Sufi dan Sultan

Diceritakan seorang sultan tengah berparade di jalan utama di Istambul. Ia dikelilingi pengawal dan tentara lengkap. Semua penduduk keluar untuk melihat sang sultan. Mereka memberi hormat saat sultan lewat, kecuali seorang darwis yang sangat sederhana. 

Sang sultan menghentikan parade dan menyuruh tentara menangkap darwis untuk mendapat penjelasan mengapa darwis tak menghormat kepadanya. Darwis menjawab,''Biarlah semua orang menghormat kepadamu. Mereka semua menginginkan apa yang ada padamu, harta, kedudukan dan kekuasaan. Alhamdulillah segala hal ini tak berarti bagiku. Lagipula, untuk apa saya menghormat kepadamu apabila saya punya dua budak yang merupakan tuan-tuanmu.''

Semua orang di sekelilingnya ternganga. Wajah sang sultan merah padam karena marah. ''Apa maksudmu?''

''Kedua budakkku yang menjadi tuan-tuanmu adalah amarah dan ketamakan,'' ujar Darwis tenang. Sultan segera menyadari kebenaran darwis itu dan balik menghormat kepada orang yang sempat membuatnya marah. 


Sufi dan Orang Kikir 
Seorang sufi datang mengetuk pintu sebuah rumah. Ia meminta sepotong roti untuk dimakan. ''Ini bukan toko roti,'' kata pemilik rumah dengan ketus. ''Jika demikian, apakah kau memiliki sedikit daging,'' ujar darwis memohon.

''Memangnya rumah ini terlihat seperti tempat jagal,'' kata pemilik rumah itu lagi. 

''Dapatkah kuminta sedikit tepung?''

''Memangnya kau dengar suara penggilingan di rumah ini?''

''Kalau begitu seteguk air saja...''

''Di sini tak ada sumur.''

Apapun yang diminta sang sufi selalu dijawab pemilik rumah dengan ucapaan menyakitkan. Ia, pada dasarnya, tak mau memberikan apapun untuk darwis itu.

Akhirnya darwis itu berlari masuk ke dalam rumah, mengangkat jubahnya dan berjongkok seolah hendak buang hajat. 

''Hei, apa yang kau lakukan,'' ujar pemilik rumah marah dan heran.

''Diam kau orang yang menyedihkan. Tempat kosong seperti ini hanya pantas untuk menjadi tempat buang hajat. Karena, tak ada seorang pun atau apapun yang ada di sini. Jadi harus diberi pupuk biar subur.''

Darwis itu lantas berkata, ''Jika kau burung, jenis apakah engkau? kau bukan elang yang dilatihuntuk jadi peliharaan bangsawan, bukan pula merak yang memesona setiap yang memandang, bukan juga kakatua yang berkisah lucu. Kau bukan kutilang yang bernyanyi kasmaran.''

''Kau bukan Hudhud yang membawa pesan Sulaimahn, atau bangau yang membangun sarang di tepi tebing.''

''Lalu apa kau ini? Kau spesies tak dikenal. Kau berdalih danb ercanda untuk mempertahankan harta milikmu. Kau telah melupakan Dia Yang tak peduli harta beda, Yang tak mengambil keuntungan dari setiap hubunganNya dengan manusia....''

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sufi dan Sultan"

Post a Comment