بسم الله
الرحمن الرحيم
KHUTBAH
IDUL FITRI
MELESTARIKAN NILAI-NILAI
RAMADHAN
السلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
الله أكبر 9×
اللهُ
اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَّأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ
الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ
ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ
فِيْهِ الصِّياَمَ، وَنَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ، نَحْمَدُهُ وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ
وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
أَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ وَهُوَ بِكُلِّ
شَيْئٍ قَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وأُصَلِّيْ
وَاُسَلِّمُ عَلَى الْقَائِدِ وَالْقُدْوَةِ مُحَمَّدٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ
وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَمَّا
بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ
إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ!
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Shalat Iedul Fitri rahimakumullah
Pertama-tama, marilah kita memulai pagi yang cerah ini
dengan mengungkapkan syukur kita kepada Allah SWT. Setiap hari anugerah dan
nikmat-Nya turun kepada kita, meskipun setiap hari kita tak pernah absen
melakukan dosa dan kesalahan kepada-Nya. Setiap saat limpahan rezeki-Nya
dikucurkan pada kita sehingga tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan
kita, meskipun pada saat yang sama kita terasa berat untuk beramal dan berinfaq
di jalan-Nya. Setiap waktu, belaian kasih sayang-Nya, rahman dan
rahim-Nya senantiasa kita rasakan, meskipun kita sering melalaikan
perintah-perintah-Nya. Allahu Akbar walillahil hamd.
Shalawat dan salam kita haturkan pada junjungan kita Nabi
besar Muhammad saw yang telah membimbing kita menuju risalah Allah, yakni
dienul Islam. Beliau tidak hanya menyampaikan ajaran tetapi juga memberikan
ketauladanan paripurna pada kita: bagaimana menjadi hamba Allah yang taat,
bagaimana menjadi suami dan kepala keluarga yang bertanggungjawab, bagaimana
menjadi pejabat publik yang amanah, bagaimana menjadi pemimpin yang adil dan
bijaksana. ”Laqad kaana lakum fii rasulillahi uswatun khasanah” (Sungguh
dalam diri Rasulullah terdapat keteladanan yang baik). Saat kita menghadapi
krisis keteladanan, saat kita kehilangan pemimpin yang layak dicontoh, saat
kita tidak menemukan tokoh idola yang bisa dijadikan model, nilai-nilai keteladanan Rasululullah saw 15
abad silam sangat relevan kita hadirkan di era kontemporer dewasa ini.
Allahu Akbar 3 X, Walillahilhamd
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Hari ini kita merayakan Iedul Fithri 1428 H. Kita
berkumpul di tempat yang mulia ini, untuk bertaqarrub, mendekatkan diri kepada
Allah, bersujud di altar kekuasaan-Nya, serta berulangkali membesarkan Asma-Nya
dengan gema takbir yang membahana. Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.
Berakhirnya
bulan Ramadhan kemarin sore memunculkan dua perasaan sekaligus, yakni sedih dan
gembira. Kita sedih karena Ramadhan terasa begitu cepat berlalu, padahal belum
banyak rasanya amal shalih yang kita lakukan, belum banyak shadaqah yang kita
berikan, belum banyak ayat-ayat Qur’an yang kita lantunkan, dan belum banyak
sujud yang kita kerjakan. Padahal, tahun depan belum tentu kita bias berjumpa
kembali dengan Ramadhan yang mulia ini.
Siapa yang bisa memberikan jaminan, bahwa Ramadhan dan Idul Fitri tahun
depan Malaikat maut tidak datang menjemput kita ? Siapa yang bisa memberikan
kepastian bahwa ajal kita tak kan tiba mendahului Ramadhan dan Idul Fitri tahun
depan ?
Marilah kita melihat ke kiri dan ke kanan kita. Marilah
kita periksa orang-orang yang kita cintai: ayah-bunda, saudara, istri, suami,
tetangga, sahabat, dan handai taulan. Adakah di antara mereka yang tak lagi
berada di tengah-tengah kita? Adakah di antara mereka yang sudah meninggalkan
kita kembali kepada Yang Maha Suci? Ke manakah ayah atau Ibu yang tahun lalu
menyambut uluran tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang? Ke mana
kakak atau adik kita yang pada Lebaran lalu masih berbagi bahagia bersama kita? Ke manakah
tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan
selamat Hari Raya Idul Fitri? Ya Allah, mereka telah kembali kepada-Mu. Mereka
telah "mudik" ke kampung halaman yang abadi memenuhi panggilan Ilahi Rabbi. Kita tidak
tahu, apakah Ramadhan dan Idul Fitri kali ini merupakan Ramadhan dan Idul Fitri
kita yang terakhir. “Kullu nafsin dzaa iqatul maut”, Setiap yang berjiwa
pasti akan menghadapi kematian.”
Itu semua
kita mafhum. Yang jadi persoalan adalah, apakah kita telah siapkan pundi-pundi
amal yang akan menjadi bekal saat kita
mudik ke akhirat, kampung halaman kita yang abadi? Andaikan, setelah Idul Fitri
ini, Malaikat maut datang menjemput, sudah cukupkah perbekalan kita yang kelak
akan menyelamatkan kita dari semua prosedur pemeriksaan di akhirat yang pasti
kita lewati? Bagaimana dengan shalat kita, bagaimana dengan tahajud kita,
bagaimana dengan puasa kita, bagaimana dengan amal sholeh kita, bagaimana
dengan bakti kita pada orang tua, bagaimana menutup aurat kita, bagaimana kontribusi kita pada dakwah dan
syiar agama Allah ? Hari ini, di Idul Fitri ini, saatnya kita melakukan
instropeksi, koreksi diri dengan hati yang tulus dan jujur, untuk bersama-sama
memperbaiki diri guna meraih ridha Ilahi Rabbi.
Allahu Akbar
3 X walillahilhamd
Di sisi
lain, berakhirnya Ramadhan membawa kegembiraan kita tersendiri. Di pagi hari
ini, di Idul Fitri ini, kita diwisuda atas kelulusan kita menempuh ujian wajib selama
satu bulan untuk menahan diri dari segala hal yang membatalkan dan mengurangi
makna puasa. Saatnya kita meraih kemenangan, saatnya kita menggapai
ampunan-Nya. Allah berjanji, sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad saw,:
“Barang
siapa yang menegakkan puasa karena iman dan penuh keikhlasan, maka Allah akan
ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“
Inilah
saatnya kita kembali pada fitrah kita, kembali pada kesucian kita. Kita
dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci dan cenderung pada kebenaran yang hakiki.
Akan tetapi, setelah kita menginjak dewasa, pergaulan kita semakin luas,
kebutuhan hidup kita semakin banyak, angan-angan kita semakin menerawang, jiwa
yang suci tadi terkontaminasi dengan virus-virus kemaksiyatan, dengan debu-debu
dosa kepada Allah. Semua anggota tubuh kita memberikan kontribusi dalam berbuat
dosa. Lisan kita, berapa banyak orang
yang telah tersakiti oleh lidah kita ? Mata kita, berapa banyak pendangan haram
yang telah dilakukan oleh mata kita? Hati kita, berapa banyak penyakit hati
telah bersemayam dalam hati kita, seperti iri, dengki, buruk sangka, sombong,
dsb? Tangan kita, berapa banyak dosa yang telah dilakukan akibat tangan kita.
Ramadhan
hadir sebagai sarana untuk melakukan tazkiyatun nafs, pensucian jiwa.
Lisan, mata, telinga, hati dan pikiran kita dibersihkan, dikarantina selama
Ramadhan melalui puasa dan berbagai latihan pengendallian diri selama sebulan.
“Qad aflakha man zakkaha wa qad kho baman dassaha” (Beruntunglah orang-orang
yang mensucikan diri dan rugilan orang-orang yang mengotori dirinya). Ibadah
Ramadhan yang kita jalankan sebulan penuh, adalah sarana untuk menemukan
kembali jalan menuju fitrah.
Allahu Akbar
3 X walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin, Jamaah Idul Fitri yang berbahagia
Dr. Yusuf al-Qardhawy, ulama Timur Tengah yang disegani
dunia Islam dan pernah beberapa kali berkunjung ke Indonesia, menyebut Ramadhan
sebagai madrasah mutamaiyyizah atau lembaga pendidikan istimewa bagi
orang beriman. Bagi orang
beriman, Ramadhan merupakan training center atau kawah candradimuka,
tempat penggemblengan jiwa agar menjadi pribadi yang paripurna. Selama
satu bulan, kita dilatih untuk melakukan tazkiyatun nafs, pensucian jiwa
melalui tarbiyah dengan nilai-nilai Ramadhan yang diharapkan dapat kita
jadikan bekal untuk memasuki 11 bulan yang akan datang. Otak kita dibersihkan,
emosi kita dicerdaskan, spiritual kita dicerahkan, dan religiusitas kita
dimantapkan. Hal itu tidak lain untuk mengantarkan kita sebagai insan muttaqin
(manusia bertaqwa), sebagaimana dinyatakan Allah dalam Qs Al Baqarah: 183
yang sudah sangat popular setiap bulan Ramadhan.
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi taqwa.”
Dalam agama
kita, taqwa adalah ultimate goal seluruh rangkaian peribadatan: perintah
shalat, ujungnya adalah taqwa, perintah zakat ujungnya adalah taqwa, perintah
puasa ujungnya adalah taqwa, perintah haji ujungnya adalah taqwa. Taqwalah yang
menentukan posisioning kita di hadapan Allah Yang Maha Agung, bukan
harta kita—seberapa banyak pun harta yang kita miliki, bukan gelar akademik
kita, seberapa hebat dan panjang pun gelar kita, bukan jabatan kita, seberapa
tinggi pun kedudukan kita, bukan pula afiliasi kepartaian kita, apapun partai
yang kita anut. “Inna aqramakum ‘indallahi atqaa kum” (Sesungguhnya
orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang bertaqwa” (QS Al
Hujurat: 13). Begitu pentingnya taqwa, sampai Nabi berwasiat agar kita menjaga
ketaqwaan, di manapun kita berada “Ittaqullah, khaitsumma kunta”
(Bertaqwalah kepada Allah, di manapun kalian berada).”
Jamaah Idul Fitri
rakhimakumullah
Bulan Ramadhan
merupakan musim ketaatan atau maushimut-thoah. Setiap tahun di bulan
Ramadhan umat Islam di seantero dunia mengalami transformasi penampilan. Yang
biasanya di luar bulan Ramadhan jarang sholat ke masjid, tiba-tiba mendapati
dirinya mengayunkan langkah kaki dengan ringannya ke masjid, musholla atau
surau. Itulah sebabnya kita temui masjid lebih semarak di bulan suci tersebut. Yang
biasanya di luar bulan Ramadhan terasa berat untuk ber-infaq atau mengeluarkan
sedekah, tiba-tiba mendapati diri menjadi dermawan dengan merogoh kantong atau
membuka dompet membagi sebagian rizqi kepada fihak lain yang membutuhkan.
Muslimah
yang biasanya di luar bulan Ramadhan tidak pernah peduli menutup aurat
tubuhnya, seketika dengan semangat menampilkan dirinya ber-jilbab tiap
kali berjumpa dengan lelaki yang bukan muhrimnya di bulan penuh rahmat
tersebut.
Allahu
Akbar 3X walillahil hamd
Bulan
ramadhan boleh berlalu, tetapi satu hal tidak boleh meninggalkan kita dan harus
tetap bersama kita, yaitu spirit dan moralitas shiyamu ramadhan. Inilah
yang harus mangisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita, sebagai
pribadi, keluarga, warga masyarakat, ummat
dan bangsa. Prestasi yang kita capai dengan ‘ibadat ramadhan hendaklah
kita jadikan modal untuk meraih “shiyamuddahri” , yakni nilai, pahala serta
kebaikan puasa sepanjang masa. Agar hidup kita tidak pernah lepas dari
keberkahan, dari maghfirah dan rahmat Allah SWT.
Dalam rangka
meraih nilai shiyauddahri itu maka Rasulullah saw menganjurkan ummatnya untuk
melanjutkan shiyamu ramadhan dengan puasa sepekan di bulan syawal. Sebagaimana
sabda beliau:
( مَنْ صَامَ رَمَضَان
ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر )
“Barang
siapa menunaikan shiyamu ramadhan dan diikuti puasa enam hari pada bulan syawal,
maka nilainya seperti puasa sepanjang masa” (HR Muslim)
Kecuali
melanjutkan ramadhan dengan puasa syawal, adalah penting meneruskan jiwa serta
moralitas shiyamu ramadhan itu sendiri. Spirit shiyam dan qiyamu ramadhan
adalah “imanan wahtisaban”, yaitu al tashdiq wal inqiyad, membenarkan
segala yang datang dari Allah baik perintah maupun larangan dan mematuhinya;
dengan semata-mata mengharap ridha Allah. Ketika Allah ridha, maka rahmatNya
yang tak terhingga akan dicurahkan, kendatipun kita tersalah maka ampunanNya
yang tak terbatas akan menutupinya” ghufira lahu ma taqaddama min dzanbih”
diampuni semua dosanya yang telah lalu.
Ramadhan
telah meng-upgrade pribadi muslim menjadi pribadi mu’min, dari keislaman
yang bersifat status atau pengakuan menjadi keislaman komitmen dan kepatuhan.
Dengan menghadirkan serta meneguhkan basis iman, setiap muslim mampu menjaga
diri dari pelbagai kema’siatan.
Allahu
Akbar 3X walillahilhamd
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah
Adapun
akhlaqiyah atau nilai-nilai moralitas Ramadhan yang penting untuk tetap
dipertahankan pasca ramadhan adalah sbb:
- Suasana Religius
Suasana
yang bernuansa agama selama Ramadhan sangat terasa, baik di rumah kita, di
lingkungan kita, di masjid kita dan bahkanm di televise kita. Cobalah lihat,
masjid, mushola dan surau jamaahnya penuh saat Ramadhan. Kita yang sebelum
ramadhan jarang berjamaah shalat di masjid, saat Ramadhan ringan betul
melangkahkan kaki bersama anak-anak ke masjid. Karena itu, meski Ramadhan telah
berlalu, mari tetap kita hidupkan masjid-masjid kita dengan melestarikan shalat
berjamaah di masjid.
- Kemampuan mengendalikan diri
Esensi
dari puasa (ash-shiyam) adalah al-imsak, yang artinya
mengendalikan diri. Kemampuan pengendalian diri ini merupakan kunci sentral
terwujudnay tatanan yang baik dalam masyarakat. Sebaliknya, kegagalan
mengendalikan diri dari godaan nafsu syaitan, akan meninimbulkan berbagai
masalah dalam kehidupan. Seorang penguasa yang gagal mengendalikan dirinya,
akan menyalahgunakan kekuasaannya. Tidak heran KKN, masih marak di negeri yang
mayoritas muslim ini. seorang pebisnis yang gagal mengendalikan diri akan
melakukan berbagai cara pintas untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya,
meskipun merugikan orang lain dan melanggar nilai-nilai agama. Seorang remaja
yang gagal mengendalikan diri dalam pergaulanmnya, akan terjebak dalam
pergaulan bebas yang merusak moralitas dan masa depannya. Pelajaran
pengendalian diri selama puasa Ramdahan hendaklah kita hidupkan setelah
Ramadhan usai.
- Kesadaran akan pengawasan Allah (ma’iyatullah).
Saat
kita sendirian di suatu tempat yang tidak ada orang lain melihat, kita
sebenarnya bisa saja makan atau minum dan kemudian berpura-pura puasa kembali.
Tidak ada orang yang tahu. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan karena
orang-orang yang berpuasa sadar akan kebersamaan Allah dalam hidupnya (ma’iyatullah).
Meskipun orang lain tidak melihat, tetapi kita sadar bahwa Allah melihat kta.
Berbagai penyelewengan yang terjadi dalam masyarakat, termasuk korupsi dan
kolusi, dikarenakan tidak adanya kesadaran pelakunya bahwa Allah melihat
perbuatan dan tingkah lakunya. Mereka merasa aman dapat merekayasa agar orang
lain tidak tahu, agar terbebas dari pemeriksaan auditor. Padahal ada auditor
Yang Maha Agung dan Maha Melihat yang mengawasi dan mengetahui seluruh perbuatan
mereka.
Sifat ini telah disebutkan di dalam banyak
tempat dalam Al-Quran. Di antaranya,
firman Allah:
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy.
Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi
dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun
dari langit dan apa yang naik
kepadanya. Dan dia bersama kamu di
mana saja kamu berada, dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid:
4)
Inilah sikap ikhsan. Kalau sikap ini kita lestarikan
pasca Ramadhan, khususnya oleh politisi, pejabat public dan pelaku bisnis,
insya Allah berbagai penyimpangan yang terjadi akan bisa diminimalisir.
- Al shidqu yakni kejujuran.
Dimensi
kejujuran dalam puasa sangat ditekankan. Kejujuran merupakan bukti paling niscaya
bahwa seseorang dalam suasana taqwa. Sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (التوبة :119)
“Wahai
orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan pastikanlah kamu
sekalian bersama orang-orang yang jujur”
Kejujuran
adalah gerbang menuju segala kebaikan, sedangkan ketidak jujuran akan membawa
kepada pelbagai penyimpangan dan kejahatan. Orang harus berlatih untuk jujur,
sekali dua kali tiga kali dan seterusnya, sehingga ia dicatat oleh Allah
sebagai pribadi yang jujur (AL SHIDDIEQ). Kemudian telah ada jaminan dari
Allah, bahwa orang jujur akan mujur, sedang yang tidak jujur cepat atau lambat
akan hancur. Bukti empirik telah begitu banyak membenarkan korelasi ini.
5. Al tathahhur yakni membersihkan
diri
Ramadhan
adalah bulan suci, dan bagi yang menjalankannya dengan baik akan membersihkan
dirinya dari segala noda dan dosa, sebab sebulan penuh orang yang puasa
menjalani proses pembersihan yang menyeluruh. Hanya dengan cara demikian puasa
seseorang diterima, dan do’anya dikabulkan. Kemudian bersama ‘idul fithri
sepenuhnya kembali kepada kondisi fithrah. Adalah penting kita ingatkan kepada
diri, janganlah apa yang sudah suci kita nodai lagi, sikap perilaku yang sudah
bersih jangan kita kotori lagi.
Penghasilan
yang sudah halal dan thayyib jangan sampai kita campuri lagi dengan yang
remang-remang (syubhat) apalagi yang jelas-jelas haram. Puasa ramadhan melatih
kita bersabar dan kuat menahan lapar, dan menegaskan bahwa kita tidak akan pernah
kuat menahan panasnya api neraka.
6. Al mujahadah, membanting tulang
Dalam
keadaan lapar dan dahaga shiyamu
ramadhan memacu insan beriman untuk lebih giat lagi melakukan aktifitas
taqarrub ilallah seperti shalat,
tilawatil quran dan kegiatan yang bemanfaat bagi kehidupan sosial,
seperti shilaturahim, infaq shadaqah, mengajarkan ilmu, memberi makanan berbuka
bagi yang puasa, bahkan berjihad di jalan Allah menumpas pelbagai bentuk agresi
terhadap Islam dan ummat Islam. Wajarlah sejarah mencatat di antara hasil
mujahadah ramadhan berupa kemenangan gemilang di perang badar pada tahun ke-2
Hijriyah, pembebasan Makkah (fathu Makkah) pada tahun ke-6 Hijriyah, dan
kemenangan perang Amoria yang meluluh lantahkan pasukan Romawi di Byzantium
pada tahun 214 H pada masa Al Mu’tashim Billah. Memang semangat ramadhan adalah
semangat juang untuk meraih pelbagai kemenangan.
7.
Mempertahankan surplus spiritual (Al
faidhu wal insyirah)
Shiyamu
ramadhan mendidik surplus spiritual dan moral, menjaga diri agar tidak terjebak
pada kekerdilan jiwa dan kenihilan moral. Mendidik para shaimin untuk
mengokohkan jiwanya serta melapangkan dadanya. Dengan menegaskan pada dirinya
“inni shaimun” aku ini sedang puasa, ia mampu menggagalkan setiap provokasi
negatif yang akan merusak hubungan sosial menjadi konflik yang menghancurkan
semua pihak. Bahkan semakin surplus jiwanya insan puasa yang telah memantapkan
statusnya sebagai “’ibadurrahman/hamba Allah yang Rahman” sanggup membalas
hal-hal yang buruk dengan kebaikan, tarikan negatif dengan ajakan yang positif.
Ketika orang-orang jahil yang sedang jadi hamba syetan atau hawa nafsunya
menyerang dengan ucapan yang tidak baik, maka hamba Arrahman membalasnya dengan
do’a keselamatan.
Allahu
Akbar 3X walillahil hamd
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah
Demikianlah
dengan melestarikan nilai-nilai shiyamu ramadhan serta moralitasnya, maka kehidupan kita pasca
ramdhan selama sebelas bulan akan tetap disinari dengan cahaya ramadhan,
sehingga kerahmatan Allah dan maghfirahnya akan
senantiasa diberikan kepada siapa saja yang mampu mempertahankannya.
Curahan berkah dari langit selama bulan ramadhan akan berlanjut manakala kita
memenuhi faktor-faktor yang menghadirkannya.
Marilah kita
akhiri pertemua kita kali ini dengan berdoa kepada Allah SWT agar amal ibadah
kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita berhasil meraih
derajat takwa.
اَللّهُمَّ
صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا
إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَللّهُمَّ
اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا،
أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا
مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا وَصِيَامَنَا
وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا، اَللَّهُمَّ اَنْتَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَا لاَ
تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ
اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ
تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا
وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ،
Yaa Allah,
Maha Agung asma-MU. Wahai Dzat yang Maha Adil dan Maha luas kasih sayang-Nya.
Maha tinggi kemuliaan-Mu yaa ‘Aziiz, wahai Dzat yang senantiasa mencurahkan
rahmat dan nikmat kepada para hamba-Nya. Maha besar kekuasaan-Mu yaa Maalik.
Yaa Rahman,
inilah kami para hamba-Mu. Kami datang bersimpuh di hadapan kebesaran-Mu.
Inilah kami, yaa ‘Aziiz, makhluk-Mu yang lemah dan tak berdaya, kini duduk di
hadapan altar kemuliaan dan keagungan-Mu. Ya Rahiim, inilah kami hamba-Mu yang
tak pernah luput dari kesalahan dan dosa, sering lalai dan alpa, yang acapkali
bertengkar untuk memperebutkan bangkai-bangkai dunia; kini kami hadir
menyerahkan segenap jiwa dan raga di depan pintu kekuasaan-Mu. Yaa Ghaani,
inilah kami, orang-orang fakir yang menundukkan kepala karena malu kepada-Mu,
kini kami menengadahkan tangan-tangan kami untuk memohon belas kasih-Mu.
Yaa Allah, Yaa Rahman, yaa Rahiim. Kami yang berkumpul di
tempat ini, pada pagi ini, adalah para hambu-Mu. Saat Ramadhan kami
tertatih-tatih mendekatkan diri kepada-Mu karena berharap kasih sayang-Mu. Yaa
Allah, setiap saat kami berusaha mengetuk pintu-Mu dengan rasa lapar dan
dahaga. Yaa Allah, setiap malam kami berusaha membaca al-Quran untuk memahami petunjuk-Mu.
Setiap saat kami menyeru-Mu dengan dzikir dan doa. Semua itu, yaa Rahman, hanya
untuk menggapai ridla dan janji-Mu. Engkaulah Dzat yang maha mengetahui apa
yang telah kami lakukan.
Lihat Juga Artikel lain dengan cara meng KLIK di bawah ini :
http://globalsearch1.blogspot.com/
http://peluangusahamakro.blogspot.com/
http://ayuarifahharianja.blogspot.com/
http://globalsearch1.blogspot.com/
http://peluangusahamakro.blogspot.com/
http://ayuarifahharianja.blogspot.com/
0 Response to "Khutbah Idul Fitri 1434 H"
Post a Comment