Injil Asli di Temukan di Turki


Subhanallaah … Inilah Injil Asli yang Menggemparkan Dunia Itu, 12 Tahun Dirahasiakan, Menjelaskan Nabi Isa Tidak Disalib dan Membenarkan Nabi Muhammad SAW, Mengguncang Vatikan dan Kristen di Seluruh Dunia!!
*

Bismillahir-Rah maanir-Rahim … Belum lama ini, pemerintah Turki mengumumkan tentang penemuan Kitab Injil Asli Barnabas, salah satu murid pertama Yesus (Isa Almasih).
Hal yang tentu saja mengejutkan banyak pihak, termasuk kubu Vatikan itu sendiri.Sebagaimana diberitakan oleh DailyMail, basijpress dan NationalTurk, bahwa Injil Barnabas asli tersebut ditemukan pada tahun 2000 lalu di Turki, namun ditutupi oleh pemerintah Turki selama lebih dari 12 tahun, dan baru sekarang di beberkan ke publik.Lembaran-lembaran kulit hewan itu ditulis dengan huruf Syriac dengan dialek bahasa Aram, bahasa yang sama seperti bahasa yang umum dipakai pada masa Yesus Isa Almasih.
Pemerintah Turki menyakini bahwa kitab kulit hewan tersebut adalah Injil Barnabas orisinal.Hal yang menarik dari Kitab Injil Barnabas Asli asal Turki tersebut menyatakan bahwa YESUS TIDAK PERNAH DI SALIB, dan terdapatnya ayat-ayat yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang benar serta pengakuan tentang kehadiran Nabi Akhir Jaman, Muhammmad SAW.
Pengakuan itu terdapat pada bab 41 dari Kitab Barnabas yang ditemukan di Turki tersebut. Berikut ini terjemahannya :”Allah telah menyembunyikan diriNya sebagai Malaikat Agung Michael berlari mereka (Adam dan Hawa) dari surga, (dan) ketika Adam berbalik, ia melihat bahwa di atas pintu gerbang ke surga tertulis “La Ela ELA Allah, Mohamad Rasul Allah”Kitab yang masih menjadi perdebatan tersebut disebutkan kini disimpan di Justice Palace, Ankara, Turki dengan pengawalan ketat polisi bersenjata lengkap dan keamanan maksimum.
Pihak Iran lewat Basij Press menyatakan bahwa apa yang tertulis di kitab Barnabas asli tersebut adalah bukti tentang kebenaran Islam, yang walau begitu ditanggapi oleh sinis dari berbagai pihak.
Bahkan pihak Kristen lewat berbagai jamaatnya menyatakan bahwa Kitab Barnabas tersebut diragukan keotentikannya.
Namun walau begitu pihak Vatikan lebih arif dengan menyatakan telah mengajukan permohonan resmi ke pemerintah Turki untuk membaca dan menganalisa keaslian kitab kontroversial itu.
Para agamawan menyatakan bahwa jika Alkitab Barnabas tersebut terbukti asli, maka akan mengakibatkan rusaknya kredibilitas Gereja, dan akan menimbulkan revolusi agama Nasrani besar-besaran di seluruh Dunia.Tentu saja penemuan ini cukup menarik, sama menariknya dengan penemuan dan fakta sejarah bahwa Benua Amerika pertama kali di temukan oleh para pelaut tangguh Islam ^_^
Wallahu a’lam bish-shawab …
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ….
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, …
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat …
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …

Kompilasi Hukum Islam Tentang Beristeri Lebih Satu Orang


BAB IX
BERISTERI LEBIH SATU ORANG

Pasal 55
(1) Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.
(2) Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.

Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemeritah No.9 Tahun 1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akanberisteri lebih dari seorang apabila:
a.   isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
b.   isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c.   isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 58
(1)  Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :
a.   adanya pesetujuan isteri;
b.   adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang Pengadilan Agama.
(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.


Pasal 59
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi. 



Lihat Juga Artikel lain dengan meng KLIK di bawah ini :

Kompilasi Hukum Islam Tentang Kawin Hamil


BAB VIII
KAWIN HAMIL

Pasal 53
(1)  Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Pasal 54

(1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga boleh bertindak sebagai wali nikah.
(2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram, atau wali nikahnya masih berada dalam ihram perkawinannya tidak sah. 

Kompilasi Hukum Islam Tentang Perjanjian Perkawinan


BAB VII
PERJANJIAN PERKAWINAN

Pasal 45
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :
1. Taklik talak dan
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Pasal 46
(1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
(2)  Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan persoalannya ke pengadilan Agama.
(3)  Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.

Pasal 47
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan.
(2) Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan Islam.
(3) Di samping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotik atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.

Pasal 48

(1) Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta bersama atau harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
(2) Apabila dibuat perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat (1) dianggap tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami menanggung biaya kebutuhan rumah tangga.

Pasal 49

(1)  Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masing-masing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.
(2)  Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat (1) dapat juga diperjanjikan bahwa percampuran harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya.

Pasal 50
(1) Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
(2) Perjanjian perkawinan mengenai harta dapat dicabut atas persetujuan bersama suami isteri dan wajib mendaftarkannya di Kantor Pegawai Pencatat Nikah tempatperkawinan dilangsungkan
(3) sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah mengikat kepada suami isteri tetapi terhadap pihak ketiga pencabutan baru mengikat sejak tanggal pendaftaran itu diumumkan suami isteri dalam suatu surat kabar setempat.
(4) Apaila dalam tempo 6 (enam) bulan pengumuman tidak dilakukan yang bersangkutan, pendaftaran pencabutan dengan sendirinya gugur dan tidak mengikat kepada pihak ketiga.
(5) Pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta tidak boleh merugikan perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya dengan pihak ketiga.

Pasal 51
Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberihak kepada isteri untuk meminta pembatalan nikah atau mengajukannya. Sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.

Pasal 52
Pada saat dilangsungkan perkawinan dengan isteri kedua, ketiga dan keempat, boleh diperjanjikan mengenai tempat kediaman, waktu giliran dan biaya rumah tangga bagi isteri yang akan dinikahinya itu. 


Lihat Juga Artikel lain dengan meng KLIK di bawah ini :

Kompilasi Hukum Islam Tentang Larangan Kawin


BAB VI
LARANGAN KAWIN

Pasal 39
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan :
(1) Karena pertalian nasab :
a.   dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
b.   dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
c.   dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
(2) Karena pertalian kerabat semenda :
a.   dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;
b.   dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya;
c.   dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul;
d.   dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.
(3) Karena pertalian sesusuan :
a.   dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
b.   dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
c.   dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah;
d.   dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
e.   dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.

Pasal 40
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria denagn seorang wanita karena keadaan tertentu:
a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
c. seorang wanita yang tidak beragama islam.

Pasal 41
(1)  Seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seoarang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya;
a.   saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya;
b.   wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
(2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya telah ditalak raj`i, tetapi masih dalam masa iddah.

Pasal 42
Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj`i ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj`i.

Pasal 43
(1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria :
a.   dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali;
b.   dengan seorang wanita bekas isterinya yang dili`an.
(2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a. gugur, kalau bekas isteri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba`da dukhul dan telah habis masa iddahnya.

Pasal 44
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. 


Lihat Juga Artikel lain dengan meng KLIK di bawah ini :

Kompilasi Hukum Islam Tentang Mahar


 BAB V
MAHAR

Pasal 30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.

Pasal 31
Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

Pasal 32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya.


Pasal 33
(1) Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
(2)  Apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau sebagian. Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi hutang calon mempelai pria.


Pasal 34
(1) Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.
(2) Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar masih terhutang, tidak mengurangi sahnya perkawinan.

Pasal 35
(1) Suami yang mentalak isterinya qobla al dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.
(2) Apabila suami meninggal dunia qobla al dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil.

Pasal 36
Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya atau dengan uang yang senilai dengan harga barang mahar yang hilang.

Pasal 37
Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,penyelesaian diajukan ke Pengadilan Agama.

Pasal 38

(1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon mempelai tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahal dianggap lunas.
(2) Apabila isteri menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami harus menggantinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama Penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap masih belum dibayar. 

Kompilasi Hukum Islam Tentang Rukun dan Syarat Perkawinan


BAB IV
RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN

Bagian Kesatu
Rukun

Pasal 14
Untuk melaksanakan perkawinan harus ada :
a.   Calon Suami;
b.   Calon Isteri;
c.   Wali nikah;
d.   Dua orang saksi dan;
e.   Ijab dan Kabul.

Bagian Kedua
Calon Mempelai

Pasal 15

(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurangkurangnya berumur 16 tahun
(2) Bagi calon mempelai yang bgelum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun 1974.

Pasal 16
(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.
(2) Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.

Pasal 17
(1) Sebelum berlangsungnya perkawinan Pegawai Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah.
(2) Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.
(3) Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau tuna rungu persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan atau isyarat yang dapat dimengerti.

Pasal 18
Bagi calon suami dan calon isteri yang akan melangsungkan pernikahan tidak terdapat halangan perkawinan sebagaimana diatur dalam bab VI.

Bagian Ketiga
Wali Nikah

Pasal 19
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya

Pasal 20

(1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.
(2) Wali nikah terdiri dari :
a.   Wali nasab;
b.   Wali hakim.


Pasal 21
(1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.
      Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
      Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
      Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
      Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.
(2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
(3) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan maka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang seayah.
(4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.

Pasal 22
Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya.

Pasal 23
(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.
(2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut.

Bagian Keempat
Saksi Nikah

Pasal 24
(1)  Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah.
(2) Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi

Pasal 25
Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang laki-laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu atau tuli.


Pasal 26
Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akdan nikah serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan ditempat akad nikah dilangsungkan.

Bagian Kelima
Akad Nikah

Pasal 27
Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu.

Pasal 28
Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah mewakilkan kepada orang lain.

Pasal 29

(1) Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi.
(2) Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
(3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili,maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan. 



Lihat Juga Artikel lain dengan meng KLIK di bawah ini :

Kompilasi Hukum Islam Tentang Peminangan


BAB III
PEMINANGAN
Pasal 11
Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perentara yang dapat dipercaya.
Pasal 12
(1) Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang`wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahya.
(2) Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj”iah, haram dan dilarang untuk dipinang.
(3) Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dan pihak wanita.
(4) Putusnya pinangan untuk pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.
Pasal 13
(1) Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.
(2) Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai. 


Kompilasi Hukum Islam Tentang Dasar-Dasar Perkawinan


BAB II
DASAR-DASAR PERKAWINAN
Pasal 2
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Pasal 3
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Pasal 4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal 5
(1)  Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
(2)  Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
Pasal 6
(1)  Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akat Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
(b) Hilangnya Akta Nikah;
(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;
(d) Adanyan perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;
(e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;
(4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.
Pasal 8
Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian,ikrar talak, khuluk atau putusan taklik talak.
Pasal 9
(1) Apabila bukti sebagaimana pada pasal 8 tidak ditemukan karena hilang dan sebagainya, dapat dimintakan salinannya kepada Pengadilan Agama.
(2) Dalam hal surat bukti yang dimaksud dala ayat (1) tidak dapat diperoleh, maka dapat diajukan permohonan ke Pengadilan Agama.

Pasal 10
Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah. 


Kompilasi Hukum Islam Tentang Hukum Perkawinan


Kompilasi Hukum Islam

BUKU I
HUKUM PERKAWINAN
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Yang dimaksud dengan :
a. Peminangan ialah kegiatan kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita;
b.   Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah;
c.   Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi;
d.   Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam;
e.   Taklik-talak ialah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa Janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang;
f.    Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun;
g.   Pemeliharaan anak atau hadhonah adalah kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri;
h. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua, orang tua yang masih hidup, tidak cakap melakukan perbuatan hukum;
i.    Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya;
j.    Mutah adalah pemberian bekas suami kepada isteri, yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya.

Kisah Orang-Orang Sabar

Pengemis Buta Masuk Islam Karena di Suapi Rasulullah

Ketika Rasulullah tinggal di Makkah, terdapat seorang pengemis Yahudi buta yang berada di ujung pasar. Dia selalu berkata kepada orang yang lewat untuk menjauhi Rasulullah.


"Wahai saudaraku, jangan kau dekati Muhammad. Dia itu gila, pembohong, tukang sihir, apabila kalian mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya," kata pengemis buta itu/


Setiap pagi Rasulullah pergi ke ujung pasar dan membawakan makanan untuk pengemis buta itu. Rasulullah kemudian menyuapi pengemis tua itu, meski selalu mendapat pesan untuk tidak mendekati Muhammad.


Setelah Rasulullah wafat, tidak ada lagi orang yang menyuapi si pengemis buta. Kebiasan Rasulullah terdengar oleh Abu Bakar, dari putrinya, Aisyah.


Abu Bakar kemudian menjalankan kebiasaan Rasulullah itu dan memberi makanan kepada si pengemis buta. Tapi, si pengemis buta malah membentak.


"Siapa kau?" kata pengemis buta itu dengan nada tinggi.


"Aku orang yang biasa menyuapimu," jawab Abu Bakar.


"Bukan, kau bukan orang yang biasa mendatangiku. Apabila dia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Dia selalu menyuapiku dengan terlebih dulu dia haluskan makanan itu dengan mulutnya kemudian diberikan kepadaku," kata pengemis itu.


Mendengar perkataan itu, Abu Bakar tidak sanggup menahan tangis. Akhirnya dia menangis di depan pengemis buta itu.


"Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Orang yang mulia itu, yang biasa menyuapimu telah tiada. Dia adalah Muhammad Rasulullah SAW," kata Abu Bakar sambil terisak.


Si pengemis buta pun menangis. "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, dia tidak pernah memarahiku, sedikitpun, dia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi. Dia begitu mulia," kata dia.


Usai berkata demikian, si pengemis buta itu kemudian bersyahadat di hadapan Abu Bakar.
(Disarikan dari buku 'Kisah Orang-orang Sabar' Nashiruddin)

Kedudukan Saksi dalam Hukum Islam

Sedangkan masalah saksi, kesaksian dilaksanakan oleh dua orang laki-laki atau satu laki-laki dan dua orang perempuan, dalam hal kontrak keuangan, tersebut dalam al-Qur’an:

…وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنْ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى… 

“…Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki di antara kalian. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya…. (Al-Baqarah/2:282)

Kalimat “syahadah” diambil dari مشهَد yaitu obyek yang terlihat jelas dengan kasat mata, adapun مشهد atau obyek tidak membutuhkan kepandaian dan kecerdasan individu, tetapi lebih sangat memerlukan kesaksian mata telanjang dan lebih ditekankan kepada kejujuran. Berkaitan dengan hal tersebut, derajat hamba Allah yang mendapat gelar akademis seperti M.A. atau Dr. dengan hamba-Nya yang tidak mampu membaca dan menulis adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa strata pendidikan seseorang tidak ada kaitannya dengan perihal persaksian. Akhirnya kejujuran sangat urgen dalam kesaksian dan bukan kecerdasan akal.(Al-Sya`râwî, Tafsîr al-Sya`râwî: 1215)

Pendapat al-Sya`râwî tersebut karena, ia melihat perempuan tidak banyak yang ke luar menyaksikan sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, tetapi perempuan saat ini lebih banyak yang bergelut dengan masalah kerja dan keuangan. Kalau hal ini diketahui oleh al-Sya`râwî sudah barang tentu ia akan berpendapat lain.

Harus dicatat bahwa, ungkapan itu hanyalah bersifat anjuran, bukan perintah wajib, terbukti bagian akhir ayat ini menjelaskan “Janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara kalian, maka tidak ada dosa bagi kalian, (jika) kalian tidak menulisnya”. 

Sesuatu yang perlu diperhatikan yaitu, ayat itu menunjukkan satu saksi laki-laki digantikan dua saksi perempuan, hanya salah seorang di antara keduanya yang menjadi saksi, sedangkan satunya hanya berfungsi untuk mengingatkan, apabila ia ragu, karena pada masa turunnya ayat itu selalu ada kemungkinan saksi perempuan melakukan kesalahan dalam masalah keuangan, bukan karena rendahnya kecerdasan, tetapi disebabkan kurang pengalaman dalam masalah keuangan.

Pendapat Aminah Wadud bahwa, menurut susunan kata ayat ini, kedua perempuan itu tidak disebut keduanya menjadi saksi, karena satu perempuan ditunjuk untuk ‘mengingatkan’ satunya lagi, dia bertindak sebagai teman kerjasama (kolaborator), meskipuan perempuan itu dua, tetapi masing-masing berbeda fungsinya, dan spesifik untuk perjanjian finansial, tidak dimaksudkan untuk diberlakukan secara umum, atau tidak berlaku pada persoalan lain. (Amina Wadud Muhsin, Qur`an and Woman: 85)

Jadi ayat tersebut harus dipandang secara kontekstual, bukan normatif, karena ada 7 (tujuh) ayat lain dalam al-Qur`an, yang menyebutkan tentang kesaksian, tetapi tidak satupun yang menyebutkan saksi satu orang laki-laki digantikan dua orang perempuan. Yaitu: Al-Mâidah/5:106, Al-Mâidah/5:107, Al-Nisâ`/4:15, Al-Nûr/24:4, Al-Nûr/24:6, Al-Nûr/24:8, Al-Talâq/65: 2.

Berdasar ketentuan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa, saksi perempuan diakui sama dengan saksi laki-laki, tidak ada perbedaan diantaranya, khusus masalah keuangan, kalau perempuan menyaksikannya, maka ia berhak menyaksikan sendiri, kalaupun ada perempuan lain fungsinya hanya sebagai pengingat atau penguat.

Sejalan dengan ayat tersebut ada hadis yang seolah-olah menunjukkan laki-laki memiliki kelebihan dibanding perempuan.

عن عبد الله بن عمر عن رسول الله صلىالله عليه وسلم قال...ومارايت من ناقصات عقل ودين اغلب لذى لب منكن قا لت يارسول الله ومانقصان العقل والدين قال اما نقصان العقل فشهادة امراتين تعدل شهادة رجل فهذا نقصان العقل وتمكث الليالى ما تصلى وتفطر فى رمضان فهذا نقصان الدين. رواه مسلم

“…Aku tidak melihat yang kekurangan akal dan agama dari pemilik pemahaman lebih daripada golongan kalian, perempuan itu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah! Apakah maksud kekurangan akal dan agama itu?”, Rasulullah saw bersabda: “Maksud kekurangan akal ialah penyaksian dua orang perempuan sama dengan penyaksian seorang laki-laki. Inilah yang dikatakan kekurangan akal. Begitu juga perempuan tidak mengerjakan sholat pada malam-malam yang dilaluinya, kemudian berbuka pada bulan Ramadan karena haid. Maka itulah yang dikatakan kekurangan agama”.(H.R.Muslim)


(Muslim, Sahih Muslim, 2:.65. .Lihat juga Bukhari dalam kitab Sahihnya (1462) dari Abu Sa’id al-Khudri).

Maksud kekurangan akal, kalau dihubungkan dengan kualitas persaksian, sementara persaksian itu berhubungan dengan faktor budaya, maka dapat saja dipahami sebagai keterbatasan penggunaan fungsi akal bagi perempuan, karena pembatasan budaya di dalam masyarakat.

Namun sangat disayangkan asumsi memposisikan perempuan pada titik marjinal, perempuan kurang akalnya ini tidak terbukti kebenarannya, karena kandungan hadis menjelaskan karakter perempuan berdasarkan struktur fisik dan psikis menurut kodratnya sangat intens dengan perasaan. Hal ini bukan merupakan kekurangan, namun sebaliknya menjadi pembeda dengan laki-laki, dan merupakan keistimewaan tersendiri bagi perempuan yang sangat sesuai dengan tugas keperempuanan, karena fitrah perempuan memang senantiasa menggunakan perasaan lebih banyak dan berpikir dengan proporsi yang lebih sedikit.

Kendati demikian, perasaan perempuan tidak bermakna ia tidak mampu bergerak dan berpikir cepat layaknya laki-laki. Salah satu buktinya adalah perjanjian Hudaibiyah menjadi saksi atas kecerdasan dan ketangkasan perempuan, orang-orang muslim di saat itu menunaikan ihram dan berduyun-duyun menuju Baitullah al-Haram untuk melaksanakan umrah, tidak lupa mereka membawa hewan korban untuk disembelih selepas umrah dan tawaf di sekitar Ka`bah, namun orang-orang menghadang dan menahan langkah mereka, akhirnya pertempuran dingin ini diselesaikan dengan sebuah perjanjian yang terkenal dengan perjanjian Hudaibiyah.

Perjanjian ini ditandatangani oleh Rasulullah dan kaum kafir Mekkah. Berisi orang kafir Mekkah tidak akan mengganggu dan menghalangi langkah orang muslim dan penyebaran dakwah Islam, orang-orang muslim juga tidak akan menghalangi dan menyakiti kaum kafir Quraisy dan kerabatnya serta kaum yang berada di perlindungannya.

Adapun perempuan yang menduduki posisi strategis dan berperan besar dalam perjanjian Hudaibiyah di antaranya, Ummu Salamah. Ketika perjanjian Hudaibiyah ditandatangani dan disahkan, Nabi mengintruksikan untuk menyembelih hewan dan bertahallul, namun isi perjanjian sempat membuat mereka marah, karena menghalangi langkah penyempurnaan tawaf. Mereka tidak memahami hikmah yang tersirat dari perjanjian ini, yaitu sinyal-sinyal kemenangan Islam dan ekspansi wilayah Islam sampai tanah Mekkah.

Andaikata mereka lebih memilih untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan peperangan, maka peperangan ini dapat dikatakan tragis, dalam arti pertempuran akan terjadi antara kaum muslim dan kaum muslim lainnya yang berdomisili di Mekkah, karena tidak sedikit dari warga Mekkah yang menganut agama Islam secara sembunyi-sembunyi.

Pada perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menyembelih hewan dan bertahallul, namun seorang dari umatnya tidak melaksanakan instruksi Rasul, akhirnya Rasul menemui Umu Salamah binti Abi Umaiyyah dengan kemarahan memuncak. 

Umu Salamah berkata:“Apa yang terjadi padamu wahai Rasulullah?” Nabi diam seribu bahasa. Umu Salamah tidak berhenti pada titik ini, dia justeru menanyakan perihal apakah yang membuatnya tidak mau bercerita kepadanya, kemudian Nabi berkata:“Orang-orang muslim telah punah, mereka tidak mengindahkan perintahku, aku memerintahkannya untuk menyembelih hewan dan memotong rambutnya, namun tidak melaksanakannya”. Umu Salamah berkata: “Wahai Rasulullah! Janganlah engkau mencelanya, karena mereka sedang mengalami kejadian yang dilematis akibat isi perjanjian yang menahan perolehan kemenangan yang sebenaranya dapat dicapai, wahai Nabi utusan Allah, keluarlah dan jangan mengeluarkan sepatah katapun, sembelihlah hewanmu dan bertahalullah!”. Akhirnya Nabi menjalankan nasehat isterinya Umu Salamah, kemudian orang-orang menyembelih hewan korbannya dan bertahallul seperti Nabi. (Diriwayatkan Ahmad dalam musnadnya, jilid 4: 336) 

Demikianlah Nabi mengaplikasikan nasehat isterinya Umu Salamah guna menyelesaikan permasalahan yang rumit. Jika pendapat perempuan diklaim sangat tidak proporsional dan akal perempuan tidak sebanding dengan akal laki-laki, secara implisit Nabi dalam hal ini tidak melaksanakan nasehat Umu Salamah. 

Keputusan yang diambil oleh laki-laki dan perempuan sangat jauh berbeda. Hal ini terlihat jelas pada sikap kesehariannya, dapat dibandingkan solusi yang dipakai oleh kedua pihak dalam tataran praktis. laki-laki dalam kesehariannya selalu membudayakan penggunaan akal, karena tugas yang diemban olehnya bekerja mencari penghasilan yang menuntut keterampilan akal tanpa campur tangan perasaan. jika seorang ayah tidak mempunyai uang sepeserpun, sedangkan anaknya meminta uang kepadanya, jelas dia tidak akan memenuhi permintaannya, keputusan tegas diambil berdasarkan akal. Realita akan berkata lain jika anak meminta uang kepada ibunya, dapat dipastikan ibu mencari pinjaman guna memenuhi kebutuhan anaknya walaupun dengan perasaan malu dan penuh deraian air mata.

Jadi nuqsân al-aql yang disebutkan dalam hadis adalah frekuensi penggunaan akal pada perempuan sangat rendah, dalam arti perempuan dalam skala mayoritas sering menggunakan perasaan dalam setiap tindak-tanduknya.

Kalaupun hadis di atas difahami secara tektual, tetapi ada hadis qudsi yang seolah-olah berlawanan dengan hadis di atas, yaitu:

عن ابى موسى رضي الله عنه قال اتىالنبي صلىالله عليه وسلم اعرابيا قاكرمه فقال له: ائتنا فاتاه فقال له رسول الله صلىالله عليه وسلم سل حاجتك قال ناقة تركبها واعنز يحلبهااهلىفقال اعجزتم ان تكونوا مثل عجوز بنى اسرائيل؟ قلوا يارسول الله وما عجوز بنى اسرائيل؟ قال ان موسى عليه السلام لما سارببنى اسرائبل من مصرضالوا الطريق فقال ما هذا؟فقال علماؤهم يوسف عليه السلام لماحضره الموت اخذ بنيامين علينا موثقا من الله ان لاتخرج من مصرحتى تنقل عظامه معنا قال: من يعرف موضع قبره؟ قال: عجوز من بنى اسرائيل فبعث اليها فأتت فقال دليني على قبر يوسف فقالت حتى تعطيني حكمي قال وماحكمك؟ قالت اكون معك فى الجنة فكره ان يعطيها ذلك فاوحىالله اليه ان اعطها حكمها فانطلقت بهم الىبحيرة مستنقع ماء فقالت انضبوا هذا الماء فأنضبوه انضبوا هذا الماء فأنضبوه فقالت احتفروا فاحتفروا فاستخرجوا عظام يوسف فلما أقلوه الى الارض فاذا الطريق مثل ضوء النهار.



“Dari Abu Musa, ia berkata, Nabi SAW mendatangi orang Arab gunung. Beliau memuliakannya. Lalu beliau berkata:”Datanglah kepadaku” Maka ia mendatangi beliau. Kemudian Rasul berkata kepadanya:”Mintalah kebutuhanmu”. Ia mengatakan:”Onta yang engkau naiki, aku bermaksud agar keluargaku memerahnya”. Maka Rasul menjawab:”Apakah kalian sudah lemah (tidak mampu) hingga kalian seperti perempuan bani Israil. ”Para sahabat bertanya:”Wahai Rasul, siapa perempuan bani Israil itu? Rasul menjawab:”Sesungguhnya Musa AS ketika membawa pergi bani Israil dari Mesir, mereka tersesat jalan.


Maka Musa berkata:”Siapa ini?” Ulama mereka menjawab:”Yusuf AS”. Ketika ajal Yusuf tiba. Benyamin menanggung perjanjian dengan Allah supaya kami tidak keluar dari Mesir, sehingga kami membawa memindahkan (membawa) tulang-tulang Yusuf bersama kami. Musa berkata:”Siapa yang mengetahui kuburan Yusuf?” Benyamin menjawab:”Perempuan tua dari Bani Isrâîl”. Maka Musa memerintahkan (utusan) pergi kepadanya (perempuan itu). Maka berkatalah Musa:”Tunjukkanlah aku kuburan Yusuf!” Perempuan itu berkata:”Supaya aku bersama kamu di surga”. Maka Musa menolak untuk memberi yang demikian kepada perempuan. Lalu Allah mewahyukan kepada Musa supaya Musa memberi (memenuhi) permintaan perempuan itu. Maka perempuan itu pergi bersama mereka ke danau, tempat menggenangnya air. Perempuan itu berkata:”Kuraslah air ini!” Kemudian mereka menguras. Perempuan itu berkata lagi:”Hendaklah kalian menggali lubang” Lalu mereka menggali lubang. Perempuan itu berkata:”Hendaklah kalian mengeluarkan tulang-tulang Yusuf”. Ketika mereka mengangkatnya ke atas bumi(tanah). Tiba-tiba ada jalan seperti cahaya siang” ( Al-Imâm Abî al-Hasan Nuruddîn `Ali bin Sultan Muhammad al-Qoriy, Al-Ahâdîs al-Qudsiyyah al-Sahihah, terj. M.Thalib: 149-151.).

Hadis ini sebagai salah satu bukti bahwa perempuan mampu mengingat sesuatu dalam waktu yang lama, dan ingatan itupun berhubungan dengan kecerdasan akal. Dengan demikian, perempuan mampu menjadi saksi yang baik. mampu bertindak dan diajak bicara memecahkan masalah, tidaklah benar kalau perempuan itu kurang akal dan agama.

Perempuan berhak menduduki jabatan politik, dengan syarat mentaati hukum syariat Islam, karena tidak ada teks yang secara tegas (sarih) melarangnya. Sedangkan ayat yang dipakai dasar surat Al-Tawbah/9:71:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنكَر وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ سَيَرْحَمُهُمْ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh menjalankan kebajikan dan melarang dari kejahatan, mendirikan salat menunaikan zakat, mereka taat patuh kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, karena sesungguhnya Allah itu Maha Kuasa lagi Maha bijaksana”.

Dalam tafsir Al-Sya`râwî, kata auliya diartikan bahwa: “Dalam masyarakat mukmin harus saling tolong menolong dan saling memberi nasihat, agar sempurna imannya.” (Al-Sya`râwî, Tafsir al-Sya`râwî,: 5287). Jadi mencakup kerjasama, bantuan, dan penguasaan.

Sedangkan "Menyuruh mengerjakan yang makrûf dan mencegah yang munkar" maksudnya, Ketika mukmin mengerjakan perkara munkar, maka mukmin yang lain mencegahnya, dan ketika mukmin tidak mengerjakan kebaikan, maka mukmin yang lain mengingatkannya. Akhirnya, setiap mukmin memerintah dan diperintah untuk mengerjakan kebaikan dan melarang mengerjakan kemunkaran. Jadi artinya sesama mukmin baik laki-laki maupun perempuan harus saling mengingatkan, ada kemungkinan posisinya menjadi pemerintah atau yang diperintah.

Demikian juga pendapat Sayid Qutub dalam tafsirnya maksud dari amar makruf dan nahi munkar artinya “Menciptakan kebaikan dan menolak kejelekan diperlukan pemerintahan atau kekuasaan dan dengan tolong menolong, hal ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan”.(Sayid Qutub, Fi Zilal al-Qur`ân: 1675).

Dengan ayat itu menunjukkan bahwa, Laki-laki dan perempuan mempunyai hak politik, hak kepemimpinan publik, terbukti keduanya berhak menyuruh mengerjakan yang makrûf dan mencegah yang munkar, mencakup segala segi kebaikan, termasuk memberi masukan dan kritik terhadap penguasa.

Hak perempuan di bidang politik, merupakan hak syar`î, jika dalam beberapa masa lalu perempuan tidak menggunakan hak ini, bukan berarti perempuan tidak boleh dan tidak mampu, tetapi karena tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk memperaktekkannya, atau laki-laki dalam hal ini mengunggulinya, ini bukan berarti hak politik perempuan tidak diakui, justru menjadi suatu hak yang dituntut dan dianggap sangat urgen, terutama di saat sekarang ini. Apalagi, dalam konteks pemberdayaan peran politik perempuan di Indonesia, hak tersebut secara legal-formal telah terjamin eksistensinya. Hal itu terlihat jelas pada pasal 65 ayat 1, UU no. 12 tahun 2003 tentang Pemilu, yang menyatakan bahwa:

“Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPRRI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 %”

Sementara di sisi lain ada hadis yang dijadikan pegangan untuk tidak patut perempuan menjadi pemimpin atau memegang jabatan adalah:

عن ابى بكرة قال لقد نفعني الله بكلمة سمعتها من رسول الله صلى الله عليه وسلم آيام الجمل بعد ماكدت آن آلحق باصحاب الجمل فآقاتل معهم قال لما بلغ رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم آن اهل فارس قد ملكوا عليهم بنت كسرى قال لن يفلح قوم ولو امرهم امرأة رواه البخارى 


“Dari Abî Bakrah berkata: “Allah memberikan manfaat kepadaku pada hari-hari perang Jamal, dengan satu kalimat yang saya dengar dari Rasul SAW setelah aku hampir saja bergabung dengan pasukan unta untuk bertempur bersama mereka”. Abu Bakrah berkata: “Ketika sampai pada Rasul SAW satu berita, bahwa penduduk Persia telah menobatkan puteri Kisra sebagai raja, maka Rasul SAW berkata: “Tidak akan sejahtera suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahannya) kepada perempuan”. (H.R.Bukhari).)Muhammad bin Ismâ`îl Abû `Abdillah al-Bukhârî, Sahih Bukhâri,juz 4:1610)

Hadis tersebut dalam tingkatan ahad tidak mutawatir. Seandainya hadis itu dianggap mutawatir, tetapi sabab al-wurûdnya berkenaan dengan sebab khusus yaitu merespon kejadian tertentu yang bersifat terbatas. Rasulullah SAW mengatakannya berkaitan dengan naiknya Puteri Kisra raja Persia sebagai pemegang pemerintahan. 

Hal itu tidak termasuk perundang-undangan yang bersifat umum, sebab berasal dari Rasulullah dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin negara, tidak sebagai rasul.Kalaupun hadis tersebut dianggap sebagai perundangan untuk umum, maka maknanya secara bahasa yang tepat adalah dikuasainya seluruh urusan negara, serta pemerintahan secara menyeluruh oleh perempuan. Ini suatu hal yang tidak mungkin, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Hadis tersebut memakai kata امرأة adalah bentuk nakirah jadi perempuan yang bersifat umum, sehingga perlu ada taqyid atau batasan, artinya perempuan yang mempunyai kemampuan memimpin tidak menjadi masalah kalau dia menjadi pimpinan atau memegang jabatan.

Kalau di lihat dari perawinya yaitu Abû Bakrah, ia menggali hadis tersebut setelah kalahnya `Aisyah di perang Jamal, yang telah terpendam 25 tahun dari ingatannya dalam situasi dan konteks yang berbeda.(Fatima Mernisi, Wanita di dalam Islam, terj. Yaziar Radianti:62).

Hadis itu tidak ada sebelum perang jamal, dimana `Aisyah isteri Nabi menjadi pimpinan pasukan yang di dalamnya banyak sahabat mengikutinya, tidak seorangpun sahabat keberatan atas kepemimpinannya. Bahkan Abû Bakrahpun ada, dan tidak membelot darinya. Seandainya dia yakin bahwa Nabi melarang perempuan menjadi pemimpin, tentulah ia segera keluar dari barisan `Aisyah, setelah ia teringat hadis di atas. Hal ini menunjukkan bahwa, kepemimpinan perempuan dalam hal ini adalah `Aisyah diterima oleh para sahabat terkemuka.

Bukti bahwa perempuan mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memikul masalah besar adalah terdapat dalam al-Qur`an tentang Hajar, ibu Nabi Ismâ`îl AS, tentang ibu Nabi Musa AS., dan tentang Maryam, ibu Nabi Isa AS. Dari bukti tersebut menunjukkan bahwa perempuan dapat mengatasi masalah, kendatipun dalam scop yang luas, seperti persoalan dalam suatu negara

Demikianlah pembahasan secara kritis tentang hak perempuan dalam politik menurut Islam. Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan ayat atau hadis yang melarang kaum perempuan untuk aktif dalam dunia politik, demikian juga menjadi pemimpin. Sebaliknya Al-Qur’an dan hadis banyak mengisyaratkan tentang kebolehan perempuan aktif menekuni dunia tersebut. Jadi Islam memberikan peran terhadap perempuan untuk berpolitik.