Yang Menanti Uluran Tangan Dari Langit

Serasa mendapat pertolongan dari langit, begitulah perasaan ‘Mpok Enah ketika mendapat bantuan uang dan makanan dari tetangganya, Ibu Sali. Bagaimana tidak senang? Maemunah yang lebih dikenal dengan panggilan ’Mpok Enah itu, adalah seorang janda miskin beranak tiga. Penghasilannya hanya mengandalkan menerima cucian beberapa orang tetangganya. Pekerjaan itu pun tidak selamanya berjalan mulus. Jika ia sakit, ya… tidak ada penghasilan yang masuk. Waktu Bu Sali datang menenteng “bawaan” ke rumahnya, ’Mpok Enah memang sudah 3 hari sakit. 

Walaupun tampak pucat, Maemunah memaksakan diri melepaskan senyumnya seceria mungkin, tatkala menerima bingkisan dari Ibu Sali yang nama panjangnya Salimah. Tak putus-putusnya ia mengucapkan syukur dan terima kasih pada tetangganya yang baik hati itu. Padahal ia nyaris keluar rumah untuk menyambangi lagi para tetangga yang butuh tenaganya, seandainya Bu Sali tidak bertandang ke rumahnya. Walaupun sebetulnya badannya masih lemah. Sebab ketiga anaknya sudah ribut lapar, sementara persediaan uangnya sudah habis. Anaknya yang paling besar (kelas II SD) pun, ia belum lunasi SPP-nya selama 3 bulan berturut-turut. 

Maka di saat-saat menghadapi situasi amat kritis seperti itu, Bu Sali baginya seperti malaikat penolong yang turun dari langit. Ini untuk kesekian kalinya Bu Sali menolong dirinya, saat dia menghadapi kesulitan. Entah, kenapa orang itu begitu berbaik hati pada dirinya, pikir Maemunah. Padahal tetangga-tetangganya yang lain belum pernah ada yang mau tau tentang keadaan rumah tangganya. Pernah ketiga anaknya sakit, tapi ia tak punya uang sama sekali untuk berobat. Sementara, tak satupun tetangga yang mau mengunjunginya. Akhirnya ia terpaksa menjual kalung emas seberat 3 gram warisan dari almarhum suaminya untuk biaya berobat anaknya. 

Kalau badannya fit, dan anak-anaknya sehat, Maemunah tak begitu bingung dan resah. Seribu dua ribu rupiah biasanya masih ada di tangan untuk sekadar jajan sekolah anaknya. Tapi jika ia sakit, apalagi anaknya juga sakit, perasaannya pasti sangat tidak karuan. Sedih, bingung, dan nyaris putus asa jika menghadapi situasi kritis seperti itu. Celakanya, keadaan stabil dimana diri dan anak-anaknya sehat, lalu ia punya sedikit tabungan, justru tak pernah berlangsung lama. Ia malah relatif lebih sering mengalami fase-fase kritis, khususnya ketika ia tak sanggup menerima cucian selama beberapa hari. Maklum belakangan ini tubuhnya dirasakan cepat letih, tidak setegar ketika masih ada sang suami di sampingnya dua tahun lalu. 

Fenomena ’Mpok Enah mungkin juga ada di sekitar rumah kita. Sebagai seorang Muslim/Muslimah sepatutnyalah kita tidak menutup mata dengan berbagai fenomena sosial yang ada. Mungkin ada satu atau lebih tetangga kita yang nasibnya tidak seberuntung kita. Tak usah menunggu mereka datang kepada kita untuk minta pertolongan. Tapi kitalah yang semestinya pro-aktif menyinggahi saudara-saudara kita yang nasibnya kurang beruntung itu. Karena Allah menakdirkan kita diberikan kelebihan rezekiNya, sehingga kitalah yang mestinya menjadi pelayan orang-orang dhu’afa itu. Percayalah pemberian seribu dua ribu rupiah atau sepiring makanan, mungkin tak berarti bagi kita. Tapi bagi yang butuh pertolongan, pemberian itu sungguh sangat berarti.

Bukankah Islam juga mengajarkan kita untuk senantiasa mengasah ketajaman sense of social kita? Mengajarkan kita menjadi khodimul ummah (pelayan umat) yang baik? Al Qur’an mengisyaratkan, bahwa yang disebut kebaktian (al birr) tidaklah cukup hanya dengan beriman kepada Allah, Hari Akhir, Malaikat, Kitab-Kitab dan Nabi-NabiNya. Kebaktian juga harus diikuti dengan menunjukkan perilaku sosial yang baik. 

”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian. Akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang yang meminta-minta, serta (memerdekakan) hamba sahaya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan merekalah itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS 2 : 177)

Sebaliknya Allah swt mengancam orang-orang yang kikir dan tak peduli dengan nasib orang miskin dan anak yatim dengan menyediakan bagi mereka neraka jahannam. Betapapun mereka rajin mengerjakan shalat (QS 2 : 107). 

Sedangkan Nabi mulia mengingatkan, bahwa tidak beriman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan. Kita berlindung kepada Allah swt agar tidak tergolong ke dalam kelompok orang-orang yang dimaksud Al Qur’an dan hadits Rasul di atas. 

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melapangkan hati kita untuk bisa menjadi Salimah-Salimah di lingkungan kita. Yakinlah saudaraku, masih banyak ’Mpok Enah – ‘Mpok Enah yang bertebaran di sekeliling kita, baik yang kelihatan maupun yang tersembunyi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Yang Menanti Uluran Tangan Dari Langit "

Post a Comment