IBADAH puasa sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh umat Islam. Dalam agama-agama yang lain juga ditemukan pelaksanaan ibadah yang serupa. Bahkan pada awal kesejarahan manusia, orang-orang terdahulu juga melaksanakan ritual puasa sebagai sarana mencapai kedalaman spritual serta manifestasi dari ketergantungan kepada kekuatan transedental. Puasa ini dilakukan sebagai upaya menahan diri dari segala bentuk keliaran nafsu yang cenderung merusak dan pemasungan terhadap sifat kebinatangan yang menghambat kedekatan kepada Yang Maha Kuasa.
Penyucian Jiwa
Aliran filsafat Romawi kuno, Pythagorean, berpendapat bahwa puasa adalah salah satu jalan untuk meraih kembali sifat dasar kesempurnaan manusia. Para pemuka agama Hindu melakukan puasa pada saat mempersiapkan diri untuk memasuki perayaan keagamaan. Pun juga dengan tradisi klasik agama-agama di Cina. Chai (ritual puasa fisik), yang kemudian dimodifikasi oleh aliran Taoisme menjadi Hsin chai (puasa jiwa). Konsep serupa juga berlaku dalam tradisi konfusianisme yang mencanangkan praktik puasa sebagai persiapan dalam melakukan penyembahan terhadap nenek moyang.
Wahana Intropeksi
Dalam agama Budha walaupun sidharta Gautama menganjurkan moderasi dalam pelaksanaan puasa, tidak sedikit biarawan dan biarawati penganut Budhisme yang melakukan praktik puasa pada hari-hari biasa (makan satu kali sehari), dan berpuasa penuh pada awal dan pertengahan bulan. Masa kini penganut agama Budha banyak berpuasa ketika mereka melakukan introspeksi atas pelanggaran yang dilakukan.
Menurut literature perjanjian lama kita bisa menemukan orang-orang Yahudi, Aramain, Arab dan Etiopia, semuanya menggunakan kata yang sama, Shaum untuk menunjukkan praktik puasa guna menandai ekspresi rasa penyesalan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Agama Yahudi menetapkan kewajiban berpuasa bagi penganutnya sehari dalam (setahun), yakni Yon Kippur (Hari bertaubat)
Melatih Kepekaan sosial
Menahan rasa lapar dan haus selama satu hari penuh dalam agama Islam sejatinya untuk menumbuhkan jiwa kepekaan sosial kita. Merasakan bagaimana menderitanya para kaum Dhuafa yang serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tumbuhnya rasa peka tersebut diharapkan dapat menimbulkan keinginan untuk berbagi kepada para fakir dan mereka-mereka yang membutuhkan. Oleh karena itu pada akhir bulan Ramadhan umat Islam juga diperintahkan untuk membayar zakat fitrah.
Ibadah puasa juga diharapkan dapat menumbuhkan rasa syukur. Seringkali kita menafikan nikmat dan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kasih. Betapa beruntungnya orang-orang yang masih dapat mencukupi kebutuhan hidupnya ditengah jutaan ummat yang serba kekurangan dan kelaparan. Betapa berharganya sepiring nasi ketika dihadapkan rasa lapar yang amat sangat. Dan Betapa nikmatnya seteguk air bila kita didera rasa haus.
Syiar Perdamaian
Masih dalam umat Islam, puasa dapat dimaknai dalam perspektif perdamaian. Di dalam Alqur’an, surat Albaqarah ayat 183 disebutkan “kutiba alaikum al-shiyam kama kutiba ala al ladzina min qablikum la’allakum tattaqun’. Kata “al-shiyam’ makna dasarnya adalah menahan diri dari peperangan, pertikaian, permusuhan. Nabi Muhammad Saw dalam riwayat Bukhari Muslim disebutkan, kalau ada orang yang mengajak berperang, katakanlah aku ini sedang berpuasa’. Ini berarti, puasa bisa mengendalikan jiwa dan nafsu kita dari kebencian, dari ajakan untuk berselisih dan terjebak dalam konflik.
Mempertajam Fungsi Indera
Pemuka agama dalam tradisi mesir Kuno berpuasa tiap kali akan memahami pesan-pesan Tuhannya. Puasa dapat mempertajam fungsi indera dan rasio sehingga tabir kebenaran mudah tersingkap. Masyarakat primitif berpuasa guna memperoleh magis serta mencegah masuknya kekuatan destruktif (setan) yang sering menyelinap kejiwa melalui makanan. Untuk itu puasa merupakan keharusan guna mencegah masuknya kekuatan setan kedalam tubuh, dalam rangka komunikasi dan persatuan dengan Yang Maha Kuasa.
Orang - Orang Jawa kuno (Kejawen) seringkali melakukan lelaku tapa (biasaya dibarengi dengan puasa) untuk memperoleh ilmu kanuragan. Dengan berpuasa dapat mengasah panca indera sehingga jasad dapat memiliki kekuatan-kekuatan ghaib. Puasa juga dilakukan mereka untuk memperoleh wangsit (pesan dan petujuk dari Yang Maha kuasa).
Memperoleh Takwa
Dalam tradisi umat Kristiani juga dikenal ibadah Puasa. Tradisi yang dilakukan untuk mengikuti jejak nabi Isa AS selama 48 hari sebagai aksi pendekatan diri kepada Tuhan. Dalam perjanjian baru Isa AS menggarisbawahi pentingnya berpuasa dengan hati yang tulus dengan di barengi sikap mengingat Tuhan dan berbuat kebajikan.
Oleh karena itulah mengingat puasa adalah ritual semua agama, tentunya diperlukan sikap menghormati bagi mereka yang sedang melakukan puasa. Menghargai ini tentunya ditunjukkan untuk tidak secara demonstratif dan sengaja membangkitkan rasa lapar dan dahaga orang yang sedang melakukan puasa. Disamping itu yang terpenting adalah bagaimana kita dapat menginternalisasikan esensi dari ibadah puasa ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga dalam berpuasa kita tidak hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja.
0 Response to "Menggali Makna Puasa dalam Berbagai Tradisi "
Post a Comment