Berikut
ini adalah beberapa anak murid Sayyid Ali al-Thoyyib di Indonesia di antaranya
:
- Habibb Muhammad bin Ali al-Thoyyib (Wafat 1987
M) Putra kandung Sayyid Ali al-Thoyyib dan tergolong sebagai sesepuh Ulama
Kabupaten Bogor dan sekaligus Kholifah Tijaniyyah di Indonesia saat itu.
Sepeninggal Ayahanda ke Madinah, Habibb Muhammad meneruskan jejak langkah
Ayahanda sebagai Ulama dan Penyebar Thoriqoh Tijaniyyah di Indonesia dan
tergolong sesepuh Muqoddam Tijaniyyah di Indonesia. Dan putra-putra dari
Habibb Muhammad al-Thoyyib yang meneruskan jejak langkah ayahandanya
adalah: al-Muqoddam al-Habibb Luqman al-Thoyyib (Caringin-Bogor) yang
banyak sekali mendapatkan ijazah Thoriqoh Tijaniyyah. al Muqoddam
al-Habibb Anwar al-Thoyyib (Garut) beliau juga banyak sekali mendapatkan
ijazah Thoriqoh Tijaniyyah. Dan sekarang di Empang-Bogor dilanjutkan oleh
al-Habibb Salim al-Thoyyib atas izin al-Habibb Luqman al-Thoyyib. Di samping
itu, ada pula Putra kandung Sayyid Ali al-Thoyyib yang tinggal di Cianjur,
Yakni Habibb Ahmad bin Ali al-Thoyyib RA, yang juga dikenal sebagai Ulama
setempat dan salah satu dari guru dari Ulama besar Cianjur yakni KH Aang
Nuh (Gentur-Jambu Dipa)
- KH Abbas bin KH Abdul Jamil (Wafat 1946 M)
sesepuh dari salah satu Pondok pesantren paling berpengaruh di Indonesia
Yakni Ponpes Buntet-Cirebon, Ikut berjuang di masa Perang Kemerdekaan dan
memimpin tentara Hizbullah di daerahnya. Untuk penyebaran Tariqoh Tijaniyyah,
KH Abbas dibantu pula oleh adik kandungnya Yakni KH Anas dan KH Muhammad
Akyas, yang juga mempunyai Ijazah Tariqoh Tijaniyyah dari Sayyid Ali
al-Thoyyib. Tiga bersaudara ini adalah pintu Utama dari penyebaran Tariqoh
Tijaniyyah di Pulau Jawa khususnya di Jawa Tengah dan di Jawa Timur.
- KH Nuh bin Idris (Wafat 1966), Beliau adalah
keturunan bangsawaan Cianjur dan sesepuh Ulama se-kota Cianjur. Pada masa
mudanya belajar di berbagai pesantren di Jawa Barat seperti di Pesantren
Gudang, Tasikmalaya yang diPimpin Oleh Mama Ajengan KH Sujai. Setelah itu,
Beliau kemudian berangkat ke Tanah Suci Makkah dan Madinah dan belajar
kepada berbagai Ulama di sana seperti kepada Syeikh Mukhtar Atharid RA.
Sepulangnya dari tanah Suci, Beliau mendirikan Perguruan Islam al-Ianah di
Cianjur dan sempat pula menjadi Dewan Konstituante RI pada tahun 1950-an.
KH Nuh bin Idris ini adalah ayah Kandung dari KH Abdullah bin Nuh, seorang
Ulama besar di Indonesia dan Pendiri Perguruan Islam al-Ghozali dan
Majelis al-Ihya Bogor.
- KH Ustman Dhomiri (Wafat 1955 M) seorang Ahli
Tariqoh Qodiriyyah di Cimahi Bandung. KH Ustman Dhomiri bertemu dengan
Syeikh Ali al-Thoyyib di Jawa Barat, namun tidak sempat menerima Ijazah
Tariqoh Tijaniyyah dari Beliau. Setelah kepulangan Sayyid Ali al-Thoyyib
ke Madinah, KH Ustman Dhomiri kemudian menyusul ke Madinah dan Menerima
Ijazah Tariqoh Tijaniyyah dari Sayyid Ali al-Thoyyib pada tanggal 29
sya’ban 1350 H (1931 M). sepulangnya dari Madinah, KH Ustman Dhomiri
sempat tinggal di Jatinegara, Jakarta hingga saat kemerdekaan Indonesia
tahun 1945. KH Ustman Dhomiri kemudian kembali Tinggal di Cisangkan Hilir,
Cimahi, dimana didirikan Pondok bagi para Muriddin dan juga Masjid
Baiturohmat (Cimahi-Jawa Barat)
- KH Badruzzaman bin Muhammad Faqih (Wafat 1972
M), ulama besar asal Kota Garut-Jawa Barat. Semasa muda belajar di Kota
Suci Makkah dan Madinah sepulangnya kemudian mengasuh Pondok Pesantren
al-Falah Biru-Garut. Ulama besar ini mendalami berbagai macam ilmu-ilmu
agama Islam, keras yakni pemimpin tentara Hizbullah/Sabilillah Garut di
masa revolusi fisik. Sempat pula menjabat sebagai wakil ketua kehormatan
majelis ulama Jawa Barat semasa hidupnya. Perlu diketahui bahwa hampir
seluruh ulama di Kabupaten Garut memiliki afiliasi kepada KH. Badruzzaman,
di mana saat ini anak cucu beliau meneruskan perjuangannya, yaitu
diantaranya : KH. Dadang Ridwan (Rancamaya), KH Ikhyan (Samarang), DLL
- Al-Imam al-Muhaddits Allamah Syeikh Muhammad
Yasin bin Isa al-Fadani (Wafat 1990 M) Syeikh Yasin dilahirkan di Makkah
pada tahun 1915 M, dari kedua orang tua yang berasal dari Padang, Sumatra
Barat. Beliau adalah seorang ulama besar dan pakar Ilmu Hadits di
Haromain, semasa hidupnya beliau digelari “al-Musnid al-Ashr”, beliau
tinggal di Makkah dan memimpin Madrasah Islam, “Darul Ulum” di sana.
Syeikh Yasin al-Fadani mengambil ijazah Thoriqoh Tijaniyyah dari Syeikh
Ali al-Thoyyib RA. Dan salah seorang ulama Indonesia yang mengambil sanad
dan ijazah Thoriqoh Tijaniyyah dari Syeikh Yasin al-Fadani adalah almarhum
KH. Ahmad Jauhari Khotib (Sumenep-Madura). Ayah kandung dari almarhum KH.
Muhammad Tijany bin Ahmad Jauhari (mantan Sekretaris Jenderal Rabithah
Alam Islami).
- Sayyid Alwi bin Abbas al-Maliki RA, mufti
Maliki Kota Makkah dan ayahanda dari Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki RA
yang termahsyur itu. Beberapa ulama-ulama Indonesia lainnya yang
dinyatakan sebagai anak murid Sayyid Ali al-Thoyyib di antaranya ialah:
KH. Muhammad Sujai (Pesantren Gudang Tasikmalaya), KH Asyari Bunyamin
(Garut) dan KH Ahmad Sanusi bin H. Abdurrohim, seorang ulama ahli tafsir
dan pendiri “al-Ittihadul Islamiyah” yang berasal dari Sukabumi-Jawa
Barat.
Daftar nama-nama ulama tersebut di atas secara langsung menunjukkan bahwa
Sayyid Ali al-Thoyyib adalah seorang Syaikhul Masyaikh (gurunya Para guru) di
mana murid-muridnya adalah ulama-ulama besar dan berpengaruh di daerahnya
masing-masing. Setelah Sayyid Ali pulang ke Madinah, anak muridnya aktif
mengembangkan Thoriqoh Tijaniyyah di daerah masing-masing.
0 Response to "Murid-murid Sayyid Ali al-Thoyyib di Indonesia"
Post a Comment