Hukum Ibadah dengan Menggunakan Perantara

Ibadah Harus Pake Perantara? 

Assalaamu 'alaikum wr. wb. 

Ustadz betulkah syarat diterimanya ibadah seseorang harus melalui perantara (wali/syekh/ustadz)? Karena katanya kita banyak dosa tak dapat langsung berhubungan dengan Allah! Tolong disertai dalilnya. Kemudian apakah betul ada hadits yang mengatakan Nabi Adam baru diterima taubatnya setelah bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, karena katanya dengan alasan hadits itu maka nabi Adampun berhubungan dengan Allah melalui Nabi Muhammad saw. 

Terima kasih Wassalaamu 'alaikum wr. wb. 

Ibnoe Dawud - Banten 


Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil mursalin, wa ba`du, 

Ada sebuah ayat di dalam Al-Quran Al-Kariem yang menyebutkan bahwa kita diminta melakukan tawassul (menggunakan jalan tertentu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) dalam beribadah kepada Allah SWT. 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidha : 35) 

Para ulama ahli sunnah sepakat bahwa wasilah atau sarana yang bisa dijadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak lain adalah amal shaleh. Dan bukan berupa sosok seseorang apalagi orang itu sudah mati. Karena orang yang sudah mati tidak akan bisa membantu mendekatkan siapa pun kepada Allah. Bahkan untuk dirinya sendiripun dia masih harus mempertanggung-jawabkan semua amalnya dihadapan Allah. 

Islam tidak mengenal sosok orang yang menjadi perantara antara seorang hamba dengan Tuhannya. Allah sendiri sudah memerintahkan setiap manusia apabila menginginkan sesuatu dari-Nya, maka mintalah langsung kepada-Nya, bukan melalui siapapun selain dari Allah. Karena Allah itu sangat dekat kepada hamba-Nya. 

Allah berfirman: 
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo‘a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186) 

Karena itu bila kita mempunyai hajat, maka mintalah kepada Allah. Boleh menggunakan wasilah atau perantaraan yang berupa amal baik/shaleh. Seperti bersedekah, memberi makan anak yatim, menolong fakir miskin, membebaskan budak, melunasi orang yang terjerat hutang dan amal-amal shaleh lainnya. 

Amal shaleh yang ikhlas itu akan menjadi ‘perantara’ dikabulkannya hajat seseorang. Bukan dengan melalui arwah orang yang sudah mati atau kepada roh-roh tokoh-tokoh tertentu. Karena mereka itu tidak mampu menunaikan permintaan orang yang masih hidup. Bahkan perbuatan ini bisa membawa pelakunya ke dalam kemusyrikan. 

Tawassul terbagi dua; tawassul masyru’ atau tawassul yang diperbolehkan untuk dilaksanakan dan tawassul mamnu’ atau tawassul yang dilarang. Adapun yang termasuk tawassul masyru’ adalah : 

1. Bertawassul kepada Allah dengan nama-nama Allah SWT atau sifat-sifat-Nya. 

Allah SWT berfirman: 
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna , maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna” ( QS. Al-A’raf : 180) 

Tawassul tersebut dapat dilakukan dengan cara menyebut nama-nama atau sifat-sifat Allah. Contohnya Anda berdo’a : Allahumma Inni As Aluka Bi Asmaaika Al-Husna An Taghfiroli. 

2. Bertawassul dengan cara memuji Allah dan bersholawat kepada Nabi dipermulaan do’a. 

Dari Fudholah bin ‘Ubaid dari Nabi SAW, beliau mendengar sesorang berdo’a dalam sholatnya tidak memuji Allah dan bersholwat kepada Rasulullah SAW terlebih dahulu. Beliau berkata : “Orang itu tergesa-gesa” Kemudian memanggilnya dan berkata padanya: “Apabila salah seorang diantara kamu sholat hendaklah dia memulai dengan bertahmid kepada Allah dan memuji pada-Nya kemudian bersholawatlah pada Rasulullah SAW Kemudian setelah itu berdo’alah sesuai dengan keinginanmu.” 

Fudholah berkata: dan Rasulullah SAW pernah mendengar sesorang sedang sholat kemudian ia memuji Allah dan bertahmid pada-Nya serta bersholawat kepada kepada Nabi Muhammad SAW, maka beliau berkata padanya: “Berdo’alah engkau pasti diijabah dan mintalah engkau pasti dipenuhi” (HR Ahmad 6/18, Abu Daud No. 1481, Tirmidzi No. 3476 dan 3477, Nasa’i 3/44 dan 45, Ibnu Hibban No. 1960 dengan sanad hasan)

3. Bertawassul kepada Allah SWT dengan menyebut Janji-Nya. 

Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT : 
“Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." (QS. Ali Imron :194) 

Oleh karena itu kita boleh juga berdo’a : Allahumma Innaka Wa’adta Man Daa’ka Bil-Ijabati, Fastafib Du’aaii (Ya Allah engkau telah menjanjikan kepada orang yang berdo’Allah SWT pada-MU akan dipenuhi, maka penuhilah do’aku ini). 

4. Bertawassul kepada Allah dengan perbuatan-perbuatan-Nya (Af’aal) 

Sesorang boleh saja berdoa : “Ya Allah Wahai Dzat yang pernah menolong Muhammad SAW pada hari Badar maka tolonglah kami atas orang-orang yang kafir”. Hal ini sebagimana doa yang dibaca ketika tahiyyat. 

5. Bertawassul kepada Allah dengan ibadah, baik ibadah hati, perbuatan maupun ucapan. 

Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT: 
“Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdo'a : "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.” (QS. Al-Mu’minun: 109). 

Hal tersebut juga pernah dilakukan oleh tiga orang yang masuk ke dalam goa yang pintunya tertutup longsoran batu, ketiganya bertawassul dengan amal sholeh yang terbaik yang pernah mereka lakukan agar Allah SWt menyelamatakan mereka semua. (HR Bukhori No. 2215 dan 2272, Muslim NO. 2743) 

6. Bertawassul kepada Allah dengan menyebut keadaan dirinya bahwa ia sangat membutuhkan rahmat dan pertolongan Allah SWT. 

Hal tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi Musa AS. 

“Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku” (QS. Al-Qoshosh : 24 ). 

7. Bertawassul dengan doa orang sholih dengan harapan agar Allah memperkenankan doa orang tersebut. 

Dengan syarat orang tersebut adalah seorang muslim yang masih hidup. Hal tersebut pernah dilakukan oleh Anak-anak Nabi Ya’kub AS : 

"Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah". (QS. Yusuf : 97) 

Hal tersebut juga pernah dilakukan oleh seorang sahabat yang meminta kepada Rasulullah SAW agar memohon kepada Allah supaya Ia menurunkan hujan (HR Bukhori No. 1013 dan Muslim 897) 


Sedangkan yang termasuk tawassul yang terlarang antara lain 

1. Bertawassul dengan perantaraan orang-orang yang mati, meskipun orang tersebut adalah orang yang sholeh. 

2. Bertawassul kepada benda-benda mati. 

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hukum Ibadah dengan Menggunakan Perantara"

Post a Comment