Berserah Diri Kepada Allah

Katakan, Allah itu Esa. Allah itu tempat bergantung. Tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan, tidak seorang pun yang serupa dengan-Nya (QS Al-Ikhlas: 1-4).

Semoga Allah mengaruniakan kemampuan pada kita untuk merasa cukup bergantung kepada-Nya. Dia-lah pelabuhan hati yang kasih sayang dan kehadiran-Nya akan selalu kita dambakan.

Salah satu nama Allah dalam Asma'ul Husna adalah As Shamad. Kata ini sering kita dengar dalam QS Al-Ikhlas, dan memang kata As Shamad hanya disebut satu kali dalam Alquran. As Shamad dapat diartikan sebagai Allah Yang Maha Dibutuhkan. Terambil dari huruf shad, mim, dan dal. Maknanya berkisah pada dua hal, yaitu "tujuan" dan "pejal atau padat". Seperti sebuah "talenan" atau "dampalan" yang tak memiliki rongga dan celah sedikit pun. Demikian padatnya, sampai-sampai permukaannya demikian halus, tidak ada yang bisa menempel di sana, bahkan debu dan air sekalipun. 

Kalau kita yakin terhadap Allah As Shamad, maka kita harus bergantung sepenuhnya pada Allah. Tidak ada rongga atau celah sedikit pun bagi kita untuk meminta kepada selain Allah. Betapa tidak, Allah adalah Dzat yang Maha Mengetahui semua kebutuhan kita. Tidak ada celah sedikit pun selain Allah yang bisa menolong kita. Tidak ada sesuatu pun yang masuk dan keluar dari Dzat Allah. Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Dan, tidak seorang pun yang serupa dengan-Nya. Allah adalah Dzat Maha Sempurna yang Menguasai segala-galanya. 

Karena itu, bergantung pada selain Allah adalah bencana. Sudah pasti, semua yang ada selain Allah adalah makhluk; sesuatu yang diciptakan. Makhluk itu sangat lemah dan tidak memiliki daya serta kekuatan selian dari yang diberikan Allah.

Ibnu Abbas RA menyatakan bahwa As Shamad, kalau Dia seorang tokoh, maka Dialah tokoh yang paling sempurna ketokohan-Nya. Yang mulia, dan mencapai puncak kemulian-Nya. Yang agung, dan paling sempurna keagungan-Nya. Yang penyantun, dan tidak ada satupun yang melebihi sifat penyantun-Nya. Yang kaya, dan tidak ada yang mampu melebihi kekayaan-Nya. Yang Mahaperkasa, dan tidak ada yang dapat melebihi keperkasaan-Nya. Yang mengetahui, dan maha sempurna pengetahuan-Nya; tidak luput sedikit pun dari pengetahuan-Nya. Yang bijaksana, dan tidak ada satu titik pun cacat dari semua tindak tanduk dan kebijaksanaan-Nya. Dan, semua itu hanya ada pada Allah, Dzat Yang paling tinggi. Dialah puncak yang tidak ada yang menandingi ketinggian-Nya.

Hikmah apa yang dapat kita ambil dari Allah sebagai As Shamad? Kalau pun kita harus berharap kepada makhluk, maka harapan itu hanya sebatas lisan saja. Hati sepenuhnya berharap dan bergantung pada Allah semata. Mati-matian kita berharap pada makhluk, kalau Allah tidak mengizinkan, maka tidak akan pernah terjadi. Kita akan lelah dalam hidup kalau kita berharap dan menggantungkan diri pada makhluk. Sebab, orang yang kita gantungi sekali-kali tidak dapat menolong dirinya sendiri.

Karena itu, kita harus melatih diri untuk tidak bergantung pada makhluk, termasuk pada jabatan, harta, pasangan hidup, dan pertolongan manusia. Kita pun harus mulai melatih anak-anak kita agar tidak terlalu bergantung kepada orang tua. Kita pun jangan terlalu bergantung pada tabungan, tak ada angka pasti dari tabungan yang bisa menjamin hidup kita. Hasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal maulaa wa ni'mal wakiil. Cukuplah Allah sebagai tempat bergantung. Semua harapan dalam hidup harus berada dalam wadah pengharapan pada Allah.

Pengharapan total pada Allah adalah amalan batin. Fisik dan pikiran memiliki kewajiban lain. Kita harus proporsional dalam bertindak, jangan sampai "serba untuk dan pada Allah," tapi kewajiban lain tidak disempurnakan ikhtiarnya. Intinya, keyakinan hati seratus persen dan ikhtiar pun seratus persen. Insya Allah kita akan mendapatkan hasil maksimal dalam hidup. Walau demikian, Allah berjanji, "Aku adalah sesuai prasangka hamba-Ku". Karena itu, semakin kita yakin pada Allah, maka Allah pun akan semakin membukakan pertolongan-Nya. Inilah keajaiban sebuah keyakinan.

Hikmah lainnya dari As Shamad ini, kita "kalau bisa" harus menjadi tumpuan dan harapan orang lain. Di keluarga, kita dapat menjadi tumpuan anak istri juga saudara-saudara. Karena Allah akan menolong orang yang gemar menolong dan meringankan beban orang lain. "Barang siapa memudahkan urusan orang lain, maka Allah pun akan memudahkan urusannya dunia akhirat," ungkap Rasulullah SAW. 

Karena itu, tidak salah apabila kita mencita-citakan diri menjadi jalan pertolongan dan bantuan bagi orang lain. Semoga bila kita berlaku demikian, pada satu sisi kita yakin kepada Allah dan pada sisi lainnya kita ditolong oleh Allah. Wallahu a'lam bish-shawab.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Berserah Diri Kepada Allah"

Post a Comment