Tetanggaku Saudaraku

Hampir tak seorang pun yang tidak ingin hidup rukun dan harmonis dengan tetangganya. Hanya orang-orang yang hatinya sakit saja mungkin yang menolak suasana hubungan harmonis itu. Sudahkah kita sadari, bahwa kekuatan sendi-sendi sosial suatu masyarakat, sangat ditentukan oleh keharmonisan hubungan antar warganya? Sebaliknya terjadinya disharmoni hubungan bertetangga dalam suatu masyarakat, akan melemahkan sendi-sendi sosial komunitas tersebut. 


Dalam konteks ini, urgensi membangun keluarga-keluarga Islami menjadi sangat penting. Yakni keluarga-keluarga yang memahami hak-hak dan adab-adab bertetangga. Dari kepahaman inilah insya Allah akan lahir hubungan bertetangga yang harmonis. 

Fathi Yakan, seorang aktivis pergerakan Islam internasional, menyatakan dalam sebuah bukunya, menyoroti masalah rumah tangga; “Bahwa seluruh problema yang terjadi dalam masyarakat selalu saja berakar pada masalah keluarga.”

Islam sangat memperhatikan masalah adab-adab bertetangga tersebut. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah mengingatkan Fatimah dengan keras agar segera memberikan tetangga mereka apa yang menjadi hak-hak mereka. Kisahnya berawal ketika Rasulullah saw pulang dari bepergian. Beberapa meter menjelang rumahnya, Rasulullah saw mencium aroma gulai kambing yang terbit dari rumah beliau. Rasul segera bergegas menuju ke rumahnya dan menemui Fatimah yang ternyata memang sedang memasak gulai kambing. Spontan Rasulullah saw memerintahkan putri tercinta beliau untuk memperbanyak kuah gulai yang sedang dimasaknya. 

"Wahai Fatimah, perbanyak kuahnya, dan bagi-bagikanlah kepada tetangga-tetangga kita. Sebab aku telah mencium gulai masakanmu sebelum langkahku sampai ke rumah," ujar beliau pada putrinya. 

Dari kisah di atas bisa kita ambil kesimpulan, bahwa penghormatan kepada tetangga dan sekaligus menjadi hak mereka adalah, membagi-bagikan makanan jika tetangga kita telah mengetahui, mendengar, atau mencium aroma makanan yang kita miliki. Ini merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial yang diperintahkan Islam kepada kita. Islam memerintahkan kepada kita untuk senantiasa mempertajam sense of social kita.

Ibroh (pelajaran) dari kisah di atas sekali lagi menegaskan, betapa Islam mengajarkan kita untuk senantiasa membiasakan diri merasakan kesenangan dan kesulitan bersama-sama dengan masyarakat kita. Artinya Islam sangat melarang kita hidup egois, serakah, dan individualistik. 

Dalam pesan yang lain, Rasulullah saw mengatakan; "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia menghormati tetangganya.” 

Peduli kepada tetangga, memang bukan perkara ringan. Ia merupakan tonggak keimanan seseorang pada Allah dan hari akhir. Dengan kata lain, lurusnya iman seseorang memang sangat ditentukan sejauh mana penghormatan orang itu pada tetangganya. 

Ada beberapa hal yang patut diperhatikan, menyangkut perkara penghormatan pada tetangga. 

1. Mendakwahkan tetangga kita. Caranya bisa dengan pendekatan fardiyah (pribadi). Atau dengan kiat-kiat lain secara kolektif. Apakah dengan membentuk majelis pengajian RT pekanan atau bulanan, atau pengajian yang disisipkan pada acara-acara pertemuan rutin warga. Dengan demikian, kredibilitas kepribadian kita harus betul-betul diakui oleh masyarakat lingkungan kita. 

2. Mengunjunginya bila ia sakit atau dalam kesulitan ekonomi. Tak usah menunggu tetangga kita yang sedang mengalami kesulitan ekonomi misalnya, datang kepada kita untuk meminjam uang. Sebaiknya, kitalah yang pro aktif menanyakan, apakah ia butuh pertolongan kita? 

3. Memberi hadiah atau kiriman makanan pada tetangga kita. Baik bersifat spontan, atau kita mensetting waktu pemberian itu pada hari atau moment-moment tertentu.

4. Membiasakan anak-anak menabung yang dananya untuk membantu tetangga-tetangga yang kesulitan. Caranya dengan membuatkan masing-masing anak kita sebuah kotak tabungan yang sederhana. 

5. Menjaga kehormatannya, yakni dengan cara tidak menggunjingnya. Lalu berupaya jangan sampai tidak bertegur-sapa dengan tetangga. Sebaliknya kita harus senantiasa memperlihatkan wajah yang ramah, tidak mencemberutinya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tetanggaku Saudaraku"

Post a Comment