Ijma' dan Fatwa Bid'ah

Ketika para ulama, filusuf dan para cendekiawan datang untuk mengetahui bahwa Nasruddin menodai kehormatan mereka di desa-desa terdekat dengan mengatakan: "Orang-orang yang disebut bijak adalah bodoh dan bingung," mereka menuduhnya merusak keamanan negeri. Mullah ditangkap dan kasusnya diajukan ke Pengadilan Raja.

Raja: "Anda boleh bicara lebih dulu."

Mullah: "Berilah saya pena dan kertas."

Maka pena dan kertas pun diberikan.

Mullah: "Bagikan pena dan kertas itu kepada tujuh ulama." Pena dan kertas pun dibagikan.

Mullah: "Biarlah mereka secara terpisah menulis jawaban atas pertanyaan berikut: 'Apakah roti itu?'"

Ketujuh ulama itu telah menulis jawaban masing-masing atas pertanyaan Mullah tadi. Kemudian kertas jawabannya diserahkan kepada raja yang membacanya dengan keras satu per satu:

Yang pertama mengatakan: "Roti adalah makanan."

Yang kedua mengatakan: "Roti adalah tepung dan air."

Yang ketiga: "Itu adalah adonan yang dibakar."

Yang keempat: "Sebuah pemberian Allah."

Yang kelima: "Berubah-ubah, menurut bagaimana Anda mengartikan roti."

Yang keenam: "Roti adalah zat yang mengandung nutrisi."

Yang ketujuh mengatakan: "Tidak seorang pun tahu dengan jelas."

Setelah mendengar semua jawaban itu, Mullah berkata kepada raja, "Bagaimana Anda bisa meyakini penilaian dan pertimbangan bagi orang-orang tersebut? Jika mereka tidak bisa menyepakati sesuatu yang dikonsumsinya sehari-hari, bagaimana mereka bisa dengan suara bulat menyebut saya seorang bid'ah?"




Undang-Undang Menemukan Barang 


Pada suatu hari Mullah Nasruddin menemukan cincin berlian di jalan. dia ingin menyimpannya, tetapi menurut hukum, penemu barang harus pergi ke pasar dan mengemukakan kejadiannya tiga kali dengan suara yang keras.

Sore harinya, Mullah pergi ke pasar dan berteriak tiga kali, "Saya telah menemukan cincin berlian."

Dengan tiga kali teriakan orang berbondong-bondong mengerumuni Mullah sambil bertanya, "Apa yang terjadi Mullah?"

Mullah Nasruddin menjawab, "Hukum menetapkan tiga kali pengulangan dan sejauh yang saya ketahui, saya mungkin melanggar hukum kalau saya mengulanginya empat kali. Namun saya bisa menceritakan tentang sesuatu yang lain... sekarang saya jadi pemilik cincin berlian!" 




Menyulap Air Telaga Jadi Susu Kental 


Suatu ketika Mullah yang termashur itu mencuci tempat susunya dan menuangkan sisa susunya ke dalam telaga. Beberapa orang ingin mempermalukannya ketika mereka melihatnya.

"Mullah sedang apa Anda itu?" salah seorang dari mereka bertanya.

"Aku sedang mengubah air telaga menjadi susu," jawab Mullah.

"Bisakah ragi yang sedikit itu meragi telaga yang begitu luas?" Orang itu bertanya sementara yang lainnya menertawakan Mullah.

"Kalian mungkin tidak pernah tahu ini bisa, tetapi apa jadinya jika ini bisa?"




Arti Takdir 


Beberapa kawannya minta Mullah menjelaskan arti takdir kepada mereka.

"Takdir bisa dirumuskan sebagai salah satu penerimaan," kata Mullah.

"Misalnya, kalau sesuatu berjalan baik dan kita telah menduga akan berjalan salah, maka kita menerimanya sebagai nasib yang baik. Sekarang kalau sesuatu berjalan jelek, dan kita telah mengharapkannya berjalan baik, maka kita terima hal itu sebagai nasib jelek. Tetapi apabila kita menerima sesuatu yang baik atau buruk itu mungkin datang sebagai jalan kita, maka kita sebut itu takdir." 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ijma' dan Fatwa Bid'ah"

Post a Comment