Fakta dan logika bahwa Muslim Bukan Teroris

Kedok dengan kata "Teroris" selalu di arahkan kepada Ummat Islam, asal ada yang anarkis sedikit dan pelakunya Islam pasti dibilang "Teroris" tapi coba yang melakukan dari agama lain, malah yang ada di puji-puji dan di sanjung-sanjung.... ini adalah pertanda besar bahwa Islam itu agama yang benar..

Ini contoh manusia yang hobby-nya membunuh tapi tidak pernah di cap teroris malah di sanjung-sanjung dan di pahlawankan, yang jelas ini bukan islam.

1. Hitler 
"Hitler" Ia adalah seorang Kristen, pembunuh kelas kakap yang dikenal sejarah, pembunuhan yang dilakukan sudah tak terhitung lagi jumlahnya.

2. "Joseph Stalin 
"Joseph Stalin disebut Paman Joe".Dia telah membunuh 20 juta manusia termasuk 14,5 juta yang mati kelaparan. ada yang tau dia muslim atau bukan?

3. "Mao Tse Tsung (Cina)" 
"Mao Tse Tsung (Cina)" Dia telah membunuh 14-20000000 manusia. Apakah dia seorang Muslim? 

4. "Benito Mussolini (Italia)" 
"Benito Mussolini (Italia)" Dia telah membunuh 400 ribu manusia. Apakah dia seorang Muslim? Jawabannya tidak.

5. "Ashoka" 
"Ashoka" Di Kalinga Pertempuran Dia telah membunuh 100 ribu manusia.

6. George Bush 
George Bush di Irak dengan 1/2 juta anak telah tewas di Irak saja, belum lagi yang lain. Bayangkan orang orang di atas tidak pernah disebut mulim dan tidak pernah di sebut agama mereka menjadi indentik dengan perjuangan mereka.

Apakah dia seorang Muslim? Tentu TIDAK..... maka orang-orang ini lah yang pantas di juluki "TERORI".

Kalau kita berfikir lebih jernih sungguh Pertama Perang Dunia, 17 juta orang mati bukan dilakukan oleh umat islam - bahkan umat Islam jadi korban. atau Perang Dunia Kedua, 50-55000000 yang tewas dan bukan umat Islam pelakuknya.


Kita tau Nagasaki bom atom 200000 mati Perang di Vietnam, lebih dari 5 juta orang mati .Perang di Bosnia / Kosovo, lebih 5,00,000 mati , Perang di Irak (sejauh ini) 12.000.000 kematian. Afghanistan, Irak, Palestina, Burma dll (yang disebabkan oleh non-Muslim).Di Kamboja 1975-1979, hampir 3 juta kematian dan semua itu perang yang di inisiasi bukan dari orang muslim. Bahkan bisa disebut Umat Islam yang jadi korban.

"ORANG MUSLIM BUKANLAH TERORIS DAN TERORIS ADALAH TIDAK MUSLIM. " Please menghapus standar ganda pertama pada Pembunuhan.

Jadi Salah besar kalau kemudian dikatakan umat Islam adalah teroris pembunuh besar... Umat Islam cinta damai - dan Orang - orang Non Islam yang benci kepada Islamlah yang merubah opini itu semua...

Silakan berbagi sebanyak yang Anda bisa

Cara Islam Mengatasi Prostitusi

Kematin Deudeuh Alfisahrin (26) yang merupakan seorang PSK dengan nama Tata itu dianggab penting oleh media karena begitu banyaknya transaksi gelap (prostitusi) seperti itu di Indonesia. Tak heran ini menjadi headline di beberapa media lokal dan nasional. 


Prostitusi sebagai sebuah masalah sosial akan berakibat banyak. Kematian Tata salah satunya. dan banyak lagi akibat yang akan muncul seperti perceraian, aborsi, trafficking dan penyebaran penyakit seksual menular, termasuk yang paling berbahaya, HIV/AIDS.


Anehnya, pemerintah masih tutup mata dengan dampak berantai dari eksistensi pelacuran ini. mereka cuma fokus pada eksekusi pelaku pembunuhan. mengabaikan sumber masalah utamanya yakni, bertaburannya tempat mesum - prostitusi di Indonesia. Akibatnya, pelacuran makin menjadi, termasuk memakan korban dari kalangan anak-anak dan remaja.


Sistem Islam dapat menjadi solusi alternatif dalam mengatasi prostitusi melalui penyelesaian yang komprehensif. Setidaknya ada lima jalur penyelesaian yang dalam pelaksanaannya saling bersimultan. Yakni, jalur hukum, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik.


Kelima jalur ini harus ditempuh karena munculnya aktivitas prostitusi bukan hanya karena satu alasan tertentu, misalnya faktor ekonomi. Adapun lima jalur ini adalah:


1. Hukum
Negara harus tegas memberikan sanksi pidana kepada para pelaku prostitusi yang telah berbuat zina. Jangan hanya mucikari atau germonya yang dikenai sanksi, juga pelacur dan pemakai jasanya. Selama ini, pelacur selalu dibela sebagai korban. Sementara para lelaki hidung belang bebas melenggang. Mereka adalah subyek dalam lingkaran prostitusi yang harus dikenai sanksi tegas. Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka. Bagi wanita pezina, di neraka ia disiksa dalam keadaan tergantung pada payudaranya.

2. Ekonomi
Negara harus mewujudkan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan harus terpenuhi. Sehingga, alasan mencari nafkah tidak bisa lagi digunakan untuk melegalkan prostitusi.


3. Pendidikan
Negara wajib menjamin pendidikan untuk memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada warganya. Hal ini terkait dengan poin kedua di atas, yakni agar setiap individu mampu bekerja dan berkarya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang baik dan halal.

4. Sosial
Pembinaan untuk membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Hal ini disebabkan keluarga merupakan salah satu pilar dalam masyarakat yang ikut menentukan kualitas suatu generasi.

5. Politik
Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Negara merupakan satu-satunya institusi yang mampu menerapkan syariat Islam ini dalam bentuk Khilafah Islamiyah.
Dengan solusi di atas, diharapkan tidak akan ada lagi perempuan, khususnya anak-anak dan remaja yang terjerumus pelacuran dengan alasan apapun. Juga, tidak akan ada laki-laki yang tergoda untuk berzina bukan dengan pasangan sahnya, baik cuma-cuma maupun berbayar dengan pelacur.

Pendapat Ulama Tentang Puasa Rajab

Para ulama berbeda pendapat mengenai puasa sunnah pada bulan-bulan haram (Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab) dalam tiga versi. Pertama, menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah, disunnahkan berpuasa pada seluruh bulan haram. Kedua, ulama Hanabilah hanya mensunnahkan puasa bulan Muharram saja, berdasarkan sabda Nabi SAW,”Shalat paling utama setelah shalat wajib adalah shalat lail, sedang puasa paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa bulan Muharram.” (HR Muslim). Ketiga, ulama Hanafiyah berpendapat yang disunnahkan dari bulan-bulan haram hanya tiga hari pada masing-masing bulan haram, yaitu Kamis, Jum’at, dan Sabtu. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/590; Abdurrahman Jaziri, Al Fiqh Ala Al Madzahib Al Arba’ah, 1/378; Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 28/81; Yusuf Qaradhawi, Fiqh As Shiyam, hlm. 125 & 141).

Menurut penulis, yang rajih/kuat adalah pendapat pertama yang mensunnahkan puasa pada seluruh bulan haram, berdasarkan dalil umum yang ada dalam masalah ini. (Imam Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, 6/386; Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 880; Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 152). Dalilnya hadis dari Abu Mujibah Al Bahiliyah RA, dari ayahnya atau pamannya,”Aku pernah mendatangi Nabi SAW lalu berkata,’Wahai Nabi Allah, saya laki-laki yang pernah datang kepadamu pada tahun awal [hijrah].’

Nabi SAW berkata,”Lalu mengapa tubuhmu jadi kurus?” Dia menjawab,”Aku tak makan di siang hari, aku hanya makan di malam hari.” Nabi SAW bertanya,”Siapa yang menyuruhmu menyiksa dirimu?” Aku menjawab,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini kuat.” Nabi SAW berkata,”Berpuasalah pada bulan sabar (Ramadhan), dan satu hari setelah Ramadhan.” Aku berkata,”Aku masih kuat.” Nabi SAW berkata,”Berpuasalah pada bulan sabar, dan dua hari setelah Ramadhan.” Aku berkata,”Aku masih kuat.” Nabi SAW berkata,”Berpuasalah pada bulan sabar, dan tiga hari setelah Ramadhan, dan berpuasalah pada bulan-bulan haram.” (HR Ibnu Majah no 1741; Abu Dawud no 2428, Ahmad no 20589). Imam Syaukani menerangkan,”Dalam hadis ini terdapat dalil pensyariatan puasa pada bulan-bulan haram.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 881).
Sebagian ulama seperti Nashiruddin Al Albani dalam Dha’if Abu Dawud menganggap lemah hadis di atas, karena terdapat ketidakpastian siapa nama periwayat hadis dari kabilah Al Bahilah itu. Namun Imam Syaukani tetap menguatkan hadis tersebut, dengan menukil pendapat Imam Mundziri yang menyatakan perselisihan nama shahabat semacam itu tak membuat cacat suatu hadis. (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 881; Wablul Ghamam Ala Syifa` Al Awam, 1/514).

Adapun dalil-dalil khusus yang mensyariatkan puasa di bulan Rajab, menurut para ulama hadis-hadisnya memang lemah (dhaif). Imam Syaukani meriwayatkan dari Ibnu Subki, dari Muhammad bin Manshur As Sam’ani yang berkata,”Tak ada dalil hadis yang kuat yang mensunnahkan puasa bulan Rajab secara khusus. Hadis-hadis yang diriwayatkan dalam masalah ini berstatus wahiyah (sangat lemah) yang tak menggembirakan ulama.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 881).

Imam Syaukani mengatakan meski tak ada dalil khusus yang layak menjadi dasar puasa di bulan Rajab, namun dalil umum tentang anjuran puasa bulan-bulan haram tetap dapat diamalkan. Jadi, puasa di bulan Rajab hukumnya tetap sunnah, hanya saja sebaiknya tak berpuasa sebulan penuh, mengingat hadis Nabi SAW,”Berpuasalah kamu pada bulan-bulan haram dan berbukalah (diucapkan tiga kali), Nabi SAW lalu memberi isyarat dengan tiga jarinya, menghimpun tiga jari itu lalu menguraikannya.” (HR Abu Dawud, no 2428). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 880). Wallahu a’lam.

Pernikahan Dini

Bolehkah seorang laki-laki dewasa menikahi seorang anak perempuan yang masih kecil dan belum haidh (seperti kasus Syekh Puji)?.. Boleh tapi dengan catatan.... Nikahnya saja yang boleh dan Syah.... tapi untuk menjalani hubungan layaknya sebagai suami istri, suami harus menunggu istrinya sampe baligh (dewasa), 

Hukumnya boleh (mubah) secara syar'i dan sah seorang laki-laki dewasa menikahi anak perempuan yang masih kecil (belum haid). Dalil kebolehannya adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dalil Al-Qur`an adalah firman Allah SWT (artinya) :

"Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid." (QS Ath-Thalaq [65] : 4).

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa yang dimaksud "perempuan-perempuan yang tidak haid" (lam yahidhna), adalah anak-anak perempuan kecil yang belum mencapai usia haid (ash-shighaar al-la`iy lam yablughna sinna al-haidh). Ini sesuai dengan sababun nuzul ayat tersebut, ketika sebagian shahahat bertanya kepada Nabi SAW mengenai masa iddah untuk 3 (tiga) kelompok perempuan, yaitu : perempuan yang sudah menopause (kibaar), perempuan yang masih kecil (shighar), dan perempuan yang hamil (uulatul ahmaal). Jadi, ayat di atas secara manthuq (makna eksplisit) menunjukkan masa iddah bagi anak perempuan kecil yang belum haid dalam cerai hidup, yaitu selama tiga bulan.

Imam Suyuthi dalam kitabnya Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil hal. 212 mengutip Ibnul Arabi, yang mengatakan,"Diambil pengertian dari ayat itu, bahwa seorang [wali] boleh menikahkan anak-anak perempuannya yang masih kecil, sebab iddah adalah cabang daripada nikah."

Jadi, secara tidak langsung, ayat di atas menunjukkan bolehnya menikahi anak perempuan yang masih kecil yang belum haid. Penunjukan makna (dalalah) yang demikian ini dalam ushul fiqih disebut dengan istilah dalalah iqtidha`, yaitu pengambilan makna yang mau tak mau harus ada atau merupakan keharusan (iqtidha`) dari makna manthuq (eksplisit), agar makna manthuq tadi bernilai benar, baik benar secara syar'i (dalam tinjauan hukum) maupun secara akli (dalam tinjauan akal). Jadi, ketika Allah SWT mengatur masa iddah untuk anak perempuan yang belum haid, berarti secara tidak langsung Allah SWT telah membolehkan menikahi anak perempuan yang belum haid itu, meski kebolehan ini memang tidak disebut secara manthuq (eksplisit) dalam ayat di atas.
Adapun dalil As-Sunnah, adalah hadits dari 'Aisyah RA, dia berkata :

“Bahwa Nabi SAW telah menikahi 'A`isyah RA sedang 'A`isyah berumur 6 tahun, dan berumah tangga dengannya pada saat 'Aisyah berumur 9 tahun, dan 'Aisyah tinggal bersama Nabi SAW selama 9 tahun." (HR Bukhari, hadits no 4738, Maktabah Syamilah). Dalam riwayat lain disebutkan : Nabi SAW menikahi 'A`isyah RA ketika 'Aisyah berumur 7 tahun [bukan 6 tahun] dan Nabi SAW berumah tangga dengan 'Aisyah ketika 'Aisyah umurnya 9 tahun. (HR Muslim, hadits no 2549, Maktabah Syamilah).

Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (9/480) menyimpulkan dari hadits di atas, bahwa boleh hukumnya seorang ayah menikahkan anak perempuannya yang belum baligh (yajuuzu lil abb an yuzawwija ibnatahu qabla al-buluugh).

Berdasarkan dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa mubah hukumnya seorang laki-laki menikah dengan anak perempuan kecil yang belum haid. Hukum nikahnya sah dan tidak haram. Maka segala UU yang mengharamkan pernikahan anak perempuan yang belum haid (di bawah umur), sungguh tidak ada nilainya di hadapan nash-nash syara' yang suci. Wallahu a'lam.

Ajaran Islam Mengatur Tata Cara Perceraian Sebagai Jalan Terakhir

Mulianya Islam mengatur Soal Perceraian,  Berikut beberapa Fakta Talak (perceraian) yang salah di tengah Masyarakat.
  1. Saat Jatuh talak, Suami tidak menafkahi Istri
  2. Saat jatuh talak lebih dari masa 'Iddah nya Istri suami tidak melakukan akad baru pernikahaan kembali dengan mahar baru
  3. Saat jatuh talak sudah putus rujuk, putus rujuk, putus rujuk (3) kemudian suami rujuk kembali
  4. Istri meninggalkan suami tanpa izin (selingkuh) suami tidak mau men-talak Istri, maka suami terkena dosa dayus dan Istri melakukan pernikhaan dengan selingkuhnya dengan pernikahaan fasad.
  5. Adanya pemutihan (tidak dinilai) talak pertama dan kedua pasa pasangan suami istri karena berakhir dengan rujuk. => dalam kodnsisi ini sesungguhnya status talak pertama dan kedua hanya berlaku pada satu suami seumur hidup
  6. Suami meninggalkan istri bekerja lebih dari 1 bulan tetap memberi nafkah namun istri meminta di talak karena tidak terpenuhinya kebutuhan Biologis
Sekilas Soal TALAK (Perceraian Suami Istri) dalam Islam

Talak adalah upaya melepaskan tali ikatan pernikahan atau melepaskan simpul perkawinan. Kebolehan adanya talak tidak didasarkan pada adanya ‘illat syar‘î, karena nash-nash yang mencantumkan masalah talak, baik yang ada dalam al-Quran maupun hadis Nabi saw., tidak mengandung ‘illat apa pun.
Talak termasuk perkara yang halal karena memang telah diakui kehalalannya oleh syariat dan karena adanya sebab-sebab lain. Upaya menjatuhkan talak yang sesuai dengan syariat ada tiga jenis, talak demi talak (berurutan). Jika terjadi satu perceraian, maka berlaku talak kesatu. Pada kondisi seperti ini, suami boleh merujuk istrinya kembali pada masa ‘iddah-nya tanpa perlu akad baru. Jika jatuh perceraian kedua kalinya, maka berlaku talak kedua. Pada kondisi semacam ini, suami boleh merujuk istrinya kembali pada masa ‘iddahnya, juga tanpa perlu akad baru. Jika masa ‘iddah-nya dalam dua keadaan di atas telah usai, sedangkan sang suami tidak merujuk istrinya,

maka talak yang terjadi menjadi talak bâ’in, atau disebut dengan istilah talak bâ’in sughrâ. Dalam kondisi seperti ini, suami tidak halal merujuk kembali istrinya, kecuali dengan akad dan mahar yang baru. Selanjutnya, jika suami menjatuhkan talak untuk yang ketiga kalinya, maka berlaku talak bâ’in kubrâ. Dalam kondisi semacam ini, mantan suami tidak boleh rujuk kembali dengan mantan istrinya, kecuali setelah mantan istrinya itu kawin lagi dengan pria lain yang kemudian menggaulinya (setelah itu bercerai, pen) dan telah berakhir masa ‘iddah-nya.

Di kutip dari Kitab Sistem Pergaulan Dalam Islam : Syeikh Taqiyuddin An Nabhani

Prostitusi Di Sertifikasi Pertanda Kehancuran Indonesia

JALAN PROSTITUSI DI LEGALKAN DI NEGERI INI
Keprihatinan terhadap pesta bikini bagi siswa-siswi SMA di Jakarta dan Bekasi untuk mengusir penat setelah UN, tersebar di media sosial. 'Pesta Bikini Rayakan UN' pun nangkring jadi trending topic di Twitter.

Hingga Kamis (23/4/2015), pukul 12.30 WIB, tema tersebut masih nangkring di trending topic Indonesia, setelah sebelumnya sempat mampir juga di trending topic dunia. Kebanyakan netizen mengungkapkan keprihatinannya.

Komentar :
Pesta Bikini ini dipastikan jadi jalur perzinaan yang akan merajalela. Sudah minim pemahaman soal aurat, mala aurat sengaja di pertontonkan jadi hiburan. inilah negeri dimana remajanya banyak tak beradab - minus pemahamaan Islam - penguasa tiarap demi kepuasaan nafsu sesaat.
Hapus Zina dengan Islam.

Pesta bikini jalan untuk pelacuran. dan ini sungguh jauh dari Islam. Sebab, pelacuran adalah perzinaan. Dan dalam Islam, perzinaan termasuk dosa besar dan merupakan perbuatan keji yang diharamkan. Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Isra [17]: 32).

Tidak satupun umat Islam di dunia ini yang tidak paham ayat masyhur ini. Entah Islam KTP, para pelajar, mahasiswi, karyawan, pegawai, pejabat dan terlebih ulama, tak ada yang berbeda penafsiran tentang haramnya perzinaan ini. Tapi mengapa zina semakin merajalela di depan mata? berbikini di banggakan secara ria, bahkan di publis ke sosial media. Ke mana gerangan penguasa negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini?
Peran Negara Demi Hapuskan Zina.

Tidak ada orang tua yang bangga anaknya menjadi pelacur. Setiap orang tua tentu berusaha menjauhkan anak-anaknya dari kemaksiatan. Namun, menjadi orang tua saat ini memang tidak mudah. Wejangan kebaikan yang ditanamkan di rumah, belum tentu diaplikasikan anak-anak di luar rumah. Sebab, pengaruh lingkungan dan media massa sangat mendominasi.

Di sinilah peran pemerintah sangat strategis. Negaralah yang punya wewenang untuk melarang pesta bikini itu. Tidak ada kata tidak mungkin jika ada kemauan. Hal yang harus dilakukan antara lain pertama, memberi hukuman berat bagi pelaku, baik suka atau tidak suka.

Caranya, tutup tempat-tempat pelacuran yang terang-terangan ada datanya dan diketahui masyarakat umum. Tangkap orang yang posting poster itu, pezina komersial dan pelanggannya yang ikut didalamnya. Sekalipun remaja belasan tahun, asal sudah baligh tidak layak dibela sebagai korban. Mereka adalah pelaku, layak diganjar sanksi.

Untuk tindakan preventif. maka pemerintah harus melarang berkembangnya industri porno, termasuk larangan menyiarkannya melalui media massa apapun. Baik media cetak, televisi, VCD porno, konten di internet, games, bioskop, komik, buku, dll. Demikian pula melarang propaganda ideologi asing yang mengampanyekan gaya hidup hedonis, seperti pergaulan bebas, penyimpangan seksual, trend yang bertentangan dengan syariah, dll.

lalu, memproteksi anak-anak dan remaja dari tindak kejahatan seksual, termasuk perdagangan manusia yang menjerumuskan anak dan remaja ke lembah hitam. Keempat, menciptakan sistem pendidikan berbasis agama Islam yang mampu melahirkan anak didik bermoral, bersyakhsiyah Islamiyah dan terjauhkan dari kemaksiatan. Kelima, menerapkan sistem pergaulan sosial berdasar aturan Islam yang menjamin minimnya interaksi campur baru laki-laki dan perempuan.

Semua itu hanya bisa dilakukan oleh negara yang berlandaskan ideologi Islam. Mengharapkan terhapusnya perzinaan dan pelacuran di negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan bertingkah laku ini sangat mustahil. Karena itu, saatnya mengubah negeri ini menuju penerapan ideologi Islam secara kaffah, agar tak ada lagi remaja-remaja menjual diri, apalagi menjadi peserta pesta bikini yang mudah melakukan prostitusi bahkan jadi mucikari. Naúdubillahi mindzalik.

Terusan Suez Gagasan Umar bin al-Khatthab

Tahukah Anda? Ferdinand de Lesseps (1805-1894) ternyata bukan orang yang pertama membangun Terusan Suez. Jadi sebenarnya insinyur Perancis yang tinggal lama di Mesir itu tidak berhak menyandang julukan sebagai Si Pembangun Terusan Suez.


Di antara kejeniusan Amirul Mukminin Umar bin al-Khatthab adalah gagasan menghubungkan Laut Merah dengan Laut Putih Tengah dengan berbagai potensi domestik yang telah dikenal pada zamannya. Juga kemampuannya mewujudkan proyek tersebut dalam waktu yang relatif singkat sehingga terusan tersebut bisa dilalui kapal-kapal.


Musim dingin tahun 641-642 M, setelah Amru bin Ash ra, wali Mesir kala itu, mendapatkan izin dari Amir Mukminin Umar bin al-Khatthab ra, ia membuka terusan yang menghubungkan antara Laut Qalzim dengan Laut Romawi atau di posisinya sekarang,dikenal dengan nama Terusan Amirul Mukminin.


Al-Qadha’i berkata, Umar bin al-Khatthab telah menginstruksikan kepada Amru bin al-Ash, pada saat musim paceklik untuk mengeruk teluk yang berada di samping Fusthath, kemudian dialiri dengan air dari Sungai Nil hingga Laut Qalzim. Belum sampai setahun, teluk ini pun bisa dilalui oleh kapal dan digunakan untuk mengangkut logistik ke Makkah dan Madinah. Teluk ini pun bisa dimanfaatkan penduduk dua tanah suci tersebut sehingga disebut Teluk Amirul Mukminin. Al-Kindi menuturkan, bahwa teluk tersebut dikeruk pada tahun 32 H dan selesai hanya dalam waktu enam bulan. Kapal-kapal pun sudah bisa lalu lalang menyusuri teluk tersebut hingga sampai di Hijaz pada bulan ketujuh.


Terusan ini sangat membantu penduduk Mesir hingga era Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, yang dibendungnya untuk memutus aliran dan dukungan Mesir terhadap perlawanan Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib di Hijaz.


Sebagian sumber sejarah juga menyebutkan, bahwa Amru bin al-Ash telah memikirkan untuk menghubungkan dua Laut Putih dan Merah, namun tampaknya yang dimaksud adalah terusan lain, yang membelah antara Selat Timsah dengan Barzakh, antara Mesir dan Sinai hingga Laut Tengah. Hanya saja, rencana ini telah dibatalkan karena pertimbangan militer yang ada pada zamannya.


Pada zaman Khilafah Utsmaniyyah, teluk ini telah dibersihkan tiap tahun. Pada musim dingin, teluk ini biasanya ditutup kemudian dikeruk dan dibersihkan seperti perayaan. Biasanya dilakukan pada bulan Agustus. Lumpur yang dikeruk tersebut kemudian diangkat dan ditimbun di samping kanan-kiri aliran teluk. Pada era Khilafah Utsmaniyyah, teluk ini banyak menarik perhatian penduduk setempat. (Hafizd Abdurrahman)

Kisah Khilafah Pemberani

Mendudukkan Posisi Jihad dan Khilafah

Alkisah. Pada Juni tahun 1896 M, datanglah pemimpin Yahudi Internasional Theodore Herzl ditemani Neolanski kepada Khalifah Abdul Hamid di Konstantinopel. Kedatangan mereka adalah meminta Khalifah memberikan tanah Palestina kepada Yahudi. Tidak tanggung-tanggung, mereka pun memberi iming-iming, “Jika kami berhasil menguasai Palestina, maka kami akan memberi uang kepada Turki (Khilafah Utsmaniah) dalam jumlah yang sangat besar. Kami pun akan memberi hadiah melimpah bagi orang yang menjadi perantara kami. Sebagai balasan juga, kami akan senantiasa bersiap sedia untuk membereskan masalah keuangan Turki”.


Namun, Khalifah Abdul Hamid menentang keras. Beliau menyatakan, “Saya tidak dapat mundur dari tanah suci Palestina ini. Sebab, tanah ini bukan milik saya. Tanah suci ini adalah milik rakyat saya. Nenek moyang kami telah berjuang demi mendapatkan tanah suci ini. Mereka telah menyiraminya dengan tumpahan darah. Cabik-cabiklah dulu tubuh dan raga kami, jika bisa! Ingat, kami tidak akan membiarkan raga kami dicabik-cabik selama hayat masih dikandung badan!” (al-Yahud wa ad-Dawlat al-Utsmaniyah, hal. 116). Beliau pun pernah menyatakan, ”Wahai kaum Muslim, kita tidak dapat meninggalkan al-Quds. Dia adalah kota suci kita. Al-Quds selamanya harus berada di tangan kita.” (al-Utsmaniyyun fi at-Tarikh wa al-Hadharah, hal. 57). Kaum Muslim pun mendukung penuh sikap pemimpin umat Islam tersebut.


Kesungguhan sang Khalifah itu ditunjukkan pula dalam Maklumat yang dikeluarkannya pada tahun 1890 M: ”Wajib bagi semua menteri untuk melakukan studi beragam serta wajib mengambil keputusan yang serius dan tegas dalam masalah Yahudi tersebut” (as-Sulthan Abdul Hamid II, hal. 88). Ketegasan Khalifah menjadikan Herzl tak berdaya menghadapinya. Dia pun menyampaikan, ”Sesungguhnya saya kehilangan harapan untuk bisa merealisasikan keinginan orang-orang Yahudi di Palestina. Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak akan pernah bisa masuk kedalam tanah yang dijanjikan selama Sultan Abdul Hamid II masih tetap berkuasa dan duduk di atas kursinya” (al-Yahud wa ad-Dawlat al-Utsmaniyah, hal. 158).


Itulah sikap gemilang penguasa Muslim dan rakyatnya saat itu. Kini, rakyat Palestina sejak 1948 dijajah Israel. Mereka terus dibombardir bom, ditembaki senapan, dan setiap hari hidup dalam ketakutan. Bahkan, akhir Desember 2008 hingga kini telah syahid lebih dari 400 orang laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang tua renta. Setidaknya, 1700 orang luka-luka. Rumah sakit anak pun diporakporandakan. Protes dan demonstrasi terjadi di mana-mana. Pengumpulan dana, makanan, dan obat-obatan terus berjalan. Sungguh amal mulia, sekalipun ini hanya membantu mengobati yang luka tapi tidak dapat menghentikan kebiadaban Israel. Karenanya, sebagian kalangan berupaya mengirimkan relawan perang. Seruan jihad dimana-mana. Ini menunjukkan rakyat di berbagai negara merasa satu tubuh dengan saudara-saudaranya di Palestina.


Sikap rakyat ini berbeda dengan sikap penguasanya. Negeri-negeri Muslim punya kekayaan dan kekuatan untuk menghentikan kebiadaban Israel. Namun, para penguasa tidak menggunakannya. Paling hanya mengecam. Aneh, ratusan nyawa melayang dalam sekejap hanya dijawab dengan sekedar melakukan sidang. Padahal, menghentikan penjajahan tidak bisa dengan sekedar kutukan atau perundingan. Senjata harus dilawan senjata. Semestinya, para penguasa Muslim mengerahkan pasukan. Alih-alih mengenyahkan penjajah, sebagian penguasa Muslim justru malahan makan bersama pimpinan Israel, bersalaman dan berpelukan dengan mereka. Lebih mengherankan lagi, penguasa Saudi justru menangkap ulama yang menyerukan pengiriman pasukan membela Palestina. Kalau dulu, Khalifah Abdul Hamid mati-matian menjaga dan membela tanah Palestina, kini para penguasa membiarkan Israel menjajah tanah suci itu bahkan hanya diam menyaksikan pembantaian Muslim Palestina sambil memberikan bantuan makanan dan obat-obatan alakadarnya.

Dulu, Herzl merasa putus harapan untuk menguasai Palestina karena ketegasan penguasa Muslim kala itu, Khalifah Abdul Hamid. Beliau tidak kompromi. Sebaliknya, kini Israel tidak merasa gentar kepada dunia Islam padahal negerinya besar-besar dan penduduknya lebih dari 1,4 milyar. Mengapa? Sebab, kaum Muslim terpecah-pecah dan penguasanya tidak tegas seperti Khalifah Abdul Hamid. Karenanya, solusi bagi masalah Palestina adalah Khilafah dan Jihad. Ya, Khilafah dan Jihad!