Kasus yang sering terjadi ini adalah di daerah Adat Batak, baik itu Batak Toba, Mandailing, Karo, Pakpak, maupun simalungun. Konon ceritanya seseorang yang menikahi anak Pamannya akan lebih mempererat tali silaturahmi antar keluarga dari pihak Ibu apabila kelas nanti Ibu dan Paman kita sudah tiada, tapi kalau menurut penulis ini adalah hanya alasan yang sebatas alasan ketika ada perjodohan antara anak Amangborunya sama Boru Pamannya.
Sesuai dengan judul diatas “Hukum Menikahi Putri Paman” baik menurut Hukum Islam juga menurut adat Batak dan juga hukum positif di Indonesia.
Menurut Hukum batak yang merupakan hukum adat yang secara turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat Batak, menikahi boru Paman itu adalah hal yang sangat dianjurkan bahkan istilah kata “Marpariban” sudah sangat kental di adat Batak, jadi hukumnya adalah boleh.
Menurut Hukum Positif di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan dalam pasal 2 : 1 menyebutan bahwa :
- Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Jadi kesimpulannya adalah boleh.
Kalau berbicara mengenai Menurut Hukum Isam harus mempunyai landasan dan dalil-dalil yang jelas, karena Islam sudah mengatur sedemikian rupa menenai hukum Halal dan Haram terutama masalah Menikah terutama dalam pembahasan kali ini adalah “Hukum Menikahi dengan Putri Paman”, adalah:
1. Wanita-wanita yang haram dinikahi seperti yang disebutkan dalam surat an-Nisa ayat ke 23 : Diharamkan atas kamu (mengawini) :
- ibu-ibumu;
- anak-anakmu yang perempuan;
- saudara-saudaramu yang perempuan,
- saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
- saudara-saudara ibumu yang perempuan;
- anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
- anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;
- ibu-ibumu yang menyusui kamu;
- saudara perempuan sepersusuan;
- ibu-ibu isterimu (mertua);
- anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;
- dan diharamkan bagimu isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
- dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara
2. Imam Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini al-Hishni salah satu ulama abad ke 9 H pengarang kitab Kifayatul Akhyar (syarah kitab Taqrib dalam madzhab Syafi’i) dalam Kitab Nikah (hal 46 juz 2) saat menerangkan wanita-wanita yang haram dinikahi beliau mengomentari ayat tersebut :
فهؤلاء محرمات بالنص، ولا تحرم بنات الأعمام والعمات والأخوال والخلات، قربن أم بعدن عكس السابقات. قال الاستاذ أبو منصور: ويحرم نساء القرابة إلا من دخلت فى اسم ولد العمومة أو ولد الخؤولة
Mereka itu adalah wanita-wanita yang haram dinikahi berdasarkan nash (al-Quran), Dan tidak haram menikahi anak-anak perempuan dari paman-paman dari pihak ayah, anak-anak perempuan dari bibi-bibi dari pihak ayah, anak-anak perempuan dari paman-paman dari pihak ibu, anak-anak perempuan dari bibi-bibi dari pihak ibu, baik dekat hubungan kekerabatannya atau pun jauh hubungan kekerabatannya (dan hukumnya adalah) kebalikannya bagi wanita-wanita (yang haram dinikahi) yang telah disebutkan tadi,
Ustadz Abu Mansur berkata: Kerabat-kerabat wanita haram dinikahi kecuali orang-orang yang termasuk dalam nama anak paman-paman dari pihak ayah dan anak paman-paman dari pihak ibu.
3. Seseorang boleh menikahi anak perempuan dari pamannya meski pun ia bisa menjadi walinya dalam pernikahan. Perwalian ini tidak lah menyebabkan keharaman menikahi anak pamannya, karena misalnya seorang wanita sudah tidak punya kerabat yang dapat menjadi walinya, otomatis ia bisa menikah dengan penghulu (naib) yang bertindak menjadi wali hakim. Meski demikian si wanita ini tidaklah haram untuk dinikahi oleh si penghulu (naib) yang dapat menjadi wali pernikahannya.
Jadi Kesimpulannya adalah Boleh dan Halal menikahi Putri Paman kita.
Meskipun demikian menikah dengan seseorang yang masih dekat kekerabatannya atau hubungan darahnya kurang baik menurut ilmu kedokteran karena:
- “Salah satu bahaya yang bisa timbul dari pernikahan sedarah adalah sulit untuk mencegah terjadinya penyakit yang terkait dengan gen buruk orangtua pada anak-anaknya kelak,” ujar Debra Lieberman dari University of Hawaii, seperti dikutip dari LiveScience. Lieberman menuturkan pernikahan dengan saudara kandung atau saudara yang sangat dekat bisa meningkatkan secara drastis kemungkinan mendapatkan dua salinan gen yang merugikan, dibandingkan jika menikah dengan orang yang berasal dari luar keluarga. Hal ini disebabkan masing-masing orang membawa salinan gen yang buruk dan tidak ada gen normal yang dapat menggantikannya, sehingga pasti ada beberapa masalah yang nantinya bisa menyebabkan anak memiliki waktu hidup pendek.)
- Profesor Alan Bittles, direktur dari pusat genetik manusia di Perth, Australia telah mengumpulkan data mengenai kematian anak yang dilahirkan dari pernikahan antara sepupu dari seluruh dunia. Diketahui bahwa adanya peningkatan risiko tambahan kematian sekitar 1,2 persen dibandingkan pernikahan bukan saudara dekat. Sementara itu untuk cacat lahir terdapat peningkatan risiko sekitar 2 persen pada populasi umum dan 4 persen pada pernikahan yang orangtuanya memiliki kekerabatan dekat.
- Kondisi genetik yang lebih umum terjadi pada pernikahan kerabat adalah gangguan resesif langka yang bisa menyebabkan berbagai macam masalah, seperti kebutaan, ketulian, penyakit kulit dan kondisi neurodegeneratif. “Hampir semua orang membawa mutasi genetik, tapi ketika suatu populasi memiliki ruang lingkup yang kecil maka mutasi gen akan menjadi lebih sering terjadi,” ungkap Prof Bittles, seperti dikutip dari BBC.
0 Response to "Hukum Menikahi Putri Paman"
Post a Comment