Belajar Dari Totto Chan Dan Dulce Maria

Bagaimana perasaan kita saat menghadapi anak-anak yang tak pernah bisa diam, suka berantem, ribut terus dan cerewet? Pastilah sebagian besar kita merasa jengkel, sebel dan juga marah. Kepala serasa pecah dibuatnya. Demikian juga yang terjadi dengan anak-anak asuhan saya di taman baca. Ketika mereka sedang berkumpul, membaca hanyalah salah satu kegiatan yang mereka lakukan. Selebihnya adalah kreatifitas jahil khas anak-anak. Memanjat pagar, memanjat tiang, berlari-larian keluar-masuk halaman, berantem, menyembunyikan sandal teman-temannya, mencoret-coret, memukuli buku dan bangku dan tembok, juga ngobrol dengan teriakan-teriakan. 


Hal tersebut sering membuat penghuni rumah lainnya sebal karena merasa terganggu. Pernah salah satu dari mereka berkomentar, “Saya suka anak-anak, tapi yang masih bayi, yang lucu dan bisa diajak main. Kalau anak-anak yang suka main kesini, minta ampun deh”. Bahkan diantara anak-anak sendiri banyak yang suka komentar, “Kak, kalau di sekolah si Ari ngelakuin gitu tadi pasti udah dijewer sama Bu Guru. Kok, Kakak tahan aja sih?” 

Anak yang baik adalah anak yang pinter, sopan, manis dan tidak banyak tingkah. Menurut semua perkataan orang dewasa, tidak suka berbuat yang aneh-aneh dan tak suka bikin ribut. Barangkali begitu pendapat orang dewasa tentang anak-anak, dan memang demikianlah yang diidamkan oleh orang-orang dewasa terhadap anak-anaknya dan anak-anak di sekeliling mereka. Padahal kalau kita mengingat kembali masa kecil kita dulu, bisa jadi kita pun sejahil dan senakal mereka, bahkan mungkin lebih jahil dan lebih nakal. Coba kita ingat, betapa menyenangkannya bermain lumpur, mandi di kali, memanjat pohon dan sejuta kenakalan kecil kita lainnya yang kita perbuat sewaktu kecil. 

Sayangnya memori kita terbatas hingga sebagian besarnya kita telah lupa. Dan akhirnya kita menuntut anak-anak bersikap seperti orang dewasa dan memenuhi segala keinginan kita. 

****

Anak-anak, betapa pun adalah tetap anak-anak. Mereka memiliki energi lebih dan memiliki imajinasi serta kreatifitas yang kadang luar biasa dan di luar yang dipikirkan orang dewasa. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda dengan orang dewasa. Pemahaman inilah yang membuat saya berusaha untuk menyikapi tingkah anak-anak dengan berempati terhadap cara pandang dan perasaan anak-anak. 

Suka nonton aksi Dulce Maria di telenovela Carita De Angel? Saya bisa menebak, kita semua tidak pernah marah atau jengkel terhadap perilaku Dulce Maria. Di mata kita dia adalah anak yang cerdik, kreatif dan penuh kasih sayang serta suka menolong. Tentu saja, karena kita berada di luar arena, dan kita mengetahui jalan ceritanya serta apa saja yang dipikirkan oleh Dulce Maria. 

Nah, saya memanfaatkan tontonan tersebut untuk belajar cara menghadapi anak bandel dan jahil, alih-alih sekedar menikmati jalannya cerita dan kelucuan si pipi tembem. Saya berusaha keluar dari peran saya sebagai seseorang yang berhadapan dan terlibat langsung dengan anak ‘jahil’. Saya berimajinasi sedang menonton kenakalan tersebut seperti halnya kenakalan Dulce Maria, sehingga saya berusaha menyelami pikiran dan perasaan kemudian berempati terhadap si anak. Dengan demikian kita tidak langsung marah dulu, tapi berusaha ‘mengerti’, bisa jadi, si pembuat onar tengah membuat lelucon atau kreatifitas atau punya maksud-maksud baik. 

Kedua, saya belajar dari Kepala Sekolah Tomoe, tempat Totto Chan, si gadis kecil di tepi jendela, belajar. Totto Chan, anak kelas satu SD, yang karena keaktifannya tidak bisa disiplin, sering mengganggu teman hingga akhirnya dikeluarkan dari sekolah, bisa ‘takluk’ di hadapan Pak Kobayashi, sang kepala sekolah. Pak Kobayashi mendengarkan Totto Chan bercerita dengan empatik hingga empat jam. Pak Kobayashi tidak marah ketika menemukan Totto sedang menguras isi WC untuk mencari barangnya yang hilang. Beliau hanya meminta Totto mengembalikan lagi seperti semula setelah Totto menyelesaikan urusannya. Pak Kobayashi selalu bilang bahwa sesungguhnya Totto adalah anak baik, sehingga Totto percaya dan berusaha menjadi anak baik meskipun pernah dikeluarkan dari sekolah.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Belajar Dari Totto Chan Dan Dulce Maria"

Post a Comment