Cerita Rakyat

Raja Main Catur 

Raja Tabistan sedang main catur dengan seorang lelaki bernama Davamand. Tak lama kemudian, Davamand menjalankan buah caturnya dan berteriak. ''Skak,'' serunya. Raja pun dikalahkan. 

Raja Tabistan sangat marah pada Davamand. Ia melempari satu demi satu buah catur di depannya ke kepala Davamand. ''Makan tuh skakmu,'' katanya berang.

Davamand tetap tenang meski kepalanya tertimpuk buah catur. ''Terimakasih yang mulia,'' katanya menyahut.

Rupanya raja tak puas atas kekalahannya. Dia menantang Davamand sekali lagi. Karena tak berdaya, Davamand patuh. Tubuhnya bergetar saat mulai memindahkan buah caturnya. Satu-demi satu buah caturnya memakan buah catur raja. Ia kembali menang.

Namun sebelum sempat meneriakkan skak, ia lari terbirit-birit dan bersembunyi di bawah tujuh lapis permadani. ''Hei, apa yang kau lakukan. Ada apa ini,'' seru raja.

''Skak, skak, dan skak, yang mulia raja Tabistan.''


Guru dan Tukang Perahu 
Seorang pemilik perahu satu kali mengajak gurunya pesiar ke laut Kaspia. Arya, nama pemuda itu dengan bangga menunjukkan perahu yang ia miliki kepada sang guru. Sang guru pun menikmati perjalannya dengan berbaring santai di bawah kanopi.

''Bagaimana cuara hari ini Arya,'' tanya sang guru. Arya melirik kompas dan penunjuk cuacanya. Dia juga mendongakkan kepalanya ke arah langit. ''Badai akan terjebak perahu kita guru.'' 

''Coba ulangi, Badai akan datang dan kita terjebak. Begitu yang benar. Kau ini tak bisa tata bahasa ya,'' kata guru mengeritik.

Arya diam saja. Si guru terus mengoceh tentang tata bahasa sepanjang perjalanan. ''Bila kau tak menguasai tata bahasa dengan baik, kau akan tenggelam di kali,'' kata guru lagi. Tiba-tiba langit gelap. Kilat dan gemuruh bersambutan. Ombak meninggi dan perahu mulai oleng. Arya bertanya kepada guru,'' Anda bisa berenang Pak Guru,'' katanya.

''Tidak. Aku tak pernah mempelajarinya.''

''Malang sekali. Inilah makna tenggelam yang sesungguhnya. Jika Pak guru tak pernah belajar dan tak bisa berenang, Pak guru akan tenggelam karena perahu kita mulai kemasukan air.''


Terjebak Guci 

Khurram, tokoh bodoh dari cerita Persia satu kali sedang duduk santai pada sore hari Sabtu yang hangat. Istrinya tiba-tiba menawarkan diri untuk membuatkan masakan istimewa kesukaannya. Makanan itu berupa roti dengan kacang-kacangan di tengahnya.

Mendengar tawaran menarik itu Khurram melonjak bangun dari duduknya. ''Ah, aku akan membantumu menyiangi kacang,'' katanya. Dia segera berlari ke dapur dan mengambil guci tempat menyimpan kacang. Dia masukkan tangannya tapi tak bisa mengeluarkannya. Tangannya terjepit leher guci yang sempit.

Ia berusaha keras mengeluarkan tangannya dari guci. Semakin keras ia menarik tangannya, makin sakit. Dan bukannya bebas, tangannya masih tetap terjepit. Ia mulai kesakitan dan berteriak memanggil istrinya. Tapi, pertolongan istrinya tak membantu.

Istrinya berteriak memanggil. Tetangga Khurram berdatangan. Mereka melihat tubuh Khurram basah oleh keringat dingin dan wajahnya memerah menahan sakit.

Salah seorang yang tak pernah dikenal menawarkan diri membantu. ''Kau harus menuruti kata-kataku. Tak boleh membantah sedikitpun.'' Karena merasa putus asa, Khurram yang semula enggan menerima saran orang lain bersedia. ''Asal tanganku bisa bebas dari leher guci ini, apapun kata-katamu akan aku ikuti.''

''Sekarang masukkan tanganmu lebih dalam ke guci.'' Khurram protes karena ia sedang ingin mengeluarkan tangannya dari guci dan bukan mendorongnya makin dalam. Namun, ia ikuti juga perintah pria tak dikenal itu.

''Sekarang buka genggamanmu,'' kata pria itu. ''Bagaimana dengan kacang yang aku ambil,'' kata Khurram.''Pokoknya lepaskan saja.'' Khurram menurut. Pria itu juga menyuruh Khurram mengecilkan genggaman tangan hingga semuanya bisa keluar.

''Sekarang bagaimana aku bisa mengeluarkan kacang,'' kata Khurram. Pria itu membalikkan guci dan keluarlah kacang yang diminta Khurram.

''Ah, hebat sekali. Apakah kau pesulap.'' 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerita Rakyat"

Post a Comment