CERITA DONGENG

Dongeng Bunga-bunga Surga 
Penulis: Hendra Pakpahan



Ah. Kau langsung tersenyum saat melihat bungaku. Aku sudah menduganya. Sungguh, aku tak berniat untuk menyombongkan diri, tapi mereka yang melihat selalu mengatakan bahwa bungaku indah. Ah. Aku malu. Hanya kepada Allahlah pujian itu patut disampaikan. Aku hanyalah makhluk ciptaan-Nya. Tentulah Allah Maha Indah. 

Awalnya, aku hanyalah sebutir benih yang diterbangkan oleh angin ke sana ke mari. Hingga akhirnya angin menghempaskanku dengan lembut pada sebuah taman di bumi yang tidak begitu indah, namun sangat layak untuk kutumbuh. Tanahnya hangat memelukku hingga membenamkanku ke dalam bumi-Nya. Tanah itu biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa, kecuali kegigihan dan ketulusannya dalam memberiku mineral-mineral, entah sampai kapan. Aku sendiri tak tahu harus membalasnya dengan apa. Hanya Allah yang mampu membalasnya dengan sebaik-baik karunia. Yang dapat kulakukan hanyalah mengerahkan segenap kekuatanku untuk memekarkan bunga-bunga yang indah. Walaupun kemudian pujian itu mereka tujukan padaku, bukan kepada tanah yang kupijak. 

Kian hari kurasakan tanah itu semakin hangat memelukku, hingga akarku kuat mencengkeram bumi dan menopang ranting yang sebenarnya rapuh bagi mekarnya bungaku. Ah, segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan rahmat di bumi ini.

Taman tempatku tumbuh tidak berpagar besi yang kokoh lagi megah, tapi hanya sebarisan pagar kayu yang cukup kuat untuk memastikan setiap orang yang melihat bahwa di sini ada taman bunga yang tersendiri. 

Kuakui, aku sering merasa tak puas dengan taman yang kutempati ini. Ingin rasanya berpindah taman. Di luar terlihat indah sekali. Tapi rasanya tak mungkin aku meninggalkan taman ini tanpa bungaku. Justru menjadi kewajibanku untuk memekarkan bunga-bunga khas taman ini dengan tulus. 

Ya, di luar sana memang terlihat sangat indah. Bunga-bunga yang bermekaran di luar sana sering mengejutkan setiap makhluk yang melihatnya. Mereka tak pernah menyangka ada bunga-bunga yang sangat indah di sudut-sudut bumi yang tersembunyi itu. Bunga-bunga itu memekarkan bentuk, warna, dan wanginya masing-masing, mengingatkan kita untuk segera memuji kebesaran-Nya.

Pernahkah kau mendengar kisah tentang bunga-bunga di luar sana ? Aku pernah mendengarnya, dari angin yang senantiasa menghembuskan kisah-kisah bumi. 

Di luar sana ada pohon bunga yang rapuh. Dahannya rapuh, tapi akarnya kuat mencengkeram tanahnya. Setiap saat akarnya gigih mencari mineral-mineral tambahan bagi pertumbuhannya, walau akhirnya sering terbentur dinding potnya. 

Pot? Ya, ia tinggal dalam sebuah pot bunga yang besar dan indah. Pot bunga itu terbuat dari baja kuat yang dingin (beruntunglah ia karena masih ada tanah yang hangat memeluknya). Pot itu berlapiskan emas dengan ukiran-ukiran yang indah.

Awalnya aku tak mengerti mengapa mereka (manusia-manusia itu) memperlakukan pohon bunga itu dengan sangat istimewa. Namun kemudian angin yang menceritakan kisah ini memberitahuku bahwa ia adalah pohon bunga yang langka. 

Hanya ia yang tersisa di muka bumi ini. Tidak. Bukan tersisa. Justru ialah satu-satunya di muka bumi ini. Tak ada lagi pohon bunga yang sejenis dengannya. Karena ia adalah pohon bunga cangkokan. Pintar sekali manusia-manusia itu memadukan dua pohon induknya (Mahasuci Allah, pemilik segala ilmu). Namun sepertinya perhitungan mereka agak meleset. Dahan pohon yang dihasilkan sangat kecil dan tipis. Ia pun mudah terserang hama sehingga mereka harus memberikan perlakuan ekstra untuk pohon itu. Mereka berikan berbagai macam pupuk khusus dan menyiraminya secara teratur agar ia dapat tumbuh dengan normal. 

Hasilnya pun sangat mengejutkan. Mereka sendiri tak menduga, bunga yang dimekarkannya begitu indah. Ia menebarkan wanginya yang khas. Madunya menjadi makanan bagi kumbang-kumbang yang mau mendatanginya. Rantingnya yang panjang dan kecil menari-nari mengikuti irama yang dilagukan oleh sang angin. Harapannya hanya satu, angin akan membawa serta benih-benihnya, mencarikan tempat-tempat yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman sejenisnya kelak. 

Ia tak pernah meminta angin untuk menghembuskan kisahnya. Jangankan memikirkan hal seperti itu, menyadari keindahan bunganya sendiri pun tidak. Tapi angin telah membawa serta berita keindahan bunganya ke setiap penjuru bumi. Dan setiap pohon bunga yang mendengarnya akan menari-nari, melagukan kesyukuran seolah tiada henti. Termasuk aku.

Ah. Aku jadi malu. Dahanku yang cukup kuat justru kalah dengannya. Dahannya tak pernah berhenti mencari sinar sang mentari yang dapat merangsang pertumbuhannya dengan memberikan banyak kehangatan. Sementara aku ? Ah, entahlah. Aku masih harus banyak belajar darinya. Kini ia tumbuh meninggi. Semakin dekat dengan sang mentari. Hingga pohon-pohon lain di luar pagarnya dapat membuktikan keindahannya. Aku sering terkikik geli saat sang angin menceritakan bahwa terkadang pohon-pohon itu mencuri pandang, terpesona pada keindahan alami bunganya. Lalu mereka kembali melantunkan lagu kesyukuran, hingga serinya menebar ke seluruh penjuru taman hati.

Ah. Allah pastilah menyayanginya. Dan sang angin tak berhenti menghembuskan kisah-kisah bunga dari muka bumi ini. Suatu hari ia pernah bercerita, di luar sana ada pohon bunga yang masih sangat muda, tapi dahannya sudah kuat, dan akarnya kokoh mencengkeram bumi. Bunga yang dimekarkannya pun tak kalah indah dengan bunga-bunga lainnya. Ia memiliki kekhasan tersendiri. Di saat pohon-pohon lain menari-narikan bunga-bunganya yang indah dengan gemulai kepada seluruh penghuni bumi, ia justru enggan melakukannya. Yang ia lakukan hanyalah melagukan kesyukuran tanpa henti. Bahkan ia menumbuhkan banyak duri yang tajam di dahannya yang kokoh. Ia hanya tak ingin bunganya dipetik oleh sembarang orang. Ia juga tak ingin ada hama yang mengganggu atau bahkan merusak bunganya. Semua itu ia lakukan karena ia tahu betul, bunga yang dimekarkannya tak pernah bertahan lama. Tak lama setelah mekar, kelopaknya akan gugur ke bumi, seperti mawar. Ini sudah menjadi kodratnya. Namun ia tak sedikit pun mengeluh. 

Sebuah pemikiran yang cerdas. Ah, tak pernah terpikirkan olehku. Padahal aku tumbuh lebih dulu dan bungaku lebih rapuh darinya. Lalu angin mengenalkannya padaku. Ia pohon bunga yang menyenangkan. Aku cepat akrab dengannya, walaupun letak taman kami saling berjauhan. Kami berkirim salam lewat angin. Berbagi rasa pun kami lakukan lewat angin. Maha Besar Allah yang telah menciptakan angin. Ia pernah menyampaikan kegundahannya lewat hembusan angin yang lembut. Seekor lebah memintanya menyisakan madu bagi dirinya pada suatu hari di waktu yang telah mereka sepakati. Ia menyanggupinya. Di luar dugaan, pada hari yang telah disepakati itu, bunganya tak mekar tepat pada saatnya. Dan ia tak kunjung melihat lebah itu datang di antara lainnya. Ia panik. Ia takut lebah itu akan marah kepadanya. 

Aku tak melupakan janjiku. Aku tak ingin mengingkarinya. Aku tak menyangka jika embun pagi ini lebih sedikit dari kemarin sehingga aku harus bersabar dalam memekarkan bungaku agar aku tak kehilangan banyak energi. Aku tak bermaksud membuatnya kelaparan, kan.? Begitu sedih angin menceritakannya padaku.

Aku tahu. Rasanya lebah itu tak akan kelaparan. Bunga-bunga lain masih menyisakan madu untuknya. Ia tak akan menjadi begitu lapar karenanya. Angin hembuskan prasangka-prasangka baik padanya. Dihempaskannya jauh-jauh prasangka-prasangka buruk si bunga pada si lebah. Tak kuduga, ia menolak hembusan itu. Ia yakin sekali lebah itu akan marah lagi kepadanya. Ternyata hal ini terjadi untuk kedua kalinya. Sebelumnya ia pernah menjanjikan hal yang sama pada lebah yang sama. Ketika saat yang dijanjikannya tiba, bunganya tak siap untuk mekar. Sementara bunga-bunga lain yang mekar lebih awal pada dahannya telah habis madunya, dihisap lebah-lebah lain yang datang lebih pagi. Ia sendiri tak menduga jika lebah-lebah yang datang hari itu lebih banyak dari sebelumnya.

Lalu lebah itu marah padanya. Untuk beberapa lama ia tak menghampiri bunga itu lagi. Bahkan lambaian kelopaknya pun tak ia balas. Sedemikian marahnyakah lebah itu padanya? Kusampaikan lewat angin yang lembut menerpa, jika ia memang seekor lebah sejati, tentulah ia akan bersabar. Ia tak akan berhenti begitu saja. Lebah itu akan mencari madu pada pohon bunga yang lain. Lebah itu makhluk yang gigih.

Ia tetap gelisah. Kehilangan akal, kugoda bunga itu. Kutanyakan lewat angin tentang seberapa istimewanya lebah itu baginya hingga ia begitu gelisah. Tak kusangka, angin yang kembali membawakan pesannya datang menghentak. 

Ia tak pernah menganggap istimewa pada lebah itu. Ia hanya tak ingin menyakitinya. Ia berusaha untuk membahagiakan semua lebah yang datang kepadanya. 

Ah, memang salahku. Saat itu memang bukan waktu yang tepat untuk menggodanya. Akhirnya si lebah itu datang juga. Kuminta padanya untuk tak marah pada si bunga. Lebah itu mengangguk sambil tersenyum dan mengepak-ngepakkan sayapnya dengan lincah. Ah, lega rasanya.

Pernahkah kau mendengar sang angin menghembuskan kisah bunga lainnya ? Di lain waktu, ia berkisah tentang sebuah pohon bunga di luar sana yang rapuh, sama dengan bunga dalam pot yang indah itu. Tahukah kau jika keduanya bersahabat ? 

Ya, juga dengan beberapa bunga dan lebah lainnya. Mereka sangat dekat. Sampai-sampai si bunga selalu memimpikan saat-saat di mana mereka bersama menarikan kelopak-kelopak bunga, menebarkan wangi, mencairkan madu, menghias indahnya dunia dalam satu taman yang luas, menghabiskan sisa waktu hidupnya bersama mereka dengan penuh cinta yang hanya karena-Nya.

Sisa waktu ? Ya ! Bunga itu tahu benar seberapa rapuh dirinya. Ia percaya benar akan adanya kuasa Tuhan. Ia tinggal menunggu, saatnya pasti tiba. Walaupun masih ada kemungkinan turunnya mukjizat Tuhan, ia benar-benar siap dengan kemungkinan terakhir yang akan terjadi pada dirinya, yaitu dijemput oleh Izrail.

Ia benar-benar pasrah dalam menghadapi kenyataan. Kenyataan bahwa episode kehidupannya di dunia akan segera berakhir. Hatinya begitu dipenuhi rindu pada satu Kekasihnya, Rabb semesta alam. Tak sedikit pun keluh dan sesal menghinggapi hatinya. Semangat hidupnya begitu tinggi. Senyumnya secerah mentari. Ya Rabbi, aku benar-benar malu. Aku lebih kuat darinya. Tapi aku sering meragukan pertolongan-Mu ? Lalu angin berhembus sedih, bunga itu…. telah mati! 

Bunganya layu dan kelopaknya gugur ke bumi. Tangkainya roboh dan akarnya terlepas dari tanah. Allah telah mengutus Izrail untuk menjemputnya. Seketika itu juga alam berduka. Manusia-manusia itu membawa jasad si bunga ke sebuah taman yang jauh dari taman asalnya. Ia disemayamkan di belakang sebuah villa di suatu dataran tinggi. Taman tempatnya bersemayam itu dekat dengan tamanku. Namun entah di mana. Sahabat-sahabatnya bersedih. Karena tak ada satu pun dari mereka yang tahu pasti letak taman itu. Mereka sangat merindukan si bunga. Hingga kini mereka masih merindukan si bunga. Tak sebatang nisan pun dapat mereka ziarahi. Maka kini hanya namanya yang mereka kenangi, cerianya yang mereka rindui, dan doa tulus yang mereka kirimi.Kau pun akan selalu mendengar lantunan keindahan si bunga yang kini terpatri di prasasti setiap taman hati mereka yang mencintainya.


Ya Allah ya Tuhanku yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Bila rindu adalah rasa sakit yang tak menemukan muaranya
Penuhilah rasa sakitku dengan rinduku padaMu (ya Allah)
Dan.. jadikanlah kematianku sebagai muara pertemuanku denganMu (ya Allah)
Amin ya Allah ya Rabbal Alamin 

PadaMu kumohon... padaMu ku minta 
Ingat kepadaMu tiap waktu 
Dimana ku berada.. kemana ku kan pergi
Jagalah dan lindungilah aku
Ingatkan.. apabila aku melangkah keliru
Sadarkanku kembali pada kebenaran
Ingatkan ku berdo'a memohon ampun dosa
Agar hidupku selalu tenang dan mencapai ridhaMu
Akan ku jalani semua ini dengan penuh rasa ikhlas dan tawakal

Tak ada sesal di hatiku atas semua yang telah terjadi pada diriku
Aku akan selalu tersenyum menyambut datangnya fajar di pagi hari
Yang terbias indah di tengah hangatnya dekapan awan putih 
Akan kulalui hari-hariku di tengah cerahnya sinar sang mentari
Dan di tengah kelembutan cahaya bulan di waktu malam

Kehidupan ini laksana pelangi
Beraneka ragam warna kehidupan akan kita hadapi
Ada kalanya kita sehat dan sakit
Ada kesedihan dan kebahagiaan
Ada rindu dan kecewa 
Ada susah dan senang
Juga ada pertemuan dan perpisahan

Jalanilah pelangi kehidupan itu 
Dan hiduplah seindah warna warna pelangi
Walau penuh dengan lingkaran warna hitam dibelakangnya
Namun tetap indah menyenangkan bagi yang melihat kehadirannya?

(Puisi karangan: Rafika Damayanti,alm)


Bunga-bunga yang dikisahkan oleh sang angin adalah bunga-bunga yang tumbuh di bumi. Bunga-bunga yang menambah deretan bukti panjang tanpa akhir akan adanya kuasa Illahi di alam ini. Bunga-bunga yang melagukan kesyukuran dan kerinduannya pada Illahi tanpa henti.

Kau, aku, kita semua akan terus mendengar kisah-kisah bunga itu dari sang angin. Angin yang selalu menghembuskan kisah-kisah bumi. Namun bila telah tiba saatnya nanti, mungkin kau akan mendengar kisah ini dari angin yang menghembuskan kisah-kisah surga. Dan kau akan mendengar darinya bahwa bunga-bunga itu kini menghiasi taman surga. Wallahu’alam bishawab.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "CERITA DONGENG "

Post a Comment