ANAK SHOLEHAH

Siska, Gadis Bisu yang Salehah 

Gadis itu bernama Siska. Entah kenapa malam ini aku teringat padanya. Pertama kali melihatnya, saat itu ba'da maghrib, ketika aku sedang rapat di masjid. Saat itu, ia menangis sesenggukan di serambi masjid. 

Dengan bahasa bibir aku bertanya saat matanya yang basah menatap ke mataku : "Kenapa?". Pertanyaan jarak jauh yang dijawabnya dengan gerakan-gerakan tubuh tertentu. Aku tak begitu paham apa maksudnya, tapi suara teriakan anak-anak TPA sebelumnya membuatku menarik kesimpulan : Anak itu menangis karena diejek teman-temannya. Tangisnya berhenti tak lama sesudahnya, perhatianku pun kembali terarah pada materi rapat. 

Pertemuan itu berlalu begitu saja. Entah berapa lama sesudah itu, aku mulai hampir melupakannya. Sampai suatu saat, aku mencoba menjadi pengajar TPA. Di sana, aku bertemu lagi dengan dia. Saat itulah aku tahu, bahwa anak yang menangis malam itu bernama Siska dan untuk pertama kalinya, aku baru sadar kalau dia bisu. Ya, bisu dan mungkin sedikit tuli karena teman-temannya selalu berbicara keras padanya agar dia mengerti. 

Siska tak aku bedakan dengan murid-murid TPA lain yang normal. Meski begitu, dia menempati sebuah ruang khusus di hatiku karena dia semangat sekali mengaji. Jangan ditanya bagaimana perasaanku saat menyimak tilawahnya yang terbata-bata namun tetap berirama. Jangan ditanya juga bagaimana bingungnya aku mengecek benar atau tidaknya bacaannya. Begitulah, Siska hampir tak pernah absen mengaji. 

Bersama sepupunya, Iis, juga Rira, Farida, dan anak-anak lain, ia turut memberi warna lain dalam hari-hariku. Warna-warni dunia kanak-kanak dan ABG yang ceria, riang, dan tanpa beban, sebuah dunia yang sama sekali lain dengan dunia kampus dan perkuliahan. 

Sayang, aku cuma beberapa bulan menjadi guru TPA. Jadwal mengajar selepas Maghrib sampai Isya' membuatku nyaris tiap hari P4 : pergi pagi, pulang petang. Sungkan juga dengan Ibu-Bapak kos. Belum lagi kos-kosan yang lumayan jauh dan sepi tak memungkinkanku untuk pulang jalan kaki sendirian, padahal jam 8-an angkot mulai tak ada. Aku memutuskan mundur. 

Berhenti mengajar, membuatku lama tak bertemu Siska dan teman-temannya. Kabar terakhir kudengar, Siska dan Iis keluar dari TPA yang dulu itu dan pindah ke TPA di dekat kosanku, entah kenapa. Yang kutahu, Siska tetap rajin mengaji. 

Kadang kami bertemu di bundaran, di jalan saat ia pulang mengaji dan aku pulang ke kosan. Terakhir bertemu dengannya, saat aku hendak pulang mencegat angkot di depan masjid. Penampilannya sedikit berubah. Ada bintik-bintik bekas luka yang mengering di mukanya. Aku mengenalinya sebagai bekas cacar air. Iis menjelaskan padaku bahwa Siska memang baru saja sembuh dari penyakit itu. 

Ah..Siska, dimana pun engkau mengaji, aku akan tetap mengenangmu. Saat aku malas membaca Al Quran, tilawahmu yang terbata-bata namun tetap berirama akan kuingat untuk melecut semangatku. Saat aku merasa rendah diri, aku akan mengingatmu yang pantang menyerah, yang tetap semangat mengaji dalam kebisuanmu, meski ketika pertama melihatmu dulu, kau menangis karena diejek teman-temanmu : "Siska bisu...Siska bisu!"

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ANAK SHOLEHAH"

Post a Comment