Hari Ulang Tahun Ibuku

Hari Ini Ulang Tahun Ibuku 

16 April 2003, Puji Syukur pada-Mu Ya Allah, hari ini ibundaku telah genap berusia 61 tahun. Suatu masa yang panjang dan berarti bukan hanya baginya dalam menjalani hidup, tapi merupakan tetes-tetes perjuangan yang terajut menjadi kesuksesan delapan putra-putrinya.

Ibuku bukan seorang sarjana, bukan pula seorang cendekia. Ibuku, lahir dari sebuah keluarga biasa, tapi terlahir dengan semangat yang luar biasa. Bagaimana tidak, dari sembilan saudaranya, ibuku satu-satunya yang diberikan kehidupan oleh Allah, sedang yang lainnya sudah tiada. Seperti gadis seusianya pada saat awal kemerdekaan ibuku bersekolah hingga muallimat. Ibu sangat rajin membaca sehingga mampu menuangkan pikirannya dalam bait-bait puisi yang ditulisnya dalam majalah Koentjoep, bacaan remaja saat itu. 

Namun, nasib pula yang mempertemukan ibu dengan ayah, walaupun dengan sedikit kegetiran. Dalam kungkungan jaman dan tradisi. Ibu harus bersanding di usia yang sangat belia, 9 tahun. Hal itu tak membuat surut semangatnya, hingga bisa menamatkan Aliyah. Walaupun kemudian kehidupannya menjadi hanya sesempit rumah dan pekarangan, ibu terus berkarya, menulis, mencipta, sehingga terangkailah suatu dialog-dialog indah yang kemudian disiarkan menjadi drama radio jaman itu yang berkisah tentang pedihnya kasih tak sampai. Mungkin cerita itu adalah luapan isi hati ibu yang bercampur dengan ide-ide dan gaya bahasa Buya Hamka, salah satu penulis favoritnya yang menulis Tenggelamnya Kapal Van der Wijk.

Waktu terus bergulir, dengan izin Allah putra pertama ibu lahir saat ibu berusia 17 tahun. Suatu berkah namun menjadi ujian ketika bayi tersebut harus dimakamkan dalam usia 3 bulan. Tapi Allah Maha Pengasih, dibalik kesedihan itu ternyata kemudian Allah memberikan tujuh putra-putri lagi untuk ibu. Saat Gestapu mencekam, ayah yang aktivis pemuda muslim mendapat mandat untuk menjadi lurah yang terus dipercayakan kepadanya hingga 30 tahun kemudian. Ibu harus membagi waktu antara mengasuh kami dan membina warga desa melalui program PKK dan sejenisnya. Naluri seni ibu, di sisi lain, tetap melaju tak terbendungkan, berawal dari qasidah sederhana hingga terbentuklah sebuah orkes melayu -tak kurang didukung oleh penyanyi yang akhirnya menjadi salah satu legenda musik melayu di Indonesia dengan lagunya Keagungan Tuhan dan Sepiring Berdua.

Ibu, tak terasa putra-putrimu terus tumbuh. Satu kebijakan dan komitmen ibu terhadap pendidikan agama adalah semua anaknya harus bersekolah di SD Islam, walaupun kemudian mereka melanjutkan ke sekolah umum. Ternyata engkau benar Ibu, hal itu sangat berharga bagi kami saat ini. Namun, itu tak cukup bagi ibu, anak-anaknya harus merasakan atmosfir ‘ngaji’, meski dengan metode tradisional tapi menambah wawasan hukum Islam yang tertulis dalam kitab-kitab kuning. Sekali lagi engkau benar ibu, ngaji kampung itu tidak membuat anak-anakmu kampungan di masanya -saat merebaknya era globalisasi.

Bagi ibu, untuk menguasai ilmu psikologi, kuliah bukanlah satu-satunya jalan. Dengan berbekal acara kesejahteraan keluarga di TVRI dan beberapa buku psikologi, ibu menetapkan caranya mendidik kami -bukan dengan menyuruh tapi memberi contoh. Dengan tiap hari membaca Al Qur’an dan sholat tahajjud, ibu menuntun kami menghayati islam dan mencintai Allah. Dengan do’a dan wiridannya, ibu mencambuk kami untuk menjadi yang terbaik dan melancarkan usaha kami menembus UMPTN selanjutnya menjadi sarjana. Tutur kata yang lembut serta indah dan memancarkan kehangatan dijadikan ibu strategi untuk mengusik dan membuka nurani kami.

Tetapi musibah itu datang, ibu... saat dunia mengalunkan musik indah bagimu, saat engkau bersiap menuai hasil jerih payahmu. Putra sulungmu yang brilian -buah perjuanganmu- mendadak meninggal dalam bulan madunya setelah tujuh tahun menuntut ilmu di Cairo. Tiba-tiba dunia bergoncang kencang hingga mengguncang diri dan emosimu. Saat diri limbung dan tak lagi kokoh, engkau juga harus menghadapi kenyataan bahwa satu per satu anakmu menjadi sosok-sosok manusia dewasa. Ibu, seakan-akan engkau segera kehilangan mereka, hingga engkau merasa harus mengambil kendali seluruh kehidupan anak-anakmu …. untuk tetap menjaga mereka tetap sebagai milikmu. Namun ibu, perubahan sikap ibu itu ternyata menjadi awal babak baru bagi anak-anakmu, khususnya diriku.

Ibu, ibuku sayang… selama hampir 30 tahun aku selalu menuruti kata-katamu, tanpa engkau memaksa aku untuk mematuhinya, selama itu pula aku berusaha mewujudkan harapanmu untuk menjadi yang terbaik. Tetapi mengapa saat aku tak mampu memenuhi hanya ‘satu’ keinginanmu - untuk berumahtangga dengan pilihanmu, engkau begitu marah. Ibu, ibuku sayang, bukankah ibu telah merasakan kepedihan ala Siti Nurbaya kala itu. Apakah memang aku harus mengulang kisah itu agar abadi sepanjang zaman? Ibu, Ibuku sayang… walaupun aku tak kuasa memenuhi permintaanmu, bukan berarti aku tidak menghormatimu... bukankah jodoh adalah di tangan Allah. Ibu, ibuku sayang... mengapa saat Allah memberikan jodoh padaku yang bukan pilihanmu, bagimu tak layak lagi aku merasakan hangatnya pelukanmu dan menikmati surga yang ada di telapak kakimu?

Dua tahun berlalu, sudah dua kali ulang tahun ibuku, aku tak bisa mencium pipinya. Di sela-sela waktuku bekerja, kutemukan bait-bait puisi dari internet yang mewakili perasaanku untuk ibu. Pagi ini, di dalam sebuah kartu ucapan merah jambu, kuselipkan puisi itu dan kukirim dengan harapan akan tiba saat ulang tahun ibu. Hanya do'a kupanjatkan pada Allah, agar dengan ridha-Nya, ibu mau menyentuh dan membacanya… 

Ibunda... 
Di tirai pagi kubersandar pada dinding kesedihan 
Di senandung alam kuberbaring pada rajutan kerinduan 

Ibunda... 
Telah jauh jarak antara kutub-kutub tubuh kita 
Membentang kerinduan didalam anak-anak sungai diujung mata kita 

Ibunda... 
Coba kukumpulkan keindahan dunia untuk ganti hadirmu 
Coba kupilah yang terbaik untuk isi kerinduanku 

Tapi bunda... 
Dunia takkan mampu menggantikanmu 
Pilahan yang terbaik takkan lagi coba kuisi dalam rinduku 
Dunia... ah apalah arti dunia ketika surgapun ditelapak kakimu
Menopang segala yang ada ditubuh, hati dan luangan kasih sayangmu 
Hingga begitu indah setiap detik dalam rahimmu 
Hingga begitu indah setiap detik dalam gendonganmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam pangkuanmu 
Hingga derita kau rasa indah demi anandamu 

Lalu... kenapa hanya rindu yang ananda punya untuk ibunda 

Tidak bunda... 
Rindu ini hadir dalam Doa anandamu 
Agar surga selalu hadir untukmu 
Bukan hanya ditelapak kakimu 

Ya Allah, Engkau Maha Tahu apa yang ada di dalam dada hamba, betapa hamba mencintai dan menyayangi ibu hamba… 

Ya Allah, hamba yakin Engkau yang Maha Perkasa akan mampu membuka hati ibu hamba dan menyatukan kami kembali dalam kokohnya ikatanMu….Amien.

Selamat Ulang Tahun, Bunda… … You are the one and only.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hari Ulang Tahun Ibuku"

Post a Comment