Mengatasi sifat terlalu cemburu

Assalamu’alaikumWr.Wb 

Saya baru menikah dan memiliki istri yang masih bekerja dan masih kuliah. Saya juga sudah bekerja. Kami berdua adalah aktivis da’wah. Saya punya sifat setia dan sekaligus cemburu karena rasa sayang saya kepada istri. Saya sudah katakan bahwa saya punya sifat yang terakhir tersebut. 

Saya maklum jika dimana-mana kita belum bisa menghindari ikhtilat karena kondisi tempat kerja dan kuliah yang belum Islami betul, bercampur baur laki-laki dan perempuan. Saya tidak akan menceritakan apa yang telah dilakukan istri saya terhadap saya sehingga membuat saya cemburu, yang pasti saya telah melihat bukti dan kenyataan tersebut bahkan diakui dengan penjelasan dari ia pula agar aku bisa memahami kejadian yang sebenarnya terjadi dan sebenarnya aku belum bisa menerimanya. Saya hanya ingin bersikap tegas terhadap dia untuk mengubah gaya hidupnya sebelum menikah dengan saya supaya saya tidak tersiksa terus menerus diperlakukan demikian dengan berdasarkan dalil dari syar’i. 

Pertanyaan saya adalah :

1.Bagaimana Islam menghukumi sifat cemburu ini kepada istri kita? 

2.Jika sifat ini terlarang ,bagaimana mengobatinya? 

3.Jika sifat ini dibenarkan oleh syar’i bolehkah saya menasehati istri saya untuk membatasi pergaulan dia terutama kepada laki-laki ditempat kerja maupun ditempat kuliah,karena setahu saya, saya berhak untuk itu? atau saya perintahkan saja sekalian untuk berhenti kuliah? mohon dalilnya yang lengkap karena saya hanya mau dinasehati dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam.

Mohon jawabannya segera untuk menenangkan hati saya yang tidak karuan begini.kalo bisa dikirim juga lewat email saya ini 


Jawab : 

Sdr/'abdullah Wa'alaikum Salâm Warahmatullâhi Wa barokâtuh 

Sifat cemburu merupakan sifat yang alami dan fitrah yang diberikan oleh Allah, tidak saja kepada manusia bahkan kepada binatang sekalipun. Sifat ini bisa menjadi positif dan bisa pula menjadi negatif tergantung dalam kondisi apa ia ditumpahkan. Dalam hal ini, apa yang anda alami bisa dilihat dari dua sisi tersebut; pada sisi mana kondisinya. 

Dikarenakan anda berdua adalah aktivis dakwah –alhamdulillah– maka kami yakin bahwa kita semua memiliki rujukan yang sama dalam mengambil hukum syar’i yaitu Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam. Di dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman : “…. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…”. (Q.,s. al-Hasyr : 7). Dan di dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda : “Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara ; kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang kepada keduanya; Kitabullah dan Sunnah NabiNya”. (H.R. Imam Malik). 

Kita juga wajib menjadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam sebagai suri teladan yang baik. Maka Rasululllah sebagai manusia biasa juga mengalami hal tersebut, khususnya pada diri isteri beliau seperti ‘Aisyah dan Ummu Salamah –radhiallahu ‘anhuma. 

Mengenai kecemburuan yang memiliki dua sisi dan bagaimana pengakuan dalam masalah ini, ada banyak hadits yang menyatakan hal tersebut yang akan kami sampaikan disini tiga diantaranya : 

Pertama hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasai : 

Dari Ibnu Jabir dari bapaknya (Jabir bin Abdullah), dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda : ”Sesungguhnya (satu sisi) dari “ghairoh” (sifat cemburu) ada yang dicintai oleh Allah ‘Azza Wa Jalla, dan ada (sisi lain) darinya yang dibenci oleh Allah ‘Azza Wa Jalla. Dan (satu sisi) dari “khuyala’ “ (sifat takabbur/sombong) ada yang dicintai oleh Allah dan ada (sisi lain) darinya yang dibenci oleh Allah. 

Adapun (sisi) “ghairoh” yang dicintai oleh Allah adalah ghairoh dalam keraguan (cemburu karena meragukan sesuatu yang memiliki bukti yang kuat untuk diragukan/disangsikan) sedangkan “ghairah” yang dibenci oleh Allah adalah ghairoh bukan dalam keraguan (cemburu dalam hal yang tidak patut diragukan karena tanpa alasan yang kuat) . Adapun kesombongan yang dicintai oleh Allah ‘Azza Wa Jalla adalah kesombongan seorang laki-laki terhadap dirinya sendiri ketika dalam perang dan sedekah sedangkan kesombongan yang dibenci oleh Allah ‘Azza Wa Jalla adalah kesombongan dalam kebathilan “. (H.R. Imam an-Nasai). 

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan betapa ‘Aisyah mengakui kecemburuannya terhadap Khadijah, isteri pertama Rasulullah : 

Dari ‘Aisyah, dia berkata : “Aku tidak pernah cemburu kepada salah seorangpun dari isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam melebihi cemburuku kepada Khadijah, (hal ini) dikarenakan seringnya beliau menyebut-nyebutnya padahal aku tidak pernah sekalipun melihatnya (Khadijah) “. (H.R.Imam Muslim). 

Dalam riwayat Bukhari dikatakan : 

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata : “Aku tidak pernah cemburu kepada salah seorang dari isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam melebihi rasa cemburuku kepada Khadijah padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam sering menyebut-nyebutnya; terkadang dia menyembelih kambing kemudian dipotong-potong menjadi beberapa bagian lantas (bagian-bagian tsb) dikirimkan kepada teman-teman dekat Khadijah, dan terkadang aku berkata kepada beliau :” sepertinya tidak ada lagi wanita di dunia ini selain Khadijah”, lalu beliau bersabda: ”Sesungguhnya dia (Khadijah) pernah (begini) dan pernah (begitu) bahkan darinya anak-anakku lahir”. 

Maksudnya; Nabi menyebutkan kebaikan-kebaikan Khadijah dan kehidupan beliau selama bersama dengannya sehingga merupakan nostalgia yang tak pernah terlupakan dan sangat mengesankan maka beliau sering menyebutkan (memuji-muji perbuatan Khadijah tersebut); dia (Khadijah) pernah begini…pernah begitu….dst. (H.R. Imam Bukhari). 

Kami rasa beberapa hadits diatas dapat menyejukkan kembali suasana hati anda bahwa sebenarnya “cemburu” itu adalah sifat yang alami dan fithrah karenanya Rasul pun tidak mencela ‘Aisyah dalam hal tersebut dan tentunya Rasulullah tahu bahwa tindakan beliau itu mengundang reaksi dari ‘Aisyah. Begitu juga dengan Ummu Salamah tatkala akan dilamar oleh Rasulullah, sebelum menerima beliau, ia berterus terang bahwa ia termasuk wanita “pencemburu” dan beberapa hal lainnya….maka Rasulullah berdoa agar rasa “cemburu” nya itu hilang …dst .(H.R. Ahmad). 

Maka berdasarkan pada ayat dan beberapa hadits diatas kami rasa anda dapat menganalisa lebih mendalam lagi apakah “kecemburuan” anda itu sudah dalam porsinya alias pada tempatnya sehingga ia merupakan cemburu yang dicintai oleh Allah diatas ataukah tidak… 

Dalam hal ini hanya anda yang tahu dengan didukung oleh seberapa kuat, misalnya bukti yang anda miliki atas keraguan anda tersebut. Dan bila memang anda punya bukti kuat dan memiliki saksi untuk itu maka kecemburuan anda itu –Insya Allah- memang pada tempatnya dan itu adalah hak anda. 

Yang jelas walau bagaimana pun suami memiliki hak dan kewajiban terhadap isteri begitu juga sebaliknya. Diantara kewajiban suami (dan hak isteri untuk mendapatkannya) adalah mengajarinya ilmu-ilmu syar’i yang diantaranya bagaimana batasan pergaulan dan wilayah yang boleh secara syar’i dilakukan oleh seorang wanita. Oleh karena itu, menasehati isteri adalah bagian dari kewajiban suami. Berkaitan dengan pekerjaan dan suasana di tempat kerja isteri anda yang terdapat ikhtilath (sangat sulit untuk mencari tempat kerja yang tidak ada ikhtilathnya bahkan hampir mustahil); sebaiknya anda nasehati isteri anda dengan baik dan diskusikan dalam suasana yang rileks, harmonis dan tidak emosionil ..apalagi anda berdua adalah aktivis dakwah yang tentunya memahami hal ini. 

Memang dalam kehidupan rumah tangga mesti ada yang namanya “percekcokan” atau paling tidak “salah faham”, dsb.. yang semua itu bila tidak diselesaikan dengan suasana yang jernih dan imani sangat sulit untuk memecahkannya, bahkan bisa membawa (Laa qaddarallah = mudah-mudahan Allah tidak menakdirkan demikian) ke jurang kehancuran suatu keluarga. 

Dalam kehidupan rumah tangga itu memang banyak tantangan sehingga orang dihadapkan kepada dua sisi yang berlawanan; disatu sisi ia harus idealis dan mempertahankan prinsip sedangkan pada sisi yang lain ia terdesak oleh himpitan ekonomi dan tuntutan-tuntutan yang menjadi tanggung jawabnya. Namun orang yang bijak pasti bisa menempatkan keduanya pada posisi yang tidak saling berlawanan. Bila isteri anda menerima dengan ikhlas nasehat anda (dalam suasana yang kondusif tentunya) berkaitan dengan pembatasan pergaulannya sehingga sesuai dengan aturan syara’, maka anda ajak lagi bagaimana jalan keluarnya artinya apakah perlu ia (isteri anda) pindah atau keluar dari tempat kerja itu ?… sebab bila ia terus dalam suasana seperti itu sedangkan ia tahu hal itu adalah menyalahi aturan syara’ dengan terjadinya ikhtilath tersebut tentu ia akan tetap dalam wilayah yang dapat menjerumuskannya.. dan hal itu ditambah lagi dengan sisi hati anda selaku suami yang sangat mudah “cemburu” lantaran setia dan sayangnya anda kepada isteri anda. 

Jadi, kecemburuan anda tersebut ada penyebabnya yaitu “bekerjanya isteri anda di tempat yang jauh dari anda dalam suasana ikhtilath”. Maka permasalahan yang sebenarnya adalah masalah “adanya ikhtilath dan bekerjanya wanita” di luar rumah. Adapun masalah “ikhtilath” maka dirinci lagi sebagai berikut: 

Pertama, ikhtilathnya wanita dengan mahram-mahramnya maka hal ini tidak diragukan lagi kebolehannya. 

Kedua, ikhtilathnya wanita dengan orang-orang asing dengan tujuan yang tidak baik/rusak maka hal ini juga tidak diragukan lagi haramnya. 

Ketiga, ikhtilathnya wanita dalam rangka belajar, di toko-toko, kantor-kantor, rumah sakit, pesta-pesta dll…maka hal ini sebenarnya dianggap enteng oleh sebagian orang dan mereka mengira bahwa hal itu tidak menyebabkan terjadinya fitnah, padahal realitanya tidak demikian sebab berdasarkan banyak dalil baik dari al-Qur’an maupun dari hadits sangat menguatkan terjadinya fitnah dalam suasana-suasana tersebut sebab manakala masing-masing jenis secara alami telah memiliki kecondongan dan ketertarikan terhadap lawan jenisnya maka hal itu akan cepat terjadi bila kedua nya telah saling bertemu dalam suatu tempat dan semakin tempat bertemunya itu sepi dari keramaian maka akan semakin besar rasa kecondongan dan ketertarikan itu tumbuh plus godaan Syaithan. 

Banyak contoh yang terdapat baik dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam diantaranya kisah Nabi Yusuf dengan “Imroatul ‘Aziz” (isteri penguasa Mesir kala itu) dan kisah ini tentu amat masyhur (lihat QS. Yusuf : 23). Begitu juga perintah bagi laki-laki dan wanita untuk memalingkan matanya “ghadhdhul bashar”. (Lihat QS. an-Nur : 30-31). 

Diantara hadits yang menguatkan bahwa “ikhtilath” itu diharamkan adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah: 

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya shalat wanita yang paling dicintai oleh Allah adalah (shalat) ditempat yang amat gelap dari (bagian) rumahnya”. 

Yang dapat diambil kesimpulan dari hadits diatas adalah bahwa agama (syara’) menganjurkan wanita shalat di rumahnya dan itu adalah lebih afdhal/utama baginya dari shalat di masjid biasa bahkan dari shalatnya dia di masjid Nabawi maka tentunya dalam hal ini bila ia dilarang ikhtilath adalah lebih utama (Lihat al-Fatawa al-Jâmi’ah lil mar-ah al-Muslimah, Juz III, h. 10891097…diterjemah secara bebas dan disarikan). 

Sebab kepergiannya ke masjid meskipun dapat pahala tetapi mengandung resiko “ikhtilath” karenanya lebih utama ia shalat di rumahnya demi terhindari dari “ikhtilath” itu. (logikanya larangan itu lebih pada alasan adanya ikhtilath itu sendiri). Mengenai “bekerja di luar rumah bagi wanita” maka disyaratkan tidak terjadinya ikhtilath itu dan dalam bidang yang memang spesialisasi wanita disitu seperti mengajar di sekolah-sekolah yang khusus wanita, perawat wanita . 

Akhirnya, dengan begitu panjangnya uraian diatas kami melihat bahwa : 

Sudah menjadi kewajiban anda menasehati isteri anda dan kewajiban isteri pula ta’at kepada suami selama ia tidak mengajak kepada berbuat maksiat terhadap Allah. 

Kecemburuan anda adalah alami dan fithrah apalagi dalam kehidupan rumah tangga sebagaimana kami tuliskan kepada anda beberapa hadits berkenaan dengan hal itu, bahkan dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari) dikatakan bahwa orang yang merelakan isterinya berbuat keji atau membiarkan terjadinya perbuatan keji di rumahnya termasuk salah seorang dari tiga orang yang diharamkan oleh Allah masuk surga. 

Bila kecemburuan anda itu karena keraguan yang didukung oleh bukti yang kuat maka hal itu termasuk yang dicintai oleh Allah tersebut -Insya Allah-. 

Akar permasalahan yang sebenarnya adalah terjadinya “ikhtilath” dan “masalah bekerjanya wanita di luar rumah” dan masalah hukum keduanya menurut ulama secara global telah kami sebutkan . 

Perlunya anda berdiskusi dengan isteri anda untuk mencari jalan keluarnya dalam suasana yang kondusif dan rileks, tidak emosionil apalagi anda berdua adalah sama-sama aktivis dakwah yang -Insya Allah- sangat terbuka dan penuh ikhlas dalam menerima suatu kebenaran dari siapapun datangnya selama berdasarkan dalil-dalil yang kuat dan mengesampingkan kepentingan sesaat demi kepentingan agama dan masa depan yang lebih utama dan bersifat kontinyu termasuk juga pendapat dan nasehat orang-orang tua anda berdua. 

Perlunya anda berdua (setelah mendiskusikannya) untuk segera mencarikan tempat kerja isteri anda yang jauh dari ikhtilath dan dalam spesialisasi yang berkaitan dengan wanita (bila memang masih perlu karena, misalnya, tuntutan hidup) meskipun kami menyadari hal ini sangat sulit tetapi –Insya Allah – akan lebih berkah. 

Semoga apa yang kami sampaikan ini dapat bermanfaat dan semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridhaiNya. Amin. Apa yang benar, semata-mata berasal dari Allah Ta’ala dan yang salah, semata berasal dari diri kami pribadi dan dari syaithan, kepada Allah kami mohon ampunan. Wallahu a'lam. 

Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengatasi sifat terlalu cemburu"

Post a Comment