Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, terlebih lagi dalam menuju era globalisasi, kita dituntut agar mampu menghadapi persaingan yang makin kompetitif, baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu cara untuk mengantisipasi persaingan yang makin kompetitif tersebut adalah melalui peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.
Pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM secara konseptual. Hal ini dituangkan dalam GBHN 1998 yang berbunyi “Peningkatan kualitas SDM sebagai pelaku utama pembangunan yang mempunyai kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan tetap dilandasi oleh motivasi serta kendali keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Globalisasi makin mendorong peluang terbukanya pasar internasional; bagi produk barang dan jasa (pendidikan).”
Selanjutnya, Siagian (1998:96) mengemukakan bahwa SDM abad ke-21 ditandai oleh “Salah satu segi kehidupan yang timbul ke permukaan dewasa ini dengan gaung yang lebih kuat dibandingkan masa lalu adalah peningkatan kualitas hidup umat manusia. Kualitas hidup pada dasarnya bermuara pada pengakuan atas harkat dan martabat manusia.”
Setelah menelaah beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa untuk melaksanakan tugas di masa depan diperlukan SDM yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan ungkapan Kartadinata (1997:4) berikut ini, yaitu “SDM berkualitas yang harus disiapkan untuk memasuki abad ke-21 adalah SDM yang mampu melakukan life long learning.” Hal ini tampak dengan jelas pada sebagian SDM kita yang terus-menerus menimba ilmu dengan tidak memikirkan usia. Makin tua usia SDM tersebut, makin matang pula cara berpikirnya, ini dibantu oleh pengalaman yang banyak, baik di dalam maupun di luar dinas.
Peningkatan Kualitas SDM Era Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan dambaan masyarakat Indonesia dewasa ini di setiap daerah. Masyarakat NAD memperoleh anugerah dalam rangka otonomi daerah dengan otonomi khusus, yang berarti agak berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Perbedaan (kekhususan) ini bukanlah suatu hal yang mudah karena memerlukan penanganan yang profesional dari SDM yang ada di daerah. Timbul pertanyaan, apakah daerah yang diberi otonomi khusus ini sudah siap dalam pengertian yang luas, terutama SDM-nya?
Otonomi khusus untuk NAD diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang disebut dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sebelumnya, Aceh disebut dengan Daerah Istimewa, yang tidak ada bedanya dengan daerah lain di Indonesia. Dalam otonomi khusus ini, hal yang berbeda adalah tentang biaya pendidikan. Hal ini dimuat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 pasal 7 ayat (2) yaitu: “Sekurang-kurangnya 30 persen pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf (a), ayat (4) dan ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di NAD”. Dengan adanya peningkatan/kenaikan biaya pendidikan yang mencukupi kebutuhan, maka diharapkan peningkatan kualitas dapat dilaksanakan dengan mudah. Hal ini masih merupakan harapan semua pihak, tetapi kenyataannya belum dapat diketahui (memerlukan penelitian yang akurat dan berlanjut).
Fattah (2000:6) menyebutkan bahwa “SDM terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif.” Dimensi kualitatif adalah terdiri atas prestasi tenaga kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar, sedangkan dimensi kuantitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktivitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.
Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu:
(1) Pendekatan Religius. Dalam mengisi otonomi khusus NAD, telah disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan kurikulum yang bernuansa Islami yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Bergerak dari kurikulum sekolah yang bernuansa Islami, dengan proses pendidikan yang Islami, akan dihasilkan output yang Islami pula. Output pendidikan yang Islami akan melahirkan SDM yang Islami dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yang ada di NAD, sehingga diharapkan setiap lini akan menghasilkan pekerjaan yang Islami, yaitu pekerjaan yang sesuai dengan firman Allah swt dalam Al Qur’an yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Qur’an Surat Al Baqarah 208). Dari ayat di atas jelaslah bahwa SDM Islam harus melaksanakan segala segi kehidupan dengan pekerjaan yang Islami, tidak boleh sepotong-potong (masuklah ke dalam Islam secara kaffah/keseluruhan) karena segala segi kehidupan itu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam ayat lain Allah swt berfirman, yang artinya “Kamu adalah sebaik-baik umat yang diturunkan untuk manusia. Kamu mengajak yang makruf dan melarang yang mungkar serta beriman kepada Allah” (Al Qur’anulkarim Surat Ali Imran 110). Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa umat Islam (SDM Islam) adalah sebaik-baik umat dalam menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi. Dalam ayat itu ditegaskan pula SDM wajib mengerjakan yang disuruh dan meninggalkan yang dilarang oleh agama jika ingin mendapat Rahmat Allah swt. Siapakah yang tidak ingin memperoleh rahmat Alllah swt? Jika ingin memperoleh rahmat Allah swt bekerjalah sesuai dengan aturan yang berlaku. Adalah kewajiban bagi umat muslim (SDM muslim) untuk menanggapi pengakuan Allah swt, apakah akan disambut dengan sikap tidak peduli atau ditanggapi dengan rasa tanggung jawab yang tinggi atas rahmat Allah swt. Selanjutnya, hadis Nabi Besar Muhammad saw dari Abdullah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Sesungguhnya kebenaran membawa kebaikan dan sesungguhnya kebaikan membawa kepada syurga. Dan sesungguhnya seseorang yang berkata benar hingga ia menjadi orang yang dapat dipercaya. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang berdusta hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai seorang pendusta,” Hadis Shahih Bukhari (Hussein Bahreisy, 1980:348). Dari hadis di atas jelaslah kepada kita bahwa seseorang (SDM) yang bekerja secara Islami akan selalu jujur dalam pekerjaan, karena resiko seseorang (SDM) berdusta dalam kehidupannya adalah neraka. Setiap umat Islam akan sangat takut kepada neraka. Untuk melahirkan SDM yang Islami, harus dididik oleh pendidik yang Islami pula. Timbul pertanyaan, sudah siapkan SDM yang Islami untuk mengisi setiap lini? Dalam pendekatan religius ini, GBHN 1998 menekankan pada “kendali keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Bergerak dari pendekatan ini, SDM akan berkiprah di bidangnya dalam bentuk kualitas yang tinggi untuk melaksanakan tanggung jawabnya yang besar.
(2) Pendekatan Politik. Telah umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yang dianut oleh suatu negara, salah satu tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan masyarakat tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran ekonomi yang semakin merata, tetapi juga kesejahteraan mental spiritual. Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini sering dikaitkan dengan kualitas hidup umat manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang tidak hanya diikuti, akan tetapi juga dijunjung tinggi.
(3) Pendekatan Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan seakan-akan tak kunjung reda di negara kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota masyarakat (SDM) yang merupakan aset suatu negara tidak dapat melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya. Hal ini akan dapat diatasi apabila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif dan bijaksana dalam mengelola biaya pendidikan yang tersedia. Mereka hendaknya membantu SDM yang betul-betul membutuhkan, sehingga bantuan itu sangat bermanfaat. Pada kenyataannya, SDM yang tidak membutuhkan bantuan (SDM yang mempunyai kemampuan ekonomi tinggi) juga memperoleh atau bahkan menginginkan bantuan tersebut. Ironis sekali bukan?
(4) Pendekatan Hukum. Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern adalah makin tingginya kesadaran anggota masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing. Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut adalah kepastian hukum. Kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negaranya. Dengan mematuhi hukum termasuk peraturan-peraturan di tempat ia bekerja, sehingga pelanggaran jarang terjadi atau bahkan tidak terjadi, kualitas SDM akan meningkat.
(5) Pendekatan Sosio-Kultural. Nilai-nilai budaya menentukan baik atau tidak baik dan benar atau salah. Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Seseorang (SDM) akan malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya dan bahkan mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan adat istiadat (budaya) suatu kelompok. Oleh sebab itu, budaya malu itu perlu dipupuk. Peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan jika tidak ada yang mengikutinya.
(6) Pendekatan Administratif/Manajerial. Salah satu ciri yang menonjol di abad ini adalah terciptanya berbagai jenis organisasi. Oleh sebab itu, manusia modern sering disebut manusia organisasional yang menjadi fokus administratif/manajerial. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan dapat dicapai dengan mudah. Dengan demikian, kualitas pun akan meningkat. Di dalam proses manajemen diperlukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Apabila ketiga proses ini diikuti dengan benar, peningkatan kualitas akan dapat dicapai. Salah satu filsafat manajemen adalah mengurangi ketidakpastian. Jika memang itu benar, kualitas akan dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya, baik SDM maupun sumber daya lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diperlukan dalam mencapai kualitas pendidikan yang akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM.
Pembahasan
Sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa antara pendidikan berkualitas dengan produktivitas mempunyai korelasi yang positif. Hal ini bermuara pada kualitas SDM yang akhirnya akan dapat memungkinkan produktivitas organisasi. Sarah Tang, sebagaimana dikutip Supriadi (1996:57), mengemukakan bahwa “Pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara-negara Asia dan perubahan progresif dalam produksi menuju industri dan jasa berteknologi tinggi mengakibatkan meningkatnya tuntutan dari dunia usaha terhadap perlunya tenaga (SDM) yang terampil dan terdidik (berkualitas).”
Menelaah ungkapan di atas jelaslah bahwa SDM sebagai tenaga kerja sangat diperlukan keterampilannya dalam melaksanakan tugas peningkatan kualitas organisasi dan menunjang pertumbuhan ekonominya. Dalam hal ini pendidikan juga memegang peranan penting untuk pemecahan masalah tersebut.
Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yang meliputi berbagai bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dalam upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi dalam mempertahankan keseimbangan ekonomi.
Dalam pembahasan ini, sehubungan dengan titik tolak pemikiran mengenai orientasi pendidikan nasional dapat dijelaskan sebagai berikut. Orientasi pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan tersebut telah banyak kebijakan yang diambil oleh Pemerintah, baik di tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Hal ini jelas terlihat dengan terealisasinya keinginan masyarakat untuk dapat meningkatkan diri dengan mengikuti jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu S2/S3. Animo masyarakat ini, khususnya di NAD dalam mengisi era otonomi daerah dan keinginan untuk menembus era globalisasi terlihat dengan jelas dalam wujud keinginan untuk belajar sepanjang hayat, terutama sekali di tingkat Magister (S2) dan Doktor (S3). Tidak sedikit SDM yang ingin meningkatkan kualitas dirinya. Walaupun harus membayar sendiri, mereka berlomba-lomba, sehingga lembaga penyelenggara kewalahan untuk menampungnya. Dengan kata lain, lembaga pendidikan dikalahkan oleh keinginan SDM tersebut dalam berbagai disiplin ilmu. Orientasi pendidikan adalah menyiapkan tenaga kerja (SDM) terdidik, terampil, dan terlatih (berkualitas) sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dalam masyarakat. Hal ini merupakan implikasi Undang-Undang Nomor 2, Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4 menjelaskan bahwa “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa.” Orientasi pendidikan juga adalah dalam rangka menyiapkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia dalam era globalisasi.
Hasil penelitian yang dilakukan Bramley (1991:9) mengemukakan bahwa “Ada beberapa hasil efektif dari pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM, yaitu: pencapaian tujuan, peningkatan kualitas sumber daya (SDM dan sumber daya lain), kepuasan pelanggan, dan perbaikan proses internal.”
Sebelumnya, Sutermeister (1976:3) mengemukakan bahwa “Perubahan dan peningkatan kualitas SDM dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan diperhitungkan sebagai faktor penentu keberhasilan seseorang, baik secara sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan merupakan aset moral, yaitu dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pendidikan merupakan investasi. Pandangan ini ditinjau dari sudut human capital (SDM sebagai unsur modal).”
Simpulan dan Saran
Simpulan
SDM merupakan suatu topik yang tak pernah habis dibicarakan. Secanggih apa pun teknologi yang dihasilkan, SDM-lah yang memegang peranan penting. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas SDM merupakan suatu kebutuhan yang mendesak, baik dalam menuju era globalisasi maupun era otonomi daerah dan berlangsung terus-menerus.
Khusus di NAD, sudah diberlakukan Syariat Islam yang dideklarasikan pada 1 Muharam 1423 H bertepatan dengan 15 Maret 2002. Dalam pendidikan hal itu diimplikasikan lewat kurikulum yang bernuansa Islami di setiap jenjang dan jenis pendidikan, sehingga diharapkan akan dilahirkan SDM yang lebih berkualitas untuk mengisi lowongan kerja yang tersedia di setiap institusi.
Pendidikan berkelanjutan (S2/S3) merupakan salah satu alternatif dalam peningkatan kualitas SDM. Berbagai pendekatan perlu dilakukan agar peningkatan kualitas SDM ini terlaksana dengan baik dan cepat. Walaupun krisis ekonomi belum berlalu di negara kita, ditambah dengan gejolak politik yang seakan-akan tak kunjung reda, kehidupan ini berjalan terus tanpa henti. Kebutuhan demi kebutuhan terus diperlukan, tidak terkecuali kebutuhan akan pendidikan. Dalam menghadapi masalah ini berbagai kebijakan telah diambil oleh Pemerintah yang perlu disambut secara positif oleh SDM yang membutuhkan peningkatan kualitas dirinya dalam meneruskan kehidupannya. Tanpa kerja sama dua arah (Pemerintah dan SDM), suatu impian sulit untuk diwujudkan menjadi kenyataan.
Saran
Pada akhir tulisan ini, penulis mengemukakan beberapa saran yang barangkali ada manfaatnya bagi peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Peningkatan kualitas SDM merupakan keharusan yang mutlak diperlukan dalam menghadapi era otonomi daerah. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas SDM harus segera direalisasikan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.
(2) Era globalisasi telah berada di pangkuan kita. Persaingan yang ketat merupakan tantangan yang makin berat. Untuk itu, tidak ada pilihan lain selain peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan berkelanjutan yang akan mampu menghadapi persaingan tersebut. Untuk ini, perlu diberi bantuan kepada SDM yang ingin meningkatkan kualitas dirinya, baik bantuan material, moral mapun spiritual.
(3) Biaya pendidikan untuk NAD meningkat cukup tinggi. Tanpa penanganan yang baik hal ini tidak ada artinya. Masyarakat sangat mengharapkan penataan yang baik agar dapat mencapai tujuan yang maksimal.
(4) Salurkan biaya pendidikan kepada SDM yang sangat membutuhkan di berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Peningkatan kualitas SDM di tingkat pendidikan tinggi (S2/S3) membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk itu perhatian pemerintah sangat diharapkan, agar dambaan masyarakat bisa tercapai secara maksimal.
(5) Pendekatan-pendekatan yang dikemukakan di atas hendaknya benar-benar diperhatikan oleh pengambil kebijakan pendidikan dalam upaya peningkatan kualitas SDM di negara kita agar dapat mencapai tujuan yang optimal.
0 Response to "Peningkatan Kualitas SDM Era Globalisasi"
Post a Comment