Abdul Rozak (40) pengusaha roti, tewas seketika tatkala mobil Hijet 1000 No. Pol
D-1474-DC yang dikemudikannya dihantam truk kontainer. Musibah yang terjadi
pukul 05.00 di sekitar Kebon Karet, Jalan Raya Cibening Purwakarta, beberapa
kilometer sebelum Tol Cikampek-Karawang, meremukkan batok kepala lelaki asal
Palembang itu. Abdul Rozak tak sempat kembali ke rumahnya untuk membeli
bahan-bahan pembuat roti. Karena ajal telah lebih dulu menjemputnya tanpa ia
duga. (sebagaimana dilaporkan Mingguan Dialog edisi 22-28 September) tk
menyebutkan lebih jauh status korban. Seperti isteri dan berapa anak yang
ditinggalkannya, tak tertulis. Namun melihat usia korban, ia kemungkinan
berstatus seorang kepala keluarga).
Taroklah kita berasumsi, tatkala
Abdul Rozak hendak berangkat mencari nafkah, niatnya karena Allah. Maka insya
Allah ia tergolong mendapat akhir yang baik (husnul khotimah). Almarhum layak
disetarakan sebagai seorang yang sedang berjihad. Dengan catatan tambahan
tentunya, kalau saja saat ia mulai melangkahkan kakinya ke luar rumah hingga
maut menjemputnya, motivasinya tetap istiqomah mencari rezeki yang halal untuk
menghidupi keluarganya.
Kita berdoa kepada Allah, mudah-mudahan pedagang
roti itu memang seorang ayah yang taqwa. Yang senantiasa menjaga keluarganya
dari rezeki yang haram. Memelihara pandangannya dari melihat pemandangan yang
bukan haknya untuk ia lihat. Menjaga lisannya dari menggunjing, memfitnah,
mengumbar lelucon-lelucon beraroma cabul, memaki orang dengan kasar, mengejek
serta merendahkan orang lain, menipu, dan lain-lain. Semoga.
Seandainya
pergulatan Abdul Rozak dalam menafkahi keluarganya setiap hari, senantiasa
diawali dengan untaian doa kepada Allah. Jika saja dalam kesibukannya bekerja
sehari-hari ia tak pernah meninggalkan ibadah dan taat kepada Allah. Pendek
kata, andaikan hari-harinya ia niatkan semata-mata untuk beribadah dan
melaksanakan perintahNya. Maka kematian Abdul Rozak layak disebut sebagai mati
syahid di jalan Allah.
Rasul dalam salah satu wasiatnya menerangkan,
seorang kepala keluarga yang sungguh-sungguh mencari rezeki yang halal, lalu ia
mati. Orang itu dalam penilaian beliau saw, mati syahid di jalan Allah.
Allah telah menetapkan laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.
Karena secara fitrah penciptaannya, bukan hanya pria diberikan kelebihan dalam
segi fisik (otot), perasaan, tapi juga akal. Karena itulah Allah meletakkan
beban kewajiban yang lebih atas pria terhadap kaum wanita. Salah satu kewajiban
paling mendasar ialah pria sebagai pelindung dan pengayom kaum wanita.
"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (kaum pria) atas sebagian yang lain (kaum
wanita). Karena mereka telah (diwajibkan) menafkahkan sebagian harta mereka
(terhadap isteri)." (QS 4:34)
Tak usahlah kita perdebatkan soal hak
perlindungan kaum wanita yang mesti mereka peroleh dari kaum pria. Ini bukan
soal supremasi dan dominasi kaum lelaki terhadap kaum wanita. Tapi soal tanggung
jawab fitrah. Memang kita akui, sampai saat ini kaum feminis masih saja
meributkan soal hak-haknya itu yang mereka anggap telah "dirampas" kaum pria.
Kita khawatir bila tanggung jawab melindungi (mencari nafkah) itu sama-sama
dibebankan kepada wanita, banyak wanita yang akan kepayahan sendiri nantinya.
Karena konsekuensinya, jam kerja mereka harus sama dengan kaum pria tanpa cuti
haid maupun cuti hamil, misalnya. Lebih parah lagi, banyak kaum pria yang
nantinya enggan bertanggungjawab memberi nafkah pada istrinya. Karena sebagian
kewajibannya dianggap sudah dihendel kaum wanita.
Lantaran itu
Rasulullah menekankan kaum pria giat bekerja untuk menghidupi serta berusaha
keras membahagiakan keluarga mereka. Sebaliknya beliau mencela para pemalas,
yang tak pernah berusaha untuk membahagiakan keluarganya. Apalagi bila ia
berlaku kasar pada anak dan istrinya.
"Taqwalah kamu kepada Allah di
dalam mengurus perempuan istri--pen). Sebab dia adalah dalam lingkungan
penjagaanmu. Dan hendaklah kamu cukupkan belanjanya dan pakaiannya dengan
pantas." (HR Muslim)
"Yang paling berat dalam timbangan orang mukmin
adalah akhlaq yang mulia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melakukan
perbuatan keji lagi hina." (Shahih al-Jami')
"Berdosalah seseorang yang
menyia-nyiakan tanggungan yang seharusnya ia beri makan," (HR Muslim)
Sungguh mulia para mujahid yang telah membanting tulang untuk menafkahi
keluarganya dengan cara halal. Yakni seorang ayah yang tak pernah mengotori
hartanya dengan yang haram.Yang keras menolak uang suap, menghindari
praktik-praktik ilegal, dan tindakan manipulatif apapun.
Sungguh ajaib
para mujahid yang telah bekerja serius menghidupi keluarganya untuk merengkuh
ridhoNya. Yakni ayah yang selalu ingat, betapa anak dan isteri di rumah selalu
setia mendoakan keselamatannya. Seorang suami yang selalu memelihara kesuciannya
sebagaimana isterinya di rumah selalu menjaga kehormatannya dari pandangan mata
dan jamahan tangan-tangan liar. Hingga ia tak mungkin mau mengumbar pandangannya
pada wanita-wanita yang bukan mahromnya. Apalagi sampai bercumbu dan berkencan
dengan wanita teman sejawat atau sekretarisnya. Betapa mengagumkan para mujahid
yang ikhlas berletih-letih bekerja untuk mengantarkan keluarganya menuju rahmat
Allah.Yakni mereka yang tidak menjerumuskan dirinya dalam praktik kerja dan
pergaulan mesum. Menjauhkan mengeksploitasi perempuan sebagai umpan bisnis.
Menolak lobi-lobi bisnis dilakukan di tempat-tempat mesum sembari mengumbar
cerita-cerita cabul. Sementara aroma khamar dan bau parfum wanita menghiasi
lobi-lobi mereka. Tidak! Para mujahid pasti akan mengenyahkan praktik-praktik
bisnis terkutuk itu. Mereka adalah para hamba yang selalu menjauhkan diri dari
cerita-cerita skandal yang menjijikkan.
Apapun profesi mereka, andaikan
mereka berusaha keras menjaga diri dan keluarga mereka dari yang diharamkan
Allah. Entah mereka sebagai penarik becak, pedagang kaki lima, pengemudi
mikrolet, penjual nasi, pedagang sayuran, pemulung, penjaja mainan anak-anak di
perempatan-perempatan lampu merah, dan lain sebagainya. Sungguh setiap tetes
keringat dan tarikan napas mereka, insya Allah akan dicatat sebagai tetesan
darah jihad di jalan Allah. Mereka pantas disebut mujahid.
"Dan
sesungguhnya engkau tidak akan memberi nafkah yang diniatkan karena Allah,
kecuali engkau akan mendapatkan balasannya. Termasuk apa yang engkau berikan ke
dalam mulut istrimu." (HR Bukhori-Muslim)
Mujahid tidak layak
disandangkan pada para ayah yang dalam bekerja tak pernah mengindahkan
pantangan-pantangan Allah.Yakni mereka yang gemar melakukan praktik-praktik suap
dan tindakan manipulatif. Mengeksploitasi wanita untuk promosi bisnis mereka.
Ngerumpi dengan kolega yang hobi melontarkan kata-kata dusta dan humor-humor
mesum. Yang senang membeberkan masalah-masalah privasi rumah-tangganya dihadapan
koleganya. "Eh...semalam bini gua..." dan seterusnya, dan seterusnya. Mereka
yang terbiasa dengan dunia perselingkuhan. Na'udzubillahi min dzalik.
Kelompok terakhir ini, hakikatnya tak layak disebut kepala keluarga.
Karena mereka tak mampu memimpin diri mereka sendiri, apalagi untuk memimpin
keluarga. Kepada mereka tak pantas diberi gelar mujahid, betapapun mereka telah
memberikan harta melimpah pada anak-isteri mereka. Sebab mereka hakikatnya
adalah para pengkhianat. Yang telah menghianati diri mereka sendiri, menghianati
amanah keluarga, amanah masyarakat-bangsa-dan negara, dan tentunya menghianati
amanah Allah swt.
Mudah-mudahan Anda bukan termasuk kelompok
terakhir.Karena Anda adalah mujahid, dan Anda layak mendapat bintang!
0 Response to "MUJAHID"
Post a Comment