“Dan tidakkah manusia itu
memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak
ada sama sekali?” (QS. Maryam: 67)
Bagi
orang yang tidak menggunakan akal sehat, jika ia bertanya kepada diri sendiri,
“Bagaimana saya ada?” ia akan menjawab, “Saya ada entah bagaimana!” Dengan
penalaran demikian, ia akan menjalani kehidupan tanpa pernah merenungkan
masalah-masalah seperti itu.
Akan
tetapi, orang yang berakal semestinya merenungkan bagaimana ia diciptakan, dan
menentukan makna hidupnya sesuai dengan hasil perenungannya. Dalam perenungan
ini, ia tidak perlu takut—seperti yang dirasakan sebagian manusia—untuk
mencapai kesimpulan “Saya telah diciptakan”. Orang yang tak mau merenungkan hal
ini sebenarnya tidak ingin bertanggung jawab pada sang Pencipta. Mereka takut
harus mengubah gaya hidup, kebiasaan, dan ideologi jika mengaku telah
diciptakan. Oleh karena itu, mereka lari dari ketaatan kepada Pencipta mereka.
Demikianlah sikap yang diambil orang-orang yang mengingkari Allah dan “mengingkari (tanda-tanda kekuasaan-Nya)
karena kezaliman dan kesombongan mereka, padahal hati mereka meyakini
kebenarannya” (QS. An-Naml, 16: 14).
Sebaliknya,
seseorang yang menilai keberadaan dirinya dengan kearifan dan akal sehat, akan
melihat dalam dirinya hanya tanda-tanda penciptaan Allah. Ia mengakui bahwa
keberadaannya bergantung pada kerja sama antara ribuan sistem rumit, yang tak
satu pun ia ciptakan atau ia kendalikan. Ia memahami fakta bahwa “ia
diciptakan”. Dengan mengenal Penciptanya, ia berusaha memahami untuk tujuan apa
ia “diciptakan” Tuhan.
Bagi
siapa pun yang berusaha memahami makna ciptaan Tuhan, terdapat kitab petunjuk:
Al Quran. Kitab ini adalah panduan yang diberikan kepada semua manusia yang
diciptakan Tuhan di muka bumi.
Bahwa
fenomena penciptaan itu terjadi sesuai dengan uraian yang ada dalam Al Quran
membawa arti sangat penting bagi orang-orang yang berakal.
Pada
halaman-halaman berikut terkandung berbagai informasi, bagi mereka yang arif
dan berakal sehat, yang menunjukkan bagaimana “mereka diciptakan” dan keajaiban
penciptaan ini.
Kisah
penciptaan manusia berawal di dua tempat yang saling berjauhan. Manusia
menapaki kehidupan melalui pertemuan dua zat terpisah di dalam tubuh lelaki dan
perempuan, yang diciptakan saling terpisah namun sangat selaras. Jelas, sperma
di dalam tubuh lelaki tidak dihasilkan atas kehendak dan kendali lelaki
tersebut, sebagaimana sel telur di dalam tubuh perempuan tidak terbentuk atas
kehendak dan kendali perempuan tersebut. Sesungguhnya, mereka bahkan tidak
menyadari pembentukan sel-sel ini.
Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa
kamu tidak membenarkan (hari berbangkit)? Maka terangkanlah kepadaku tentang
nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang
menciptakannya? (QS. Al Waqi’ah: 57-59).
Jelaslah
bahwa kedua zat tersebut, yang berasal dari lelaki dan perempuan, diciptakan
sangat bersesuaian. Penciptaan kedua zat ini, pertemuan antara keduanya, dan
perubahannya menjadi manusia sungguhlah suatu keajaiban besar.
“Dan Allah menciptakan
kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu
berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun
mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan
sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula
dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh).
Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (QS. Fathir: 11)
0 Response to "PENCIPTAAN MANUSIA DI DALAM RAHIM"
Post a Comment