit dengan tembaga tipis cara kerjanya ialah membuat lemahnya daya sperma untuk membuahi sel telur wanita.
  5. Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk kedalam rongga rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.
Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma, tablet vagmat, dan tisu yang dimasukkan kedalam vagina. Disamping itu ada cara kontrasepsi yang bersifat tradisional seperti jamuan, urut, dsb. [8]

Dengan dasar di atas penulis membolehkan KB (keluarga berencana), dengan pertimbangan bahwa KB dapat menjadi sarana (washilah) untuk mengupayakan adanya keturunan yang lebih berkualitas. Para ulama berijtihad bahwa KB merupakan bentuk dari tanzhim an-nasl (merencanakan keturunan) dan bukan merupakan tahdid an-nasl (memutus keturunan, pemandulan). Di mana tanzhim an-nasl hukumnya mubah (boleh dilakukan) dan tahdid an-nasl hukumnya haram.

Namun yang menjadi persoalan adalah tata cara KB saat ini banyak mengalami perkembangan. Saat ini ada banyak macam tata cara KB, misalnya dengan menggunakan suntik, minum pil, menggunakan kondom, melakukan ‘azl (ketika akan ejakulasi mencabut kemaluan dan mengeluarkan sperma di luar), menggunakan spiral, dan ada juga yang melakukan vasektomi atau tubektomi. Karenanya, KB yang saat ini berkembang tidak serta merta dapat digolongkan sebagai tanzhim an-nasl yang dibolehkan, tapi juga ada yang bisa digolongkan sebagai tahdid an-nasl yang diharamkan, tergantung tata cara KB yang dipergunakan.

Oleh karenanya, saat ini para ulama dalam menghukumi KB akan melihat terlebih dahulu (tafshil), jika KB yang dipakai masuk dalam kategori tanzhim an-nasl (merencanakan keturunan, tidak pemandulan secara tetap sehingga memungkinkan untuk memperoleh keturunan lagi) maka hukumnya boleh (mubah). Sedangkan jika KB yang dipakai masuk dalam kategori tahdid an-nasl (memutus keturunan, di mana menyebabkan pemandulan tetap) maka hukumnya haram.

Saat ini, ada yang membolehkan vasektomi dengan alasan ditemukannya teknologi yang memungkinkan disambung kembali saluran sperma yang telah dipotong (rekanalisasi). Sehingga menurut pendapat ini alasan hukum (’illah) keharaman vasektomi, yakni pemandulan tetap, dapat dihilangkan, sehingga hukum vasektomi menjadi boleh (mubah), sesuai dengan kaidah:

الحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ الْعِلَّةِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا

“Hukum sesuatu tergantung pada ada-tidaknya alasan hukumnya”
Namun MUI tidak setuju dengan pendapat ini. Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se Indonesia tahun 2009 yang diikuti oleh sekitar 750 ulama dari seluruh Indonesia tetap mengharamkan vasektomi, dengan alasan bahwa upaya rekanalisasi (penyambungan kembali) saluran sperma yang telah dipotong tidak menjamin pulihnya tingkat kesuburan kembali yang bersangkutan, sehingga vasektomi tergolong kategori tahdid an-nasl yang diharamkan. Keterangan bahwa upaya rekanalisasi (penyambungan kembali) saluran sperma yang telah dipotong tidak menjamin pulihnya tingkat kesuburan tersebut sebagaimana penjelasan dari Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek dari bagian Obsteri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI dan Furqan Ia Faried dari BKKBN. [9]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan visi dan misi yang telah sampaikan dalam pembahasan makalh ini, Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meingkatkan kualitas penduduk. Kontribusi Program Keluarga Berencana Nasional tersebut dapat dilihat dalam pelaksanaan program Making Pregnancy Safer sehingga Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventive yang paling dasar dan utama. Namun dalam pelaksanaannya, timbul perdebatan dari kaum ulama Islam serta pihak-pihak yang bersangkutan terhadap jalannya program KB ini yang mempertimbangkan tentang hokum penggunaan alat kontrasepsi / ber-KB dari sudut pandang hukum Islam.Program keluarga berencana dilaksanakan atas dasar sukarela serta tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan dan moral Pancasila.Dengan demikian maka bimbingan, pendidikan serta pengarahan amat diperlukan agar masyarakat dengan kesadarannya sendiri dapat menghargai dan, menerima pola keluarga kecil sebagai salah satu langkah utama untuk me­ningkatkan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu pelaksanaan program keluarga berencana tidak hanya menyangkut masalah tehnis medis semata-mata, melainkan meliputi berbagai segi penting lainnya dalam tata hidup dan kehidupan masyarakat.

2. Saran
Demikian makalah ini penulis buat.Menyadari bahwa tugas makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang konstruktif selalu diharapkan demi kesempurnaan tugas makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penggarapan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berbagai pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr,Wb


DAFTAR PUSTAKA

  1. Ali, M. Hasan, Masail Fiqhiyah Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997
  2. Bagian Obstetri dan Ginelogi Fak. Kedokteran UNPAD, Teknik Keluarga Berencana (perawatan kesuburan) Bandung : Penerbit Elstas, 1980
  3. Chuzamah, Dr. H. T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002
  4. Musthafa, Drs. Kamal, Fiqih Islam Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002
  5. Masjfuk, Prof. Drs. H. Zuhdi, Masail Fiqhiyah Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997
  6. Abdurrahman, Prof. Umran, Islam dan KB Jakarta: PT Lentera Basritama, 1997
  7. ___, Fatawa Al- Azhar, Maktabah Syamilah.
  8. http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=74:hukum-kb-dan-vasektomi&catid=47:materi-konsultasi&Itemid=66


Catatan Kaki 
[1] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997), h.54.

[2] Bagian Obstetri dan Ginelogi Fak. Kedokteran UNPAD, Teknik Keluarga Berencana (perawatan kesuburan) (Bandung : Penerbit Elstas, 1980), h.14.

[3] Ibid, h. 15

[4] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.29

[5] Musthafa Kamal, Fiqih Islam (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002), h.293.

[6] Abdurrahman Umran, Islam dan KB (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1997), h.99.

[7] Ibid, h.100

[8] Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h.164-165.

[9]http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=74:hukum-kb-dan-vasektomi&catid=47:materi-konsultasi&Itemid=66

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Keluarga Berencana Dalam Perspektif Hukum Islam"

Post a Comment