Khutbah Arafah

oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin.

Tiada Tuhan selain Allah SWT. Yang Maha Menatap dan menggenggam diri kita semua. Yang menguasai Segala-galanya.

Saudaraku yang budiman, Insya Allah hari ini betapapun kita tidak bisa melihat Allah SWT, tapi yakinilah, bahwa Allah Maha Menatap kita. Walaupun kita tidak bisa menyaksikan malaikat, namun Demi Allah!, Allah membangggakan diri kita di hadapan para malaikat. Inilah hari di mana seorang hamba dijadikan haji Oleh Allah SWT di tanah Arafah

Sepatutnya, siapapun yang hadir di tempat ini merasa amat malu, karena kita dapat hadir di tempat ini bukan karena kemuliaan kita. Bukan karena harta kita dan kekuasaan kita. Karena jauh lebih banyak orang-orang yang lebih shaleh diantara kita. Yang tiap malam bermunajat meminta kepada Allah agar bisa dijamu di Arafah ini. Banyak orang-orang yang tiap malam menangis meminta kepada Allah agar bisa merasakan nikmatnya sujud di Baitullah.

Banyak orang-orang di Baitullah yang tidak pernah berhenti menyebut nama Allah. Bandingkan dengan kita ? Hari-hari kita adalah hari yang lupa kepada Allah. Shadaqah kita amat sedikit dan banyak perhitungan. Sedang aib kita melimpah dan dosa kita membumbung tinggi. Maka, sebaik-baik haji adalah yang sepulang dari tempat ini benar-benar berbuat sesuatu. Setibanya di tanah air kita harus berubah untuk tidak menjadi orang yang mempermalukan hamba-hamba yang pernah dijamu di Arafah.

Saudaraku yang budiman, pada hari ini, kita melihat dari seluruh penjuru dunia berdatangan di tanah Arafah ini. Sungguh sesuatu yang tidak pernah kita lihat sebelumnya, bertemu dengan saudara-saudara yang beraneka warna kulit dan berbagai bentuk tubuh. Semuanya menyebut nama Allah, melangkah, bercucuran keringat , bersimbah peluh, tapi semuanya begitu gigih. Andaikata akan kita renungkan, ini adalah salah satu bukti betapa Agung dan Hebatnya pengaruh Rasulullah SAW. Ribuan tahun telah lalu, ribuan kilometer tembus, bahkan sampai kepada kita yang datang dari Indonesia ke tanah suci. Namun kalau kita saksikan, mengapa betapa begitu banyak ummat Islam yang sepulang dari haji ini tidak membawa dampak yang besar ? Mudah-mudahan pada hari ini kita bisa mengambil sebuah renungan.

Saudaraku, kalau kita mendengar sunnah Rasul, maka yang terbayang di pikiran kita kebanyakan adalah ibadah. Dan itu adalah benar. Adapun salah satu dari contoh Rasulullah seharusnya dapat menjadi acuan yang mesti kita tiru, yakni keindahan kepemimpinan Rasulllulah SAW. 

Kepemimpinan adalah pengaruh. Semakin kuat kepemimpinan seseorang maka akan makin kuat pula pengaruhnya. Bahkan tembus ke hati. Pemimpin seperti apakah Rasulullah SAW sehingga bisa tembus ke relung hati kita? Siang malam kita merindukan bermimpi berjumpa dengan beliau, berdesak-desak di raudhah kita mau. Pemimpin seperti apa beliau sehingga dapat menembus jantung kita in ?

Saudaraku, inilah sebenarnya warisan Rasul yang seharusnya kita miliki. Inilah warisan kepemimpinan yang seharusnya menggerakkkan keluarga kita dan menggerakkan ummat. Kita sekarang sulit mencari pemimpin yang ada di hati kita. Bahkan bukan tidak mungkin anak-anak kita merasa ayah mereka tidak ada di hatinya. Lalu, ayah seperti apa kalau tidak ada di benak hati putranya? 

Saudara-saudaraku, alangkah indahnya jikalau hadir di antara kita, di negeri kita, di keluarga kita, pemimpin seindah Rasulullah SAW. 

Yang setiap menatap wajah beliau terasa sejuk hati ini................. 
Yang setiap mendengar ucapan beliau bergetar jiwa ini....
Yang setiap melihat pribadi beliau, bergerak diri ini. ........

Itulah seindah-indahnya pemimpin yang seharusnya menjadi warisan, khususnya bagi kita yang pernah dijamu di Arafah ini. Rasullulah mengajarkan kita bahwa kita ini semuanya adalah pemimpin "Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang apa yang dipimpinnya”

Apa gerangan yang membuat Rasulullah begitu menghujam di hati kita? 

Pertama; ternyata Rasulullah SAW yang mulia memimpin orang lain diawali dengan memimpin dirinya. Beliau pimpin matanya sehingga tidak akan melihat apapun yang akan membusukan hatinya. Tapi kita? Bahkan memimpin mata saja tidak sanggup. Rasulullah memimpin tutur katanya, sehingga tidak pernah beliau berbicara kecuali kata-kata yang benar, indah dan padat dengan makna. Bandingkan dengan kita, yang setiap hari berbicara ribuan bahkan mungkin puluhan ribu kata. Tapi mana yang benar? Kadang kita sendiri pun ragu terhadap kata-kata kita. 

Rasulullah SAW memimpin keinginannya .......
Rasulullah memimpin nafsunya....... 

Subhanallah, dengan memimpin dirinya beliapun pun menjadi mudah memimpin orang lain. Sayang kita sangat banyak menginginkan kedudukan, jabatan, dan kepemimpinan. Padahal untuk memimpin diri sendiri saja kita sudah tidak sanggup. Itulah yang menyebabkan seorang pemimpin tersungkur terhina. Karena tidak pernah ada seorang pemimpin jatuh karena orang lain. Ketahuilah, seseorang hanya jatuh karena dirinya sendiri.

Saudara-saudaraku, marilah kita tekadkan sepulang dari tempat ini. Sebelum saya memimpin keluarga, sebelum saya memimpin lingkungan, maka saya harus bisa memimpin diri saya sendiri !' 'Saya tidak akan hancur, kecuali diri ini tidak sanggup memimpin mata, lisan, hati dan perilaku.'

Kedua; Ternyata Rasulullah SAW memimpin orang lain tidak dengan menyuruh ataupun melarang. Kalaupun ada larangan dan suruhan itu merupakan bimbingan Allah. 

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah (QS 33:21)."Subhanallah, sebaik-baik pemimpin adalah orang yang memimpin dengan suri tauladan. Subhanallah, orang yang ada di sekitar kita tidak hanya punya telinga. Mereka pun memiliki mata, memiliki perhitungan, memiliki pertimbangan, dan memiliki perasaan. Maka sehebat apapun yang kita katakan tidak akan berharga, kecuali kalau perbuatan kita seimbang dengan kata-kata.

Bagaimana mungkin sebuah keluarga merindukan perilaku anak-anak yang lembut kalau ayah ibunya berlaku bengis dan kasar.......... 
Bagaimana mungkin kita menginginkan ummat santun, jika ulama atau ustadz tidak mengenal kesantunan......
Bagaimana mungkin ummat akan bangkit menjadi orang yang bersemangat dalam kebaikan, jikalau pemimpinnya tidak bersemangat.....

Oleh karena itu, Rasulullah tidak menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Rasulullah tidak melarang sebelum melarang dirinya. Kata dan perbuatannya amat serasi, karena setiap kata-kata diyakini kebenarannya.

Saudara-saudaraku, jangan jatuhkan diri kita dengan memperbanyak kata yang tidak sesuai dengan perilaku. Percayalah, Allah tidak akan mengangkat derajat seseorang dengan kata-katanya belaka jikalau tidak sesuai dengan perilakunya. Ingatlah ancaman Allah 'Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS 61; 3)

Ketiga; Rasulullah SAW ternyata memimpin tidak hanya menggunakan akal atau fisik, namun yang penting yakni beliau memimpin dengan qolbunya. 

Saudaraku, hati tidak akan pernah bisa disentuh kecuali dengan hati lagi . Bagaimana mungkin seorang ayah ada di hati anaknya, jikalau anak hanya disediakan sisa waktu. Bagaimana mungkin seorang anak bisa mencintai ibu bapaknya jikalau orangtuanya tidak sunguh-sunguh memberikan hati kepada anaknya. Ada yang hanya memberikan harta. Ada yang hanya memberikan makanan. Ada yang hanya memberikan kendaraan. Dan itu hanyalah hiasan belaka. Yang dibutuhkan manusia adalah hati. Karena hal itu tidak dimiliki oleh binatang dan tidak dimiliki oleh makhluk lain.

Rasulullah menabur cinta kepada hamba-hambanya, sehingga setiap orang bisa merasakan tatapannya yang penuh kasih sayang. Merasakan tutur katanya yang rahmatan lil `alaamiin dan perilakunya yang amat menawan.

Saudaraku, kadang-kadang hati kita ini hanya diisi kebencian. Benarlah yang dikatakan Buya Hamka; 'Tidakkah engkau lihat indahnya gunung, hijau, atau engkau tatap langit yang biru bertabur awan seputih kapas, atau engkau bangun di malam hari melihat taburan bintang atau bulan nan indah , atau engkau bangun di gulitanya malam lalu engkau dengar indahnya jengkrik bersahutan. Semua ini indah. Lalu kenapa hati kita yang satu-satunya ini kita isi dengan kebusukan? dengan kebencian? Kedendaman? Serakah? Ketahuilah, tidak akan terangkat martabat seorang pemimpin yang tidak memiliki kasih sayang.

Dari Auf bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, artinya:"Sebaik-baik pemimpin kalian ialah yang kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Dia mendoakan kebaikan kalian dan kalian mendoakannya kebaikan. Sejelek-jelek pemimpin kalian ialah yang kalian membencinya dan ia membenci kalian. Kalian mengutuknya dan ia mengutuk kalian." (HR. Muslim dalam kitab Shahih-nya kitabul Imarah bab Khiyarul Aimah wa Syiraruhum)

Saudaraku, haji yang mabrur adalah haji yang hidup hatinya. Yang melihat orang lain penuh dengan kasih sayang. Yang ketika melihat orang yang bergelimang dosa ia berucap 'Ya Allah,...... kalau tidak Engkau melindungiku, mungkin aku pun akan berlumur dosa seperti dirinya. HambaMu ini bisa shalat seperti sekarang ini, itu semua karena pertolonganMu. Ya Allah, selamatkan saudara kami yang bergelimang dosa, mungkin dia pun ingin bahagia, tapi belum menemukan jalan'.

Seorang yang hatinya hidup selalu merindukan kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan bagi orang lain. Tapi tidak bagi orang yang hatinya keras membatu. Hanya iri dengki, sombong riya dan takabur. Dia tidak pernah bisa memimpin siapapun karena pemimpin yang hatinya busuk tidak bisa menyentuh hati orang lain.

Saudaraku yang budiman, seorang pemimpin di rumah tangga, tidak cukup hanya dengan mampu memberi harta. Karena ternyata penjahat pun bisa memberi harta. Yang dibutuhkan adalah perhatian yang tulus. Ucapan yang terjaga, dan perilaku yang budiman. Subhanallah 

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dengan tulus. Yang menafkahkan jiwa raganya untuk kemaslahatan ummat. Ia berkorban dengan amat mudah dan ringan, karena merasa itulah kehormatan menjadi pemimpin. Bukan justru mengorbankan orang lain.

Subhanallah saudara-saudaraku, alangkah indahnya jikalau hari-hari yang kita lalui ini kita habiskan untuk berpikir bagaimana caranya berusaha menjadi jalan bagi kebaikan orang lain, dan berkhidmat pada orang lain. 'Ya Allah berikan kepada kami rejeki yang banyak, halah dan berkah, agar diri ini bisa menjadi jalan bagi hambaMu yang lapar, yang fakir, yang tidak punya tempat berteduh,.......' Alangkah bahagianya jika setiap harinya kita terus meraup ilmu agar kita menjadi jalan hidayah. Pemimpin yang budiman bukan berpikir apa yang dia dapatkan dari ummat, tapi justru apa yang bisa ia berikan kepada ummat.

Saudaraku yang budiman, jumlah penduduk Indonesia kini sekitar 220 juta. Namun kita sungguh prihatin, karena sepertinya kita kesulitan mencari pemimpin. Yang terjadi kini adalah saling mengutuk, saling menggunjing, saling mencaci. Kita belum memiliki pemimpin tertinggi di negeri ini yang lulus dengan selamat di penghujung kepemimpinannnya. Yang ada justru terjatuhkan, terpuruk. Sebagian masuk penjara, sebagian terhina, padahal para petinggi di negeri ini kebanyakan adalah ummat Islam juga.

Mungkin terlalu berat kalau kita berpikir tentang negeri ini. Untuk itu marilah kita berpikir untuk bagaimana kita memimpin diri kita sendiri. Minimal, sepulang dari tempat ini, jangan biarkan diri kita menjadi hina karena mata yang jelalatan tidak terjaga. Minimal kita tidak terhina dengan tutur kata yang penuh kesombongan. Marilah kita tundukan hati kita saudaraku, dan marilah kita muliakan kehidupan kita dengan berkhidmat kepada orang lain. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya. Allah mengundang kita ke tempat ini tentu bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kita. Sepulang dari tempat ini, kita berhutang banyak untuk bagaimana bisa mencerminkan orang yang pernah dijamu Allah di Arafah ini.

Saudaraku, bayangkanlah, andaikata kita bisa menjadi suri tauladan dan menjadi pemimpin yang baik di rumah. Terbayang jikalau kita meninggal, anak-anak kita akan bertabur doa setiap waktu, karena terkenang akan keindahan pribadi ibu bapaknya. Seperti ketika Siti Khadijah wafat. Rasulullah selalu menceritakan kebaikannya, karena memang amat indah pribadinya. 

Saudaraku, sebaik-baik warisan seorang haji yang mabrur adalah akhlaq yang mulia. Wallahu a'lam

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Khutbah Arafah"

Post a Comment