Rombongan barisan jihad pemuda Islam nergerak perlahan namun pasti, menuju gedung DPRD Jawa barat. Ceritanya mau mendemo Amerika atas penyerangan ke Palestina plus pemboikotan produk-produk Yahudi. Bak seorang wartawan handal, seorang akhwat melancarkan misi jepret sana jepret sini. Alhasil ia jadi tontonan gerombolan ikhwan yang coba curi-curi pandang. Ih& ikhwan godhul bashar dong.
Tapi niat sang akhwat tulus kok. Sekedar menjalankan amanah, katanya. Tapi akhwatnya memang tergolong manusia PD tingkat tinggi dan selalu berfikir EGP jika berkeliaran lincah. Sang akhwat ditemani seorng akhwat lagi yang juga termasuk akhwat berjiwa heroik. Mereka berdua melesat berlari mengikuti barisan agar tidak ketinggalan akibat terlalu sibuk berkoordinasi.
Danlap di depan sedang sibuk berteriak-teriak dengan lantangnya ketika sang akhwat melepaskan bidikan kamera tepat di hadapannya. Awalnya danlap pura-pura tidak tahu, tapi karena sang akhwat mengulang pengambilan gambar kedua-karena pengambilan pertama dirasa kurang memuaskan-danlap rada kikuk. Lalu kasih aba-aba dengan tangan agar jangan moto lagi. Sang akhwat cuek. Klik! Beres.
Saat di halaman DPRD, sang akhwat ketemu wartawan senior kenalannya. Ngobrol sana, ngobrol sini. Wartawan senior nanyain rute aksi plus tuntutan yang dibawa. Karena udah kenal, apalagi sesama wartawan, eh, belum ding tapi sang akhwat adalah calon wartawan, akhirnya terjadilah acara bongkar-bongkar rahasia. Itung-itung barteran dengan wartawan karena barisan jihad pemuda Islam udah keseringan masuk koran apalagi tv.
Sang akhwat melesat lagi ke barisa depan. Klik! Sang orator dijepret juga. Ha??? Sang akhwat yang terbengong. Beda dengan danlap, sang orator malah cengar-cengir waktu dipoto, malah pake gaya segala. Biasa, gaya aktifis tukang demo.
Sebelum meninggalkan halaman DPRD, masih diberi satu kesempatan lain bagi wakil dari masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Oh ternyata ada juga yang berani tuk tampil walau sekedar berkoar-koar."Lho, itu kan ustadz anu?" segerombolan pemudi Islam terheran-heran.
Nah, akhwat calon wartawan tidak menyia-nyiakan kesempatan jepret sana jepret sini lagi. Dia gak peduli siapa yang tampil, baginya memoto sungguh mengasyikkan. Ambil posisi samping kiri. Hm, kurang bagus. Posisi kanan agak depan. Aha! Ini dia yan paling bagus. Kamera siap-siap. Dalam hati akhwat calon wartawan mulai berhitung. Satu...dua...ti.. Masya Allah. Gerakan apa itu? Ternyata tangan sang ustadz mengelus-elus jenggot yang rada tebel. Setelah diselidiki secara kilat, rupanya itu adalah salah satu gaya sang ustadz jika ada kesempatan di poto-poto. Dalam hati sang akhwat keheranan, tapi di luar hati ia geleng-geleng kepala. Ustadz...ustadz...
Sang akhwat melesat lagi. Kali ini ketemu segerombolan aparat pake preman, eh salah, pake pakaian preman. Ada yang berteriak, "Mbak, poto dong" Sang akhwat nyengir. "Boleh" katanya. Nah, yang ini beda lagi gayanya. Silahkan bayangkan gaya poto ala aparat. Beres orasi, barisan jihad pemuda Islam meninggalkan DPRD, siap meluncur ke jalan raya untuk cari simpati masyarakat. Sang akhwat siap-siap mau lari, tapi.. "Mbak, tadi wartawan yang disana nanya apa aja? Trus.. ??? Seorang akhwat memegang pundaknya dari belakang. Sang akhwat calon wartawan menjawab sekenanya, karena baginya waktu adalah harapan. Harapan tuk nyati sasaran bidik lainnya. Lagipula sang akhwat calon wartawan tidak kenal dengan akhwat tersebut. Tapi dalam hati sang akhwat berfikir mungkin akhwat yang tadi adalah intel. Wah, repot kalau kasih informasi ke dia. Bisa-bisa ada aktivis yang ditangkap yang diangkap sepulang aksi.
Disisi lain, akhwat yang bertanya juga berfikir "Mungkin akhwat calon wartawan itu adalah intel". Alhasil, dua-duanya punya pemikiran yang sama. Subhanallah. Coba kalau dalam ber'amal jama'i kita juga punya pemikiran yang sama. Hmm.
0 Response to "Duga-Duga Tapi Ragu"
Post a Comment