Orang Yang Dhuafa

Berkoalisi dengan Dhuafa

Pada awal-awal tahun syiar Islam, Muhammad Rasulullah SAW berusaha mencari dukungan dari beberapa pemimpin suku di Makkah. Istilah bahasa politik kita sekarang: berkoalisi. Tujuan beliau jelas, agar barisan Islam yang kala itu masih baru dan didukung sedikit orang, menjadi kuat dan mantap.

Dalam berbagai kesempatan, beliau rajin melakukan lobi, terutama dengan pembesar Quraisy yang amat disegani. Ketika sedang asyik-asyiknya membicarakan koalisi dengan mereka --seperti Abbas bin Abdul Muthalib, Al-Walid bin Al-Mughirah, Abu Jahal bin Hisyam, dan Umaiyah bin Khalaf-- agar bersedia masuk Islam, tiba-tiba nyelonong seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum.

Ia adalah anak paman dari Khadijah binti Khuwailid, yang tak lain adalah istri Rasulullah. Abdullah ini rupanya kurang sensitif membaca situasi yang sedang serius. ''Wahai Rasulullah, ajarilah saya tentang Islam dan apa pun yang diajarkan Allah kepadamu,'' katanya memotong pembicaraan.

Bukan cuma satu-dua kali Abdullah memotong pembicaraan sehingga acara lobi itu terganggu. Karuan saja wajah Rasulullah berubah masam. Saat itulah Allah SAW menegur Muhammad lewat wahyu yang kemudian dihimpun dalam surat 'Abasa (Ia Bermuka Masam).

''Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu, barangkali ia juga ingin membersihkan diri (dari dosa), atau ia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat baginya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (kaya), maka kamu melayaninya. Padahal tak ada (celaan) atasmu jika ia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.'' (QS 80: 1-11)

Dalam kitab Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul, Al-Imam Jalaluddin As- Suyuti yang mengutip At-Tirmidzi dan Al-Hakim, menyebutkan bahwa surat tersebut merupakan teguran tajam dari Allah kepada Muhammad.

Sejak itu sikap Nabi terhadap Abdullah berubah. Dan, terbukti, Abdullah benar. Para tokoh kuat dan kaya suku Quraisy yang diajak koalisi oleh Nabi disertai harapan ''anak buah'' mereka pun akan ramai-ramai ikut masuk Islam, malah menjadi musuh besar Islam. Perlakuan kasar merekalah yang kemudian menyebabkan Rasulullah memutuskan hijrah ke Madinah.

Dalam banyak riwayat (tarikh), kita tahu misi dan visi Nabi pada awalnya justru berhasil karena berkoalisi dengan kaum lemah (dhuafa): para mualaf, rakyat biasa dan miskin (bukan tokoh populer), para gembel, dan juga budak-budak --di samping beberapa tokoh kuat seperti Khadijah dan Abu Bakar.

Begitu bangga Rasulullah pada mereka sampai beliau pernah berkata bahwa merekalah (kaum lemah) sebenarnya sumber kekuatan kepemimpinan beliau. Allah makin menguatkan kebenaran itu dalam surat Saba' ayat 34-35. Wallahu a'lam. (EH Kartanegara)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Orang Yang Dhuafa"

Post a Comment