Musuh Kita
Setiap orang punya musuh. Dikehendaki atau tidak, musuh selalu ada. Apakah musuh itu bersembunyi dalam selimut, yang secara licik bisa membunuh kita, atau musuh yang terang-terangan berdiri di depan kita dan siap menyerang kita. Terhadap jenis musuh yang mengancam keselamatan seperti itu, secara naluriah biasanya kita akan bersikap waspada. Kalau memang punya keberanian, dengan berbagai cara, kita akan melawan. Kalau tidak, akan lebih selamat kalau kita menghindarinya.
Bagi orang tertentu, musuh tidak selalu dipandang sebagai ancaman. Musuh justru bermanfaat untuk mengukuhkan eksistensi kita. Terhadap musuh jenis ini, kita biasa menyebutnya sebagai lawan. Untuk menguji apakah diri kita unggul, kuat, atau loyo, kita memerlukan lawan. Bahkan, kalau tidak ada lawan, kita ciptakan lawan sendiri. Sebuah kompetisi untuk menumbuhkan watak sportif seperti dalam olahraga, misalnya, cara ini justru dipandang sehat. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari. Agar kita tidak mudah lengah, kita memerlukan musuh atau lawan. Baik musuh dari luar maupun dari dalam diri kita. Musuh dari luar, sehebat apa pun, insya Allah bisa kita taklukkan.
Musuh yang paling sulit kita tundukkan justru berada di dalam diri kita sendiri. Dalam bukunya yang terkenal, Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf (1996), Dr Mir Valiuddin mengutip sabda Nabi Muhammad SAW, ''Musuhmu yang paling jahat ialah nafsu yang ada pada dirimu.'' Beliau memerintahkan para pengikutnya, ''Bunuhlah nafsu dalam dirimu dengan pedang pengekangan dan kezuhudan.'' Celakanya, jangankan membunuh atau setidaknya membendung nafsu, kita malah lebih sering memanjakannya. Mengapa? Kita tahu, musuh yang amat terkutuk ini sangat pandai memberi kenikmatan-kenikmatan pada kita.
Akibatnya, bukan nafsu itu yang kita taklukkan, tapi justru kita yang ditundukkan olehnya. Banyak sekali literatur tasawuf yang menjelaskan sifat jahat nafsu. Mahmud ibn 'Ali al-Kasyani, penulis kitab Mishbah al-Hayat, misalnya, menerangkan nafsu yang memperbudak manusia dengan kesenangan dan kenikmatan. Jika nafsu ini tidak dilawan, ia akan menyeret manusia untuk menuhankannya seperti disebut dalam Alquran, ''Maka, pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?'' (QS 45: 23).
Sifat lain adalah suka munafik, bermegah-megah, dan riya. Dari segi apa pun, sungguh merugi jika kita diperkuda nafsu ini: sangat boros (sifat ini juga dikutuk Allah), baik energi, waktu, dan terutama biaya. Tengoklah diri dan lingkungan dalam rumah kita sendiri, misalnya, berapa biaya yang kita habiskan demi kenikmatan, kemunafikan, dan kemegahan? Masih banyak lagi sifat jahat nafsu, yang semuanya amat menyesatkan. Mengikuti nafsu, mengikuti langkah-langkah setan sekaligus bersekutu dengannya. Nasihat Rasulullah: hunus pedang pengekangan dari sarungnya dan babat nafsu sampai kita tidak lagi merasa nikmat memperturutkannya. Firman Allah SWT, ''Jangan kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu musuh yang nyata.'' (QS 2: 208). Wallahu a'lam.
0 Response to "Musuh Manusia"
Post a Comment