Seorang pria pergi ke rumah kekasihnya. Ia datang dan mengetuk pintu rumah perempuan yang dicintainya. ''Siapa itu?'' tanya sang kekasih.
Ia menjawab,''Aku.''
''Pergilah,'' kata sang kekasih lagi. Ini terlalu cepat; padahal di mejaku tak tersedia tempat buat yang masih mentah.
Betapa yang mentah kan dapat dimasak kalau bukan dalam api ketiadaan? Apa lagi yang dapat melepaskannya dari kemunafikan?
Dengan sangat kecewa, pria itu meninggalkan rumah kekasihnya. Selama satu tahun, api perpisahan membakar hatinya. Kemudian ia datang lagi dan melangkah menuju rumah kekasihnya.
Ia mengetuk pintu dan seratus harapan dan kecemasan, kalau-kalau dari bibirnya terlontar kata-kata yang tak berkenan.
''Siapa itu,'' tanya sang kekasih dari balik pintu. Pria itu menjawab,'' Engkau, wahai pesona segala hati.''
''Kini masuklah,'' kata sang kekasih. ''Karena Engkau adalah Aku. Di rumah ini tak ada tempat untuk dua Aku.''
Melihat Gajah
Adalah seekor gajah di rumah yang gelap. Beberapa orang Hindu membawanya untuk dipertunjukkan. Karena melihat dengan mata tak mungkin, setiap orang meraba dengan tangannya. Mereka lantas mendefinisikan gajah itu berdasar perabaannya saja.
Tangan yang seorang menyentuh belalainya. Ia berkata, ''Mahluk ini seperti pipa air.''
Yang lain meraba telinganya. Baginya gajah seperti kipas yang lebar. Yang lain memegang kakinya dan ia berkata, ''Aku dapati bentuk gajah seperti sebuah tiang.''
Yang lain meletakkan tangannya di punggungnya dan ia berkata, ''Sesungguhnya gajah ini menyerupai singgahsana.''
Setelah masing-masing memasang lilin di tangannya, perbedaan pun akan lenyap dari kata-kata mereka. Semua benar namun hanya sepotong-sepotong. Untuk melihat kebenaran, kita harus mempelajari banyak hal dan menyeluruh.
0 Response to "Engkau Adalah Aku"
Post a Comment